Ekspor harus dibuktikan dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Nota Pelayanan Ekspor (NPE), sedangkan Faktur Pajak merupakan bukti adanya penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di Dalam Daerah Pabean. Tidak dimilikinya PEB dan NPE karena ekspor dilakukan secara tidak langsung, mengakibatkan penjualan ke luar negeri tidak dapat diakui sebagai ekspor, melainkan harus diperlakukan sebagai penyerahan BKP/JKP di Dalam Paerah Pabean sehingga harus diterbitkan Faktur Pajak, dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dan dilaporkan pada Formulir 1111 A2 SPT Masa PPN. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis sehubungan dengan implementasi
destination principle baik pada Undang-Undang PPN (UU PPN), peraturan pelaksanaannya maupun penerapan administrasi perpajakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencari tahu akar permasalahan sehubungan dengan kesulitan di dalam melaporkan ekspor yang dilakukan secara tidak langsung di dalam SPT Masa PPN. Temuan dari penelitian ini adalah Faktur Pajak harus diterbitkan baik oleh karena permintaan petugas bea dan cukai sehubungan dengan ijin pemasukan atau pengeluaran barang di Kawasan Berikat ataupun karena permintaan dari otoritas pajak. Di sisi lain, interpretasi yang beragam sehubungan dengan perlakuan PPN untuk ekspor yang dilakukan secara tidak langsung mengakibatkan beragamnya pengisian Faktur Pajak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah UU PPN telah secara konsisten menganut
destination principle. Namun, ketiadaan definisi “penyerahan” di dalam UU PPN mengakibatkan interpretasi dan pelaksanaan UU PPN seringkali tidak dikaitkan dengan kelaziman usaha dan sifat transaksional PPN. Akibatnya, aturan pelaksanaan UU PPN dan administrasi perpajakan tidak memfasilitasi pelaporan ekspor yang dilakukan secara tidak langsung di dalam SPT Masa PPN.
Export must be proven by Notification for Export of Goods (PEB) and Note for Export Service (NPE), while the Tax Invoice is evidence for supply of Taxable Goods (BKP) or Taxable Services (JKP) within the Customs Area. The absence of PEB and NPE for indirect exports, resulting in overseas sales cannot be recognized as exports, but must be treated as supply of BKP/JKP in the Customs Area so that a Tax Invoice must be issued, can be subject to Value Added Tax (VAT) of 10% and reported on Form 1111 A2 of the monthly VAT Return. This study aims to analyse the implementation of the destination principle in the VAT Law, its implementing regulations and the application of tax administration. This study uses a qualitative approach to find out the root causes of difficulties in reporting indirect exports in the monthly VAT Return. The findings of this study are that the Tax Invoice must be issued either because of the request of the customs and excise officer in connection with the permit for entering or releasing of goods in the Bonded Zone or because of the request of the taxation authority. On the other hand, various interpretations regarding the treatment of VAT for indirect exports result in various fillings of Tax Invoices. The conclusion of this research is that the VAT Law has consistently adhered to the destination principle. However, the absence of a definition of “supply” in the VAT Law has resulted in the interpretation and implementation of the VAT Law often not being related to the business practices and the transactional nature of VAT. As a result, the implementing regulations of the VAT Law and tax administration do not facilitate reporting indirect export in the monthly VAT Return.