Pengakuan bentuk Pemerintahan Nagari pada masa reformasi ternyata menempatkan nagari pada situasi yang dilematis, harus berperan sebagai bagian dari birokrasi negara dan disisi lain sebagai
traditional governance memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kewenangan berdasarkan hak asal-usul. Agenda revitalisasi nagari pada masa reformasi harus menghadapi berbagai macam tantangan yakni tantangan regulasi yang tumpang tindih dan berubah-ubah serta modernisasi kelembagaan nagari. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dilema institusional nagari dalam struktur birokrasi negara pada masa reformasi. Nagari Pariangan menjadi lokasi studi ini karena berdasarkan
tambo (kitab) sejarah Minangkabau, Nagari Pariangan adalah nagari tertua di Sumatera Barat dan memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi
traditional governance yang berkembang dan eksis dalam kelembagaan nagari. Teori
historical institusionalism dan
traditional governance digunakan sebagai alat analisis untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemerintahan nagari serta memeriksa hubungan sebab-akibat dari situasi dilematis yang dihadapi oleh nagari pada masa reformasi. Temuan dalam penelitian ini adalah nagari secara institusi tersubordinasi di bawah Pemerintahan Kabupaten dan harus menerima berbagai intervensi pemerintah yang menempatkannya sebagai bagian dari birokrasi negara. Subordinasi struktur Nagari Pariangan di bawah Pemerintahan Kabupaten Tanah Datar telah menghilangkan hakikat otonomi yang didasarkan pada kewenangan berdasarkan hak asal-usul.
Recognition of the form of Nagari Government during the reformation period turned out to be placing Nagari in a dilemmatic situation, having to act as part of the state bureaucracy and on the other hand as a traditional government that has the responsibility to exercise authority based on rights. The Nagari revitalization agenda during the reform period had to face various emerging challenges, namely the challenges of overlapping and regulatory changes and the modernization of Nagari institutions. This study aims to describe the institutional dilemma of nagari in the structure of the state bureaucracy during the reform period. Nagari Pariangan became the location of this research because based on the tamboo (book) of Minangkabau history, Nagari Pariangan is the oldest nagari in West Sumatra and makes it easier for researchers to identify the traditional government that develops and exists within the nagari institution. The theory of historical institutionalism and traditional governance is used as an analytical tool to identify forms of nagari governance and examine the causal relationship of the dilemmatic situation faced by the nagari during the reformation period. The findings in this study are that the nagari institutionally under the district government and must accept various government interventions that place them as part of the state bureaucracy. The subordination of the Nagari Pariangan structure under the Tanah Datar Regency Government has eliminated the nature of autonomy based on authority based on origin rights