UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Membangun Model Collaborative Governance dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia = Collaborative Governance Model in Corruption Eradication in Indonesia

Azwar Abubakar; Eko Prasojo, promotor; Lina Miftahul Jannah, co-promotor; Irfan Ridwan Maksum, examiner; Azhar Kasim, examiner; Salomo, Roy Valiant, examiner; Teguh Kurniawan, examiner; Bambang Widjojanto, examiner; Situmorang, Sodjuangon, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018)

 Abstrak

Korupsi merupakan salah satu masalah fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lima dekade yang lalu, namun upaya tersebut belum dilakukan dengan efektif. Salah satu sebab ketidakefektifan upaya pemberantasan korupsi adalah tidak adanya kolaborasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola dan dampak relasi antarinstitusi serta membangun model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, diskusi terarah, dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kolabporasi pemberantasan korupsi di Indonesi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disampaikan oleh Ansell dan Gash, yaitu kondisi awal; kepemimpinan fasilitatif; ketidakseimbangan kewenangan; sumber daya manusia, dan anggaran antarinstitusi; insentif dan batasan untuk berpartisipasi; dan desain kelembagaan, serta beberapa faktor yang secara khusus ditemukan di Indonesia, yaitu: integritas SDM pemangku kepentingan; budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi; kondisi politik yang berbiaya tinggi; dan budaya organisasi patron client institusi pemberantasan korupsi. Dari temuan faktor-faktor tersebut, peneliti merumuskan pola relasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Pola relasi tersebut berdampak pada belum efektifnya upaya pemberantasan korupsi. Model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi disusun dengan modifikasi model yang digagas oleh Ansell dan Gash. Modifikasi terdapat pada dua hal, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance dan urutan dalam proses kolaborasi. Terkait urutan dalam proses kolaborasi, kepemimpinan yang fasilitatif dan teladan menjadi inisiator proses kolaborasi. Untuk memberantas korupsi di Indonesia, presiden harus tampil sebagai fasilitator dan teladan, terutama dalam menginisiasi dialog tatap muka antarinstitusi terkait dalam rangka penyusunan strategi utama pemberantasan korupsi.

Corruption is one of the fundamental problems facing by Indonesian. Corruption eradication efforts have been carried out since five decades ago, but these efforts have not been done effectively. One of the reasons for the ineffectiveness of anti-corruption efforts is the absence of inter-institutional collaboration in eradicating corruption. This study aims to analyze the patterns and impacts of inter-institutional relations and to build collaborative governance model in eradicating corruption in Indonesia. The research was conducted by qualitative approach with data collection method in the form of in-depth interview, focus group discussion, and existing statistic. The results showed that the process of eradicating corruption in Indonesia is influenced by the factors conveyed by Ansell and Gash, namely the initial condition; facilitative leadership; imbalance of authority; human resources, and anti-institutional budget; incentives and limitations to participate; and institutional design, and several factors that are specifically found in Indonesia, namely: the integrity of key stakeholder; a permissive culture of society against corruption; high-cost political conditions; and patron client organizational culture. From the findings of these factors, the researcher formulated the inter-institutional relationship pattern in corruption eradication. The relationship pattern has an impact on the effectiveness of anti-corruption efforts. Collaborative governance model in eradicating corruption is developed by modification of model initiated by Ansell and Gash. Modification exists in two ways, namely factors affecting collaborative governance and sequencing in the process of collaboration. Regarding sequences in the collaboration process, facilitative leadership and role models become the initiators of the collaborative process. To combat corruption in Indonesia, the president must emerge as facilitator and role model, especially in initiating face-to-face dialogue in the framework of preparing a grand strategy to eradicate corruption.

 File Digital: 1

Shelf
 D-Azwar Abubakar.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xviii, 386 pages : illustration + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Pepustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D-pdf 07-23-85862643 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 9999920531270
Cover