Era antroposen menandakan dominasi yang dilakukan oleh manusia terhadap alam. Dalam prosesnya, manusia ikut menguasai hewan untuk dieksploitasi demi kepentingannya sendiri. Problem spesiesisme menjadi titik berangkat manusia dalam berasumsi bahwa hewan merupakan objek yang dapat dimanfaatkan dengan sewenang-wenang tanpa adanya pertimbangan etis. Manusia telah mengubah fisiologis serta mengatur kehidupan hewan melalui fenomena domestikasi. Kegagalan serta kecacatan yang dilimpahkan kepada hewan membuat setiap hewan domestik hidup dengan penuh penderitaan. Artikel ini berusaha menjawab permasalahan etis mengenai relasi hewan dengan manusia dalam fenomena domestikasi hewan melalui kacamata Buddhisme Mahayana. Melalui Metta-Karuna, hewan dapat dipahami sebagai tujuan untuk dirinya sendiri. Artikel ini mengolah permasalahan melalui hermeneutika serta semiotika yang didasarkan pada ekofenomenologi sehingga sumber seperti relief dan naskah kuno Buddhisme Mahayana dapat ditarik relevansinya pada permasalahan etis domestikasi hewan. Dengan demikian, Metta-Karuna dapat menjadi landasan moral dalam relasi hewan-manusia agar hubungan tersebut dibentuk dari cinta kasih yang bersih, bijak, dan tanpa syarat.
The Anthropocene era marks the domination of nature by humans. In the process, humans also control animals to be exploited for their own interests. The problem of speciesism is the starting point for humans in assuming that animals are objects that can be utilized arbitrarily without any ethical considerations. Humans have physiologically altered and regulated the lives of animals through the phenomenon of domestication. The failures and disabilities inflicted on animals make every domestic animal live a life of suffering. This article attempts to address the ethical issues regarding the relationship between animals and humans in the phenomenon of animal domestication through the lens of Mahayana Buddhism. Through Metta-Karuna, animals can be understood as an end in themselves. This article treats the problem through hermeneutics and semiotics based on ecophenomenology so that sources such as reliefs and ancient texts of Mahayana Buddhism can be drawn relevant to the ethical problem of animal domestication. Thus, Metta-Karuna can become the moral foundation of animal-human relations so that the relationship is formed from clean, wise and unconditional love.