Latar belakang. Malformasi kongenital multipel (MKM) masih menjadi masalah besar di Indonesia, karena muncul sebagai penyebab kematian neonatal yang cukup signifikan. Faktor genetik adalah penyebab tersering MKM dan lebih dari 50% disebabkan oleh kelainan kromosom.
Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai kelainan struktur kromosom yang berperan dalam kejadian MKM dan alur diagnosis MKM yang sesuai untuk Indonesia.
Metoda. Diagnosis klinis dengan menggunakan database merupakan tahap awal untuk membedakan known dan unknown MKM. Pemeriksaan G-banding menjadi pilihan lini pertama untuk unknown MKM. Pemeriksaan microarray merupakan pemeriksaan lanjutan bila tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan G-banding. Platform microarray yang dipilih adalah CytoSNP 850Kb dengan dua fungsi yaitu array-CGH dan SNP-array.
Hasil. Pasien MKM di Indonesia memiliki fenotip beragam dan bersifat multiorgan. Tiga fenotip tersering yang ditemukan pada subjek adalah hambatan pertumbuhan, mikrosefali, dan penyakit jantung bawaan. Empat puluh dari 94 subjek (42,6%) dapat ditegakkan diagnosis klinis dengan menggunakan database fenotip, 5 dengan etiologi infeksi dan 35 dengan etiologi genetik. Tujuh belas dari 49 subjek (34,7%) ditegakkan diagnosis etiologi dengan pemeriksaan G-banding. Tiga puluh dari 32 subjek (93,7%) didapat etiologi genetik dengan pemeriksaan microarray, dengan rincian sebagai berikut (a) 27 dari 30 subjek didapat dengan metoda array-CGH, dan (2) 3 dari 30 subjek didapat dengan metode SNP-array.
Diskusi. Berdasarkan temuan di atas dicoba disusun alur diagnosis etiologi untuk MKM di Indonesia sebagai berikut (a) menegakkan diagnosis klinis dengan menggunakan database fenotip, (b) melakukan pemeriksaan G-banding sebagai pemeriksaan lini pertama, (c) melakukan pemeriksaan microarray dengan pengklasifikasian sebagai berikut (i) gain/loss pathogenic (sindrom delesi/duplikasi), (ii) gain/loss likely pathogenic, (iii) VUS, (iv) menentukan adanya LoH, (v) mencari adanya gen imprinting dalam area LoH. (vi) menentukan adanya incidental finding.
Kesimpulan. Pendekatan diagnosis etiologi MKM di Indonesia membutuhkan tahapan yang tidak sama. Pertimbangan efektivitas yang dinilai dari tingkat deteksi dan pertimbangan efisiensi menjadi titik perhatian khusus. Metoda G-banding masih efektif sebagai lini pertama penegakkan diagnosis etiologi MKM di Indonesia. Pemeriksaan lini kedua adalah microarray. Penapisan awal secara klinis sangat menentukan tingkat deteksi kedua metoda tersebut.
Introduction. Multiple congenital malformations remain a major problem in Indonesia, as they emerge as a significant cause of neonatal death. Genetic factors are the most common cause of multiple multiple congenital malformation (MCM) and more than 50% are caused by chromosomal abnormalities both large and submicroscopic. Aim. This study is aimed to investigate various chromosomal structural abnormalities that play a role in the incidence of MCM and to develop a suitable diagnostic flow of MCM in IndonesiaMethod. Clinical diagnosis using a database is the initial stage to distinguish between known and unknown MCM. G-banding examination is the first line choice for the unknown MCM. Microarray examination is a follow-up examination if no abnormalities are found on the G-banding examination. The selected platform is CytoSNP 850Kb with two functions, CGH-array and SNP-array. Results. Multiple congenital malformation patients in Indonesia have a diverse phenotype and included multi organ. The 3 most common phenotypes found in subjects are growth retardation, microcephaly, and congenital heart disease. Forty of the 94 subjects (42.6%) could be diagnosed clinically using a phenotype database, 5 with the etiology of infection and 35 with genetic etiology. Seventeen out of 49 subjects (34.7%) were diagnosed using G-banding examination. Thirty of 32 subjects (93.7%) diagnosed by microarray, with the following details (a) 27 of 30 subjects were obtained by the CGH-array method, and (b) 3 out of 30 subjects were obtained by the SNP-array methodDiscussion. Based on the above findings, an etiological diagnosis flow for MCM in Indonesia is attempted as follows (a) establishing a clinical diagnosis using a phenotype database, (b) G-banding examination as a first-line examination, (c) microarray examination with the following classification ( i) pathogenic gain/loss (deletion/duplication syndrome), (ii) likely pathogenic gain/loss, (iii) variant of uncertain significance (VUS), (iv) determine the presence of LoH, (v) look for imprinting genes in the LoH area. (vi) determine the existence of incidental finding. Conclusions. The etiological diagnosis approach of MKM in Indonesia requires different stages. Consideration of effectiveness assessed from the level of detection and consideration of efficiency is of particular concern. The G-banding method is still effective as the first line in establishing the etiological diagnosis of MCM in Indonesia. The second line test is microarrays. Initial clinical screening largely determines the detection rates of the two methods.