Pemberlakuan Peraturan OJK Nomor 9/POJK.04.2015 tentang Pedoman Transaksi Repurchase Agreement bagi Lembaga Jasa Keuangan meletakkan fondasi terhadap penyeragaman bentuk transaksi Repo sebagai sebuah perikatan. Peraturan ini mewajibkan adanya perpindahan kepemilikan terhadap efek yang menjadi objek transaksi Repo. Namun, keberlakuan payung hukum untuk transaksi Repo belum sepenuhnya selaras, karena PT. Kustodian Sentral Efek Indonesia di dalam peraturan operasionalnya masih mengakomodasi tata cara penyelesaian transaksi Repo dengan mekanisme
collateralized borrowing dimana efek tetap berada di rekening penjual dijual pada masa berjalannya transaksi. Perbedaan konstruksi perikatan tersebut dapat menimbulkan implikasi hukum kepada keabsahan transaksi dan penentuan pihak mana yang dapat menikmati hak-hak yang melekat dari saham. Penelitian ini turut mengulas
tri-party repo salah satu pilar pengembangan infrastruktur pasar modal yang diwacanakan Otoritas Jasa Keuangan dengan menggunakan pendekatan perbandingan (
comparative approach) terhadap mekanisme
tri-party repo yang telah berlangsung di Amerika Serikat dan Uni Eropa Peran pihak ketiga dalam
tri-party repo ditemukan tidak hanya berada dalam lingkup keagenan, tetapi juga ada yang merangkap peran sekaligus sebagai kreditur. Perbedaan peran tersebut berhubungan bentuk pertanggung jawaban yang dapat dituntut terhadap pihak ketiga apabila terjadi peristiwa kegagalan. Bentuk pertanggung jawaban pihak ketiga berdiri terpisah dari konsep pertanggung jawaban berupa pemberian ganti kerugian dari pihak penjual dan pembeli sebagai pihak inti transaksi Repo apabila salah satu pihak melakukan kegagalan.
The enactment of Financial Services Regulation Number 9/POJK.04/2015 concerning Guidelines of Repurchase Agreement Transaction for Financial Service Institution has laid out the fundamental basis to uniformise the conceptual legal arrangement of repurchase agreement. The regulation requires total transfer of ownership of securities. However, the legal instrument regulation Repo transaction has not been fully aligned, since Indonesian Central Securities Depository still accomodates the settlement procedures of repo transaction in the sense of collateralized borrowing, whereby securities remain in seller accounts during the life cycle of the transaction. The conceptual differences between legal forms stipulated may have legal implications upon the validity of the transaction itself and the determination of parties who may benefit from the inherent rights of the shares. The study also examines mechanism of tri-party repo as one of the pillars of capital market infrastructure development initiated by the Finansial Service Institution, through comparative approach of existing tri-party repo mechanism in United States and Europe Union. The role of the third party in a tri-party repo is not found strictly within the scope of agency, yet there is also conccurent role as creditor. The differences between the third party role correlates to the form of liability which can be sought against the third party in the occurence of an event of default. Third party’s liability must be distinguished apart from the liability concept applied for seller and buyer in the form of indemnification once either party commits default.