Secara alami, kelahiran manusia terjadi melalui persalinan vaginal oleh ibu kandung. Namun, di perkotaan Indonesia pada tahun 2022, tercatat bahwa 22,5% kelahiran dilakukan dengan metode selain persalinan normal, yaitu melalui operasi sesar. Salah satu alasan ibu memilih operasi sesar adalah karena kecemasan yang mereka rasakan sebelum dan sesudah persalinan normal. Untuk mengatasi masalah ini dan membantu mengurangi kecemasan ibu saat bersalin serta memudahkan tenaga kesehatan, Tim Meja Bersalin UI merancang meja bersalin dengan fitur seperti reclining backrest, footrest, baby bed, handgrip, dan pelukan. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode Design for Assembly (DFA) dan Value Engineering (VE) untuk menganalisis pembuatan meja bersalin ini. Prototipe pertama memiliki perbedaan value dan cost sebesar 33,86%, sedangkan prototipe kedua turun menjadi 20,56%. Total assembly time dan assembly cost juga menurun signifikan dari 6303,65 detik dan Rp226,932 menjadi 4609,67 detik dan Rp165,179, menunjukkan peningkatan efisiensi waktu sebesar 26,87%. DFA Index meningkat dari 1,90% pada prototipe pertama menjadi 2,28% pada prototipe kedua, menunjukkan peningkatan efisiensi perakitan sebesar 20%. Tingkat kesiapan teknologi juga meningkat dari TRL 3 ke TRL 5.
Naturally, human birth occurs through vaginal delivery by the birth mother. However, in urban Indonesia in 2022, it was recorded that 22.5% of births were performed by methods other than normal labour, namely by cesarean section. One of the reasons mothers choose cesarean section is because of the anxiety they feel before and after normal labour. To solve this problem and help reduce maternal anxiety during labour and facilitate health workers, the UI Maternity Table Team designed a delivery table with features such as reclining backrest, footrest, baby bed, handgrip, and push bar. In this study, the authors will use the Design for Assembly (DFA) and Value Engineering (VE) methods to analyse the manufacture of this delivery table. The first prototype had a value and cost difference of 33.86%, while the second prototype dropped to 20.56%. The total assembly time and assembly cost also decreased significantly from 6303.65 seconds and Rp226,932 to 4609.67 seconds and Rp165,179, showing an increase in time efficiency of 26.87%. The DFA Index increased from 1.90% in the first prototype to 2.28% in the second prototype, indicating a 20% increase in assembly efficiency. The technology readiness level also improved from TRL 3 to TRL 5.