Ranji dalam bahasa Minangkabau merupakan silsilah keturunan dari nenek moyang. Ranji dibutuhkan apabila terjadi persengketaan tanah harta pusaka tinggi karena dijadikan sebagai penentu apakah tanah harta pusaka tinggi tersebut jatuh kepada seseorang yang tepat atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana konsep ranji yang dijadikan sebagai dasar kepemilikan tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, dan menganalisis kedudukan ranji sebagai alat bukti tertulis dalam penyelesaian sengketa tanah harta pusaka tinggi milik kaum Dt. Paduko di Nagari Batu Balang. Metode Penelitian yang digunakan adalah doktrinal, yang mengacu kepada norma hukum sebagai sasaran penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode analisis kualitatif. Hasil dari penelitian ini konsep kepemilikan tanah ulayat di Minangkabau yaitu berupa harta kekayaan yang tergolong pusaka tinggi yang kepemilikannya berasal dari seluruh keluarga besar dengan pemberian berupa adat diisi lumbago dituang, artinya mengerjakan sesuatu dengan menurut adat kebiasaan yang terpakai. Asas utama tanah ulayat Minangkabau adalah jua ndak makan dibali, gadai ndak makan sando.Tanah harta pusaka tinggi tidak bisa diperjual belikan baik secara lepas yang artinya telah habis kepemilikan untuk selama-lamanya, dan hanya boleh dijual atau digadaikan dengan cara digadai yang berupa tebusan anggota kaumnya. Namun dalam keadaan mendesak tanah harta pusaka tinggi dapat dialihkan atau dipindahkan dengan keadaan seperti mayik tabujua ditanga rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang indak balaki dan mambangkik batang tarandam (mayat terbujur diatas rumah, rumah gadang yang sudah bocor, perempuan yang sudah besar belum bersuami, membangkitkan marwah kepemimpinan. Kemudian konsep ranji yang dijadikan sebagai dasar kepemilikan atas tanah harta pusaka tinggi dalam masyarakat adat Minangkabau di Sumatera Barat merupakan sebagai data untuk menunjukkan bahwa masyarakat punya kepentingan terhadap objek. Kedudukan ranji sebagai alat bukti tertulis dalam penyelesaian sengketa tanah harta pusaka tinggi milik kaum Dt. Paduko Marajo berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2206 K/Pdt/2022 yaitu ranji tergolong salah satu alat bukti berupa surat yang kuat berbentuk akta dibawah tangan, dibuat oleh Mamak Kepala Waris dan diketahui oleh seluruh atau perwakilan anggota kaum dalam hal persetujuan anggota kaum dan dipakai dalam proses persidangan perkara harta pusaka tinggi dan sepanjang dapat dibuktikan kebenaran dari sebuah ranji maka hal tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi majelis hakim dalam memutus sengketa yang terjadi.
Ranji in the Minangkabau language is a lineage of ancestors. Ranji is needed if there is a dispute of high heirloom land because it is used as a determinant of whether the high heirloom land falls to the right person or not. This research aims to analyze how the concept of ranji is used as the basis for ownership of high heirloom land in the Minangkabau community in West Sumatra, and analyze the position of ranji as written evidence in the settlement of high inheritance land disputes belonging to the Dt people. Paduko in Nagari Batu Balang. The Research Method used is doctrinal, which refers to legal norms as research targets. This research uses secondary data with a qualitative analysis method. The result of this research, the concept of ownership of ulayat land in Minangkabau, is in the form of a wealth that is classified as a high heirloom whose ownership comes from the entire extended family with a gift in the form of a custom filled with lumbago, pouring, meaning doing something according to the custom used. The main principle of Minangkabau customary land is that it does not eat in Bali, pawns does not eat sando. High heritage land cannot be traded either freely, which means that it has been owned forever, and can only be sold or mortgaged in the form of ransom for members of their people. However, in an urgent state, the land of high heritage assets can be transferred or moved with conditions such as mayik tabujua diateh rumah, rumah gadang katirisan, gadih gadang indak balaki and mambangkik batang tarandam (the corpse lying above the house, the gadang house that has been leaked, the woman who has grown up not married, awakens the dignity of leadership). The concept of ranji which is used as the basis for ownership of high heritage land in the Minangkabau indigenous people in West Sumatra is as data to show that the community has an interest in the object. The position of ranji as a means of written evidence in the settlement of the dispute of high inheritance land belonging to the Dt people. Paduko Marajo based on the Supreme Court's Decision Number 2206 K/Pdt/2022, ranji is classified as one of the evidences in the form of a strong letter in the form of a deed under the hand, made by the Head of the Inherits's Mother and known by all or the representatives of the members of the clan in the case of the agreement of the members of the people and used in the process of the high inheritance case trial and as long as the truth can be proven from a ranji, it will be a consideration for the panel of judges in deciding the dispute that has occurred.