Tulisan ini menawarkan pendekatan etnografi kolaborasi dalam melihat dan memahami fenomena kepunahan bahasa melalui kacamata antropologi linguistik kontemporer, khususnya pada masyarakat Hamap, Alor, Nusa Tenggara Timur. Meskipun masyarakat Hamap dinyatakan mengalami kepunahan bahasa, mereka tidak merasa bahasa Hamap mengalami kepunahan. Dalam upaya making sense kenyataan dari kepunahan bahasa perlu adanya preposisi dengan bantuan metodologi yang arif dalam melihat bahasa yang hadir dalam interaksi dan dinamika sosial di masyarakat. Permasalahan sebelumnya adalah, mayoritas metodologi terdahulu melihat kepunahan bahasa dengan penyelamatan melalui pakem-pakem umum (konservasi, dokumentasi, revitalisasi), penyelamatan gramatikal (seperti pembuatan kamus dan penghitungan bahasa) sehingga analisis partikularitas pada masyarakat yang diteliti tidak terlihat. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan etnografi kolaborasi dapat menjadi alternatif dalam mengidentifikasi dan juga menganalisis persoalan kepunahan bahasa. Dengan pendekatan etnografi kolaborasi, ditemukan bahwa di tengah status kepunahan bahasa, terdapat penggunaan bahasa Hamap pada situasi-situasi dan kondisi-kondisi tertentu. Terutama di tengah kondisi masyarakat Hamap yang hidup berdampingan dengan tiga kelompok etnis lainnya, yakni Klon, Abui, dan Kui. Selain itu juga, dalam tulisan ini saya mencoba mempertanyakan kembali konsepsi mengenai kepunahan bahasa yang sudah menghegemoni dengan memperlihatkan praktik-praktik berbahasa yang nyata terjadi di masyarakat Hamap
This thesis presents a collaborative ethnographic approach to observing and understanding language extinction phenomena through the lens of contemporary linguistic anthropology, specifically within the Hamap community in Alor, East Nusa Tenggara. Despite the Hamap community being acknowledged as experiencing language extinction, they do not perceive the Hamap language as endangered. To make sense of the reality of language extinction, there is a need for prepositions aided by a judicious methodology to examine the language present in interactions and social dynamics within the community. The previous issue was that the majority of earlier methodologies viewed language extinction through general frameworks (conservation, documentation, revitalization) and grammatical preservation (such as creating dictionaries and language counts), neglecting the analysis of particularities within the studied community. Therefore, this research indicates that the collaborative ethnographic approach can be an alternative in identifying and analyzing language extinction issues. Through this approach, it was found that amidst the endangered status, the Hamap language is still used in specific situations and conditions. This is particularly evident in the context of the Hamap community coexisting with three other ethnic groups: Klon, Abui, and Kui. Additionally, in this writing, I attempt to question the prevailing conception of language extinction by demonstrating actual language practices occurring in the Hamap community.