Penelitian ini merupakan sebuah analisis terhadap teks berita politik seputar Pilkada Serentak 2015 yang membahas kandidat kepala daerah perempuan. Metode yang digunakan untuk menganalisis teks berita adalah semiotika, dan difokuskan pada bagaimana harian Kompas dan Koran Tempo merepresentasikan politisi perempuan dalam berita politik. Semiotika yang digunakan adalah metodologi semiotika Roland Barthes yakni lima kode pokok untuk menggali mitos dalam narasi literatur. Kerangka konseptual
Cultural Studies dan Media Marxist digunakan untuk mengkritisi kultur patriarki yang tercermin dalam bahasa-bahasa yang digunakan media untuk membahas politisi perempuan. Kultur patriarki dianggap menghegemoni ruang redaksi baik pekerja media maupun komunikator massa, yang tercermin dari pemilihan kata-kata serta fakta yang dimunculkan. Masing-masing media memunculkan mitos tersendiri atas perempuan di ranah politik, khususnya yang maju sebagai kandidat kepala daerah. Mitos tersebut masih menerjemahkan hegemoni ideologi patriarki ke dalam bahasa pemberitaan, walaupun dengan derajat yang berbeda.
This research aims to provide analysis about women candidates on 2015 local elections in political news texts. Semiotics method is applied to analyse news, and I focused the research on how Kompas and Koran Tempo are representing women politicians in political news. On this research, I used Roland Barthes’s semiotic; five major codes to reveal myths on narrative literaturs. Cultural Studies and Media-Marxist as the conceptual framework to criticize patriarchy culture that implies on languages to represent women politician in media. Patriarchy culture is considered as hegemony in redactional spaces, either media workers or mass communicators. This hegemony is mirrored from words and facts that chosen into women politician’s narrative news. Each media brings out their own myths upon women on politics, especially whom run for office in 2015 local election. Both media have myths that translated patriarchy ideology hegemony, despite on different levels. The level can be interpretatively measured by different style of narrative and language explication.