Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan representasi marginalisasi dan kritik sosial yang terkandung dalam film Manbiki Kazoku karya Hirokazu Kore-eda. Data primer diperoleh dari film Manbiki Kazoku menggunakan teknik dokumentasi. Adegan yang dianggap mengandung representasi marginalisasi dicatat dan dipilih sebagai sumber data primer. Sumber data sekunder diperoleh melalui metode studi pustaka menggunakan artikel, buku, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. Teori yang digunakan merupakan teori representasi menurut Stuart Hall dan data dianalisis melalui teori semiotika menurut Roland Barthes. Penelitian ini menemukan bahwa pada film Manbiki Kazoku, marginalisasi direpresentasikan melalui kehidupan dan pengalaman masing-masing anggota Keluarga Shibata. Kondisi sosial ekonomi mereka tercermin dalam penampilan dan kehidupan sehari-hari mereka, yang memaksa mereka untuk mencuri sebagai strategi bertahan hidup, menyoroti bahwa individu yang terpinggirkan sering kali terpaksa mengambil jalan tidak legal untuk bertahan. Tantangan pekerjaan mereka sebagai pekerja paruh waktu dan pekerja seks menunjukkan kerentanan terhadap eksploitasi dan stigmatisasi. Pengalaman Shota dan Yuri, termasuk penelantaran, kekerasan, dan keterbatasan pendidikan, serta isolasi nenek Hatsue, juga mencerminkan marginalisasi.
This study aims to explain the representation of marginalization and social criticism contained in Hirokazu Kore-eda's Manbiki Kazoku. Primary data was obtained from the movie Manbiki Kazoku using documentation technique. Scenes that are considered to contain representations of marginalization are noted and selected as primary data sources. Secondary data sources were obtained through the literature study method using articles, books, journals, and other scientific works. The theory used is the theory of representation according to Stuart Hall and the data is analyzed through semiotic theory according to Roland Barthes. This study found that in the film Manbiki Kazoku, marginalization is represented through the lives and experiences of each member of the Shibata Family. Their socio-economic condition is reflected in their appearance and daily life, which forces them to shoplift as a survival strategy, highlighting that marginalized individuals are often forced to take illicit means to survive. Their employment challenges as part-time workers and sex workers demonstrate their vulnerability to exploitation and stigmatization. Shota and Yuri's experiences, which includes neglect, abuse, and educational limitations, as well as Hatsue's isolation, also reflect marginalization.