Para perempuan Minangkabau yang merantau ke luar Indonesia biasanya berupaya untuk membuat identitas mereka fleksibel agar supaya mereka dapat memaksimalkan hak-hak yang diberikan oleh ‘rumah kedua/negara kedua” mereka. Di sisi yang lain, mereka juga, dengan tingkatan yang bervariasi, menjaga eksistensi mereka sebagai anggota Rumah Gadang mereka, baik melalui pengiriman sumbangan pemikiran, maupun keuangan. Kedua bentuk kontribusi tersebut memiliki dua keuntungan, yaitu untuk membantu keluarga di kampung, dan juga untuk mendapatkan power sosial. Dengan melakukan “pembayaran kembali”, baik secara moral maupun finansial, kepada kampung halaman, mereka telah memenuhi kewajibankewajiban mereka sebagai perantau sebagaimana yang diharapkan oleh aturan-aturan Adat. Tindakan-tindakan tersebut juga dapat menjaga hak-hak para perempuan perantau ini di kampung halaman, terutama terkait properti dan status sosial.