Aktivitas bongkar muat peti kemas menjadi salah satu lini yang menyumbang emisi CO2 terbesar pada area pelabuhan. Tiap pelabuhan mulai menerapkan konsep Green Port sebagai upaya mitigasi emisi CO2. Malaysia merupakan salah satu negara yang memiliki pelabuhan dengan pelayanan peti kemas terbesar di dunia dan sudah beberapa kali mendapatkan penghargaan dari The APSN (APEC Port Services Network) Green Port Award System. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan emisi CO2 pada terminal peti kemas yang ada di Indonesia dan Malaysia, kemudian dilakukan analisis dari hasil perhitungan untuk mendapatkan strategi penurunan emisi CO2. Model perhitungan pada penelitian kali ini menggunakan metode Bottom-Up yang menjadikan nilai konsumsi bahan bakar sebagai hasil perhitungan dengan rumus dari Teori Pergerakan Peti Kemas. Objek penelitian berupa 10 terminal peti kemas yang tersebar di wilayah Indonesia dan Malaysia, dimana masing-masing negara diwakili oleh 5 terminal peti kemas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Westport Container Terminal (Port Klang) merupakan penyumbang emisi CO2 tertinggi sebesar 171 ribu ton CO2 dan terminal dengan efisiensi pelayanan peti kemas terbaik berdasarkan emisi CO2 per Teu’s adalah NPCT 1 sebesar 9,8 kg emisi CO2 per Teu’s. Alat bongkar muat yang menyumbang emisi CO2 terbanyak pada masing-masing terminal adalah Quay Crane kecuali TPK Tanjung Perak yang mendapati hasil
Terminal Truck yang merupakan penyumbang emisi CO2 terbanyak. Efisiensi layout terminal dan Elektrifikasi alat bongkar muat merupakan strategi yang paling baik berdasarkan analisis hasil dari penelitian ini.
Loading and unloading activities of containers are among the largest contributors to CO2 emissions in port areas. Ports worldwide have begun to implement the Green Port concept as an effort to mitigate CO2 emissions. Malaysia is one of the countries with the largest container port services globally and has received several awards from The APSN (APEC Port Services Network) Green Port Award System. This study aims to compare CO2 emissions at container terminals in Indonesia and Malaysia, followed by an analysis of the calculation results to develop strategies for reducing CO2 emissions. The calculation model in this study employs the Bottom-Up method, which uses fuel consumption values as inputs based on the Container Movement Theory. The research includes 10 container terminals distributed across Indonesia and Malaysia, with each country represented by 5 container terminals. The results indicate that the Westport Container Terminal (Port Klang) is the largest contributor to CO2 emissions, amounting to 171 thousand tons CO2. The terminal with the highest container service efficiency based on CO2 emissions per TEU is NPCT 1, with 9.8 kg of CO2 emissions per TEU. The equipment contributing the most CO2 emissions at each terminal is the Quay Crane, except for TPK Tanjung Perak, where the Terminal Truck is the largest contributor to CO2 emissions. The most effective strategies based on the analysis results of this study are terminal layout efficiency and the electrification of loading and unloading equipment.