Penelitian ini menyimpulkan bahwa media sosial mampu menjadi ruang berani bagi penyandang disabilitas mental psikosial untuk membuka identitasnya dan melakukan aksi pernyataan diri di ruang publik. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa stigmanisasi kelompok psikososial menyebabkan ketakutan mencari pertolongan dan mendapatkan akses di ruang publik seperti akses kesehatan, pendidikan, ekonomi dan hak dasar hidup lainnya. Penelitian menemukan tingginya represi dominasi di ruang publik ke kelompok psikososial merupakan dampak dari konstruksi sosial. Stigmanisasi kelompok psikososial di ruang produksi mengakibatkan kelompok ini kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi hingga mengharuskan mereka mendapatkan pekerjaan yang mampu menerima statusnya sebagai disabilitas psikososial. Penelitian ini juga menemukan represi di ruang reproduksi lebih tinggi dibanding ruang produksi karena ada kekhawatiran aksi stigmanisasi akan berdampak kepada keluarga yang menyebabkan pengrusakan identitas melalui pengungkapan di ruang publik. Penemuan lainnya adalah terjadi pembatasan dengan skala dan isu tergantung keputusan tiap individu ketika melakukan aksi pernyataan diri di digital. Pembatasan ini terutama terjadi di topik bunuh diri. Tingginya represi di dua ruang utama, ruang produksi dan reproduksi tersebut, menjadikan kelompok disabilitas psikososial mencari ruang ketiga sebagai ruang aman. Di digital, kelompok ini menemukan keberanian untuk melakukan aksi pernyataan diri ini melalui karyanya sendiri sebagai ekspresi di ruang publik. Keberanian ini dipengaruhi kemudahan dan kebebasan berekspresi melalui fitur teks, gambar, video dan kombinasinya sesuai selera tiap individu. Selain itu, minimnya interaksi langsung dengan manusia membuat mereka merasa aman untuk berekspresi dengan berbagai gaya dan skala keterbukaan sesuai keputusan tiap individu. Penelitian menggunakan paradigma kritis dan pendekatan kualitatif melalui pengambilan data lapangan melalui wawancara narasumber penyandang disabilitas mental psikososial yang melakukan aksi peryataan diri di akun sosial media pribadinya.
This study concludes that social media can be a brave space for people with psychosocial mental disabilities to disclosure their identities and perform coming out actions in public spaces. Previous research has found that stigmatization of psychosocial groups leads to fear of seeking help and gaining access in public spaces such as access to health, education, economics and other basic rights of life. Research found that the high repression of dominance in the public sphere to psychosocial groups is the impact of social construction. The stigmatization of psychosocial groups in the production space has resulted in difficulties for this group to carry out economic activities, requiring them to find jobs that are able to accept their status as psychosocial disabilities. This study also found that repression in the reproductive space is higher than in the production space because there are concerns that stigmatization would have an impact on the family which lead to spoiling identity by disclosure in public spaces. There are also restrictions on the scale and topic of issues depending on the decision of each individual when making coming out action on digital. This restriction is particularly on the suicide thought topic. The high repression in the two main spaces, the production and the reproductive space, makes the psychosocial disability group look for a third space as a safe space. In digital, this group finds the courage to perform coming out action through its own work as an expression in the public space. This courage is influenced by the convenience and autonomy of expression through text, images, videos and their combinations according to individual's taste. In addition, the lack of direct interaction with humans makes the group feels safe to express themselves in various styles and scales of disclosure according to individual's decision. The research uses critical paradigm and qualitative approach by collecting data on the field based on interviewing persons with psychosocial mental disability who perform coming out action on social media accounts.