Ruwatan cukur rambut gembel sebagai sebuah tradisi lisan yang dimiliki oleh masyarakat Dataran Tinggi Dieng masih bertahan hingga kini. Tradisi lisan ini berpusat pada ritual peralihan bagi bocah gembel di Dataran Tinggi Dieng. Ruwatan cukur rambut gembel dilaksanakan dengan cara memenuhi
bebana yang diminta oleh bocah gembel, memotong dan melarung rambut gembel, serta mengadakan
slametan. Sejak tahun 2010, ruwatan cukur rambut gembel di Dataran Tinggi Dieng rutin diadakan satu tahun sekali dan menjadi bagian dari gelaran Dieng Culture Festival. Atas dasar ini, penulis ingin mengkaji alasan masyarakat Dataran Tinggi Dieng mempertahankan ruwatan cukur rambut gembel. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan pendekatan folklor holistik yang dilakukan dengan cara menyaksikan pertunjukan secara langsung dan mewawancarai masyarakat pemilik tradisi lisan ini. Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan studi pustaka. Kemudian, penulis menganalisis struktur ruwatan cukur rambut gembel dan makna tradisi lisan ini bagi masyarakat Dataran Tinggi Dieng. Sebagai hasil, keinginan untuk mempertahankan warisan nenek moyang yang bersifat sakral menjadi alasan masyarakat Dataran Tinggi Dieng mempertahankan ruwatan cukur rambut gembel.
Ruwatan cukur rambut gembel as an oral tradition preserved by the Dieng Plateau society survives today. This oral tradition is centered on the rites of passage for bocah gembel in Dieng Plateau. The traditional ceremony is executed by fulfilling bebana requested by the kids, cutting and washing the dreads away as offerings to gods, and followed by slametan. Since 2010, ruwatan cukur rambut gembel in Dieng Plateau has been held annually and has become a part of Dieng Culture Festival. On this basis, the writer wants to review the reasons why its local people preserve the tradition. In collecting the data, the writer used holistic folklore approach, which was done by watching the performance first hand and interviewing the people who have had this oral tradition. The data was gathered through field researches and literature studies. Afterward, the writer analyzed the structure of ruwatan cukur rambut gembel and its meaning for Dieng Plateau society. The writer concludes that the desire to preserve the ancestors’ sacred heritage becomes the reason why Dieng Plateau society keep ruwatan cukur rambut gembel alive.