Indonesia merupakan negara produksi nikel terbesar di dunia dengan produksi feronikel yakni 1,6 juta ton dengan penjualan 1,03 juta ton pada 2021. Produksi nikel di Indonesia sebagian besar adalah ferronikel yang dihasilkan dari peleburan reduksi bijih nikel oksida atau silikat yang mengandung besi. Meningkatnya produksi nikel maka terak feronikel juga meningkat sehingga membutuhkan area penyimpanan yang luas karena 1 ton nikel yang diproduksi menghasilkan 8-14 ton terak. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat seberapa efisien penggunakan metode hidrotermal dan variaso stoikiometri pada pelindian terak feronikel. Proses diawali dengan proses hidrotermal menggunakan H2SO4 2 M dengan temperatur 250°C dan holding time 60 menit. Residu hasil hidrotermal kemudian di campur dengan NaOH untuk dilakukan proses pemanggangan, proses ini memiliki variasi stoikiometri 1.1, 1, 0.9, 0.8, dan 0.7 dengan temperatur 350°C dan waktu penanhanan 60 menit. Kemudian dilakukan proses pelindian dengan menggunakan metode water leaching. Kemudian dilakukan karakterisasi akhir XRD dan XRF residu hasil pelindian. Hasil yang diperoleh bahwa persentase silika menggunakan H2SO4 mengalami peningkatan. Namun, saat proses pelindian silika tidak larut dikarenakan NaOH tidak mempu membentuk Natrium Silika saat proses roasting dikarenakan temperature yang digunakan sangat rendah. Berdasarkan analisis perubahan massa, didapatkan kondisi 0.7 stoikiometri (5.48 gram NaOH) memiliki tingkat pemulihan yang paling tinggi.
Indonesia is the world's largest nickel producer with a ferro-nickel production of 1.6 million tons and sales of 1.03 million tons in 2021. The majority of nickel production in Indonesia is ferro-nickel produced from the smelting reduction of nickel oxide or silicate ores containing iron. With the increasing nickel production, the production of ferro-nickel slag also rises, requiring extensive storage areas as 1 ton of nickel produced generates 8-14 tons of slag. The aim of this research is to assess the efficiency of the hydrothermal method and stoichiometric variations in leaching ferro-nickel slag. The process begins with hydrothermal treatment using 2 M H2SO4 at a temperature of 250°C and a holding time of 60 minutes. The hydrothermal residue is then mixed with NaOH for a roasting process, with stoichiometric variations of 1.1, 1, 0.9, 0.8, and 0.7 at a temperature of 350°C and a holding time of 60 minutes. Subsequently, the leaching process is carried out using the water leaching method. The final characterization is performed using XRD and XRF on the leached residue. The results show an increase in silica percentage using H2SO4. However, during the leaching process, silica is not soluble due to NaOH's inability to form sodium silicate during the roasting process, attributed to the very low temperature used. Based on mass change analysis, the 0.7 stoichiometric condition (5.48 grams of NaOH) achieves the highest recovery rate.