Studi ini membahas konflik yang terjadi antara pihak eksekutif dan legislatif yaitu antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dengan DPRD dalam proses penganggaran APBD DKI Jakarta tahun 2015. Studi ini akan mengkaitkan dampak dari konflik tersebut terhadap kinerja anggaran DKI Jakarta tahun 2015, khususnya terhadap proses penyerapan APBD karena terdapat kondisi rendahnya kinerja penyerapan APBD DKI Jakarta tahun 2015. Studi ini dapat menjadi sebuah kebaruan dalam studi konflik maupun penyerapan anggaran dalam bidang ilmu politik. Diskursus ilmu politik selama ini hanya menganalisis faktor-faktor penyebab konflik anggaran tanpa menguraikan dampaknya terhadap proses dan kinerja penyerapan anggaran. Sementara itu, studi mengenai faktor-faktor rendahnya penyerapan anggaran selama ini hanya melihat dari perspektif di luar politik, seperti buruknya kinerja birokrasi atau sistem anggaran, tanpa melihat bahwa terdapat kemungkinan faktor politik yang berperan lebih besar. Studi ini menggunakan teori politik anggaran, konflik dan konsensus, hubungan eksekutif dan legislatif, dan kinerja anggaran untuk menganalisis permasalahan. Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi pustaka. Studi ini menemukan bahwa penyebab terjadinya konflik karena terdapat perbedaan kepentingan antara pihak eksekutif dengan legislatif, khususnya terkait program-program usulan DPRD yang disebut Pokir (Pokok-Pokok Pikiran). Adanya konflik tersebut menyebabkan terhambatnya proses anggaran dari pembahasan, penetapan, hingga penyerapan. Kondisi tersebut menyebabkan angka penyerapan anggaran DKI Jakarta tahun 2015 menjadi rendah, terendah kedua dari seluruh provinsi di Indonesia.
This study explores conflicts between executive and legislative in Special Capital Region of Jakarta in 2015. The conflict occurred between the Governor of Jakarta at that time, Basuki Tjahaja Purnama, and DPRD (Regional Legislative Board) of Jakarta that impacted the spending rate of the APBD or the local budget. This study elaborates the impacts of the conflict to the relatively low percentage of spending rate of the local budget in 2015. The study offers a new perspective in the cause of the spending performance studies. In political science the discourses of this topic only analyzes the casual factors of the conflict without analyzing the impact itself to the budget performance, in term of formulizing and spending. On the other hands, studies about the causal factors of low spending conducted by applying perspective from political science are relatively minimal. For example, studies on this subject only argue that bad bureaucrats are the main factors which therefore disregard the probality political factors as the main causes. This study uses political budgeting theory, and also conflict and consensus, relationship between executive and legislative, and performance budgeting theory to analyze the issue. This study also uses qualitative method and uses technique of in-depth interview and literature study to collect and analyze the data. This study argues that the causes of the conflict is due to conflict of interest between executive and legislative, especially on the implementation of pokir (pokok-pokok pikiran or points of opinion about local budget) from DPRD. This conflict has delayed the budgeting process and therefore is considered late based on the regulation set up by the central government. This condition then influenced to the spending of the local budget which in 2015 was recorded as the second lowest compared to all provinces in Indonesia