Berdasarkan WHO, pada tahun 2017 TB merupakah salah satu penyebab kematian di dunia dan Indonesia menjadi negara ketiga dengan kasus TB terbesar setelah India dan China. Sebanyak 2 dari 3 penderita TB yang meninggal berdasarkan WHO diakibatkan karena tidak mendapat pengobatan, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang rendah, sistem kesehatan, pendidikan, dan stigma yang ada di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala tuberkulosis 14 hari atau lebih batu atau batuk berdarah di Indonesia berdasarkan faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor kebutuhan. Pada penelitian ini, desain studi yang digunakan adalah studi cross sectional menggunakan data sekunder dari survei prevalensi tuberculosis 2013-2014 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi dengan analisis univariat dan bivariat. Berdasarkan penelitian ini, hasil yang ditemukan bahwa perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala TB lebih besar di non fasyankes ( 75,4%) dibandingkan dengan perilaku pengobatan di fasilitas pelayanan kesehatan ( 24,6%). Gambaran perilaku pencarian pengobatan ke non fasyankes pada orang dengan gejala TB lebih banyak pada usia <46 tahun ( 77,2%), jenis kelamin laki-laki (80,1%), memiliki tingkat pendidikan rendah ( 75,7%), memiliki pengetahuan rendah (76,1%), memiliki perilaku merokok ( 82,9%), tidak memiliki stigma ( 76,2%), berada di perkotaan ( 75,6%),tidak mengetahui bahwa OAT gratis ( 76,5%), tidak memiliki faktor risiko DM ( 75,6%), tidak tinggal dengan penderita TB ( 75,7%) dan tidak memiliki pengetahuan TB bisa disembuhkan ( 76,4%). Selain itu, perilaku pencarian pengobatan pada orang dengan gejala tuberkulosis memiliki hubungan yang signifikan pada faktor predisposisi yaitu umur, jenis kelamin dan perilaku merokok; pada faktor pendukung yaitu pengetahuan bahwa OAT gratis; dan pada faktor kebutuhan yaitu faktor risiko DM dan risiko tinggal dengan penderita TB. Oleh karena itu, terkait rendahnya perilaku pencarian pengobatan yang tepat pada orang dengan gejala TB, maka perlunya ditingkatkan sosialisasi, serta skrining pada masyarakat khususnya pada populasi berisiko serta penelitian lebih lanjut terkait multifaktor yang mempengaruhi dan alasan terhadap perilaku pencarian pengobatan tuberkulosis.
According to WHO, in 2017 TB was one of the causes of death in the world and Indonesia was the third country with the largest TB cases after India and China. Moreover, based on WHO, 2 out of 3 people with TB will die if they do not receive the treatment, this condition is influenced by low knowledge and awareness, poor health systems, inadequate education, and stigma that exists in society.The study aims to find out a description of health seeking behavior for tuberculosis symptoms in Indonesia based on predisposing characteristics, enabling resources and need of the respondent. Furthermore, this study used cross sectional study design with secondary data from the 2013-2014 tuberculosis prevalence survey that met the inclusion and exclusion criteria and analyzed by univariate and bivariate.This study found that Health seeking behavior in people with TB symptoms was greater in non-health facilities (75.4%) compared to in health care facilities (24.6%). The description of the health seeking behavior for treatment of non-health care in TB symptoms was most of the respondents were at age <46 years (77.2%), male (80.1%), having a low education level (75.7%), having low knowledge (76.1%), have smoking behavior (82.9%), do not have stigma (76.2%), were in urban areas (75.6%), do not know that anti-tuberculosis drug (OAT) is free (76.5%), no have DM risk factors (75.6%), do not live with TB patients (75.7%) and do not have knowledge of TB can be cured (76.4%).In addition, health seeking behavior for TB symptoms has a significant relationship to predisposing factors for age, gender and smoking behavior; on enabling resources for the knowledge that OAT is free; and on the need factors for risk factors for DM and the risk of staying with TB patients.In conclusion, we found that in Indonesia, most of the TB symptoms did not have appropriate health seeking behavior and how stigma were not significant related to appropriate health seeking behavior but the knowledge of free OAT and risk of TB. Therefore, the need to raise the awareness of free anti-tuberculosis drugs and screening in the society especially in at-risk population with the further qualitative and multifactor research is important to elevate the appropriate health seeking behavior for TB symptom in Indonesia.