Penelitian ini menganalisa dampak pengembangan investasi dan aktivitas hilirisasi bauksit oleh PT Bintan Alumina Indonesia (PT BAI) di Provinsi Kepulauan Riau terhadap perekonomian Indonesia dengan model input-output yang diterapkan pada Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Barat, dan Indonesia. Pengenaan stimulus pada sektor yang berkaitan dengan fase konstruksi dan fase operasional industri alumina dan aluminium di PT BAI merupakan konsep yang mendasari bagaimana permintaan akhir sektor lainnya terdampak. Peningkatan perekonomian ditandai dengan meningkatnya nilai output, PDRB dan PDB, pendapatan masyarakat, dan penciptaan kesempatan kerja. Selama fase konstruksi PT BAI (2016-2029), secara garis besar memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan output, pendapatan rumah tangga, PDRB, dan penciptaan kesempatan kerja di 52 sektor industri di Provinsi Kepulauan Riau. Selama fase operasional, dampak ekonomi dihitung melalui tiga skenario yang diterapkan pada Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, dan Indonesia. Adapun pada fase operasional, dengan mengasumsikan penerapan hilirisasi sepenuhnya atas Produk PT BAI ke dalam pasar domestik menunjukkan dampak terbesar secara nasional dengan dampak peningkatan nilai output Indonesia hingga tahun 2030 mencapai Rp547,07 triliun, pertumbuhan PDB rata-rata 0,099 persen per tahun, peningkatan pendapatan nasional mencapai Rp74,22 triliun hingga tahun 2030, dan penciptaan kesempatan kerja rata-rata 107.105 orang per tahun di 52 sektor industri di Indonesia. Adapun untuk mencapai target optimal dari keberadaan PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) dalam rantai nilai hilirisasi bauksit domestik, diperlukan penguatan alur hilirisasi dan sektor industri turunan alumina dan aluminium di dalam negeri. Dukungan insentif fiskal, penetapan aturan hukum pro-hilirisasi, dan perlindungan investor penting untuk diterapkan namun Pemerintah juga perlu memperhatikan isu dependensi strukturalisme serta risiko geopolitik dalam upaya mengimplementasikan kebijakan hilirisasi bauksit secara domestik sepenuhnya.
This research analyzes the impact of investment and bauxite downstream activities by PT Bintan Alumina Indonesia (PT BAI) on the Indonesian economy using the input-output method applied to the Riau Islands Province, West Kalimantan Province and Indonesia. The imposition of stimulus on sectors related to the construction phase and operational phase of the alumina and aluminum industry in the Galang Batang SEZ is the concept that underlies how final demand in other sectors is affected. Economic improvement is characterized by increased output, GDRP, people's income, and the creation of job opportunities.
During the construction phase of PT BAI (2016-2029), it generally had a positive impact on the increase in output, income, average GRDP, and average job creation in 52 industrial sectors in the Riau Islands Province. During the operational phase, calculated through three scenarios applied to the Riau Islands Province, West Kalimantan, and Indonesia, with the assumption of full downstreaming of PT BAI's products into the domestic market, shows the greatest impact. The impact includes the increase of Indonesia's output value until 2030 reaching Rp547.07 trillion, an average annual GDP growth of 0.099 percent, a national income increase until 2030 reaching Rp74.22 trillion, and an average job creation of 107,105 people per year in 52 industrial sectors in Indonesia. To achieve the optimal target of PT Bintan Alumina Indonesia's (BAI) presence in the domestic bauxite value chain, strengthening the downstream process and downstream industries of alumina and aluminum domestically is needed. Fiscal incentives, the establishment of pro-downstream regulations, and investor protection are crucial to implement, however The Government also needs to consider issues of structural dependency and geopolitical risks in efforts to fully implement the domestic downstreaming policy for bauxite.