Pembahasan dalam skripsi ini mengangkat kasus pembentukan kerja sama rantai pasokan bahan baku mineral untuk kendaraan listrik antara AS dan Jepang dalam U.S.-Japan Critical Minerals Agreement (U.S.-Japan CMA). Pembahasan berfokus untuk menjawab pertimbangan masing-masing negara, khususnya AS, untuk tetap membentuk kerja sama walaupun menuai pertanyaan dalam berbagai aspek. Keputusan AS untuk bekerja sama dengan Jepang dinilai tidak ideal karena tidak sesuai dengan pola kebijakan industri dan pemilihan Jepang sebagai mitra di tengah situasi aliansi AS dan Jepang yang sedang melemah. Skripsi ini menggunakan kerangka analisis teori kerja sama milik Axelrod dan Keohane dengan metode penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif dan berpusat pada studi pustaka. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukkan bahwa faktor persepsi, resiprositas, prospek masa depan, dan rezim internasional menjadi penggerak utama yang mendorong payoff structure AS dan Jepang ke arah kerja sama rantai pasokan bahan baku mineral. Berdasarkan teori kooperasi, temuan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa insentif terhadap kedua negara untuk mematuhi kerja sama jauh lebih besar dibandingkan tidak mematuhi kerja sama. Teori ini membantu untuk meneliti sejauh mana variabel kontekstual dalam hubungan antarnegara mampu memengaruhi keputusan strategis kerja sama dagang internasional walaupun tidak dalam kondisi ideal.
This study examines the cooperation between the United States and Japan on critical minerals supply chains for electric vehicles through the U.S.-Japan CMA in 2023. The discussion aims to explain why both countries agreed to the pact, particularly the United States, despite domestic controversy. The decision to cooperate with Japan was not ideal, as it diverges from the United States’ energy security policy. Additionally, the deteriorating alliance between the two nations raises questions about Japan’s viability as a trade partner. To understand the U.S. and Japan’s actions in establishing the U.S.-Japan CMA, this thesis employs the theory of cooperation by Axelrod and Keohane as an analytical framework. The research, which focuses on desk research and exploratory qualitative methods, reveals that perception, reciprocity, and international regimes are the primary factors influencing the payoff structure between the two nations. According to the theory of cooperation, these findings suggest that the incentives for both countries to comply with cooperation are significantly greater than those for non-compliance. This theory helps to analyze the ways in which contextual variables influence strategic decisions about international trade agreement, even in non-ideal conditions.