Bioaktivator merupakan substansi mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat proses dekomposisi sampah organik dalam pembuatan Pupuk Organik Cair (POC). Bioaktivator yang dikomersilkan kebanyakan berbentuk larutan atau cairan dan masih sedikit bioaktivator yang berbentuk padat. Padahal bioaktivator bentuk cairan membutuhkan penangan untuk memperbanyak mikroorganisme. Dibandingkan dengan bioaktivator cair, bioaktivator padat memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diaplikasikan dan waktu dekomposisi sampah organik yang cepat. Penelitian ini memberikan pengembangan formulasi bioaktivator yang lebih inovatif menggunakan tepung beras dan susu skim sebagai bahan pengisi dengan mengevaluasi kualitas pupuk organik cair berdasarkan lama dekomposisi dan kadar (%) N, P, dan K. Dalam pembuatan POC selama 14 hari, rasio penambahan mikroba bioaktivator (bakteri:fungi) divariasiasikan menjadi A (2:1), B (1:1), dan C (1:2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan lama dekomposisi, variasi A (2:1) merupakan variasi tercepat yang menghasilkan POC, yaitu pada hari ke 2 dengan volume akhirnya adalah 35 ml. Sedangkan berdasarkan parameter unsur hara, variasi C (1:2) merupakan variasi dengan kadar N, P, dan K tertinggi
Bioactivator are microorganism substances that are used to accelerate the decomposition process of organic waste in making Liquid Organic Fertilizer (LOF). Even though liquid bioactivators require handling to reproduce microorganisms. Compared with liquid bioactivators, solid bioactivators have several advantages such as easy application and fast organic waste decomposition time. This research provides the development of a more innovative bioactivator formulation using rice flour and skim milk as fillers by evaluating the quality of liquid organic fertilizer based on decomposition time and N, P, and K levels (%). In making LOF for 14 days, the ratio of adding bioactivator microbes (bacteria: fungi) were varied into A (2:1), B (1:1), and C (1:2). The research results showed that based on the decomposition time, variation A (2:1) was the fastest variation that produced LOF, namely on day 2 with a final volume of 35 ml. Meanwhile, based on nutrient parameters, the C variation (1:2) is the variation with the highest levels of N, P and K.