Penulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh dampak pariwisata dan urbanisasi terhadap pola keruangan perumahan dan permukiman Desa Adat Bugbug. Desa Adat Bugbug yang berada di Kabupaten Karangasem, dikenal karena keindahan alamnya yang unik dibandingkan dengan wilayah Bali lainnya. Wilayah ini masih mempunyai bentuk keruangan yang tradisional yang kokoh sebagai ciri khas, dan pertumbuhan pariwisata telah berpotensi merubah pola tata ruang tradisional Bali yang ada di sana. Menarik untuk melihat seberapa besar pengaruh urbanisasi yang digerakan oleh sektor pariwisata terhadap bangunan dan tata ruang tradisional di Bali, khususnya di wilayah pariwisata Desa Adat Bugbug. Sementara konsep filosofis (Tri Hita Karana) tetap ada. Metode kualitatif dengan studi kasus digunakan, meliputi survei lapangan, analisis data sekunder dan wawancara dengan penduduk lokal, Hasil studi mengindikasikan bahwa hingga saat ini, dampak kepariwisataan kepada pola ruang dan bangunan tradisional di wilayah kepariwisataan Desa Adat Bugbug belum mengganggu atau mengubah pola ruang dan bangunan secara keseluruhan. Namun, perubahan hanya terjadi pada bentuk dan fungsi. Hal ini disebabkan oleh konsep filosofis dalam pembangunan yang dikenal sebagai Tri Hita Karana, yang berfungsi sebagai contoh untuk semua pembangunan yang dikerjakan oleh warga setempat dan semua perusahaan kepariwisataan. Tetapi, memantau perubahan harus dilakukan agar pertumbuhan pariwisata tidak merusak budaya tradisional masyarakat
This study aims to evaluate the impact of tourism and urbanization on the spatial patterns of housing and settlements in Desa Adat Bugbug. Desa Adat Bugbug, located in Karangasem Regency, is renowned for its unique natural beauty compared to other regions in Bali. This area still retains a robust traditional spatial form as its characteristic, and the growth of tourism has significantly impacted the traditional Balinese spatial patterns present there. It is intriguing to observe the extent of tourism's impact on traditional buildings and spatial planning in Bali, particularly in the tourist area of Desa Adat Bugbug. However, changes only occur in form and function, while the philosophical concept (Tri Hita Karana) remains intact. A qualitative method with a case study approach is used, including field surveys, secondary data analysis, and interviews with local residents. The study's findings indicate that, to date, the impact of tourism on traditional spatial patterns and buildings in the tourist area of Desa Adat Bugbug has not disrupted or altered the overall spatial patterns and buildings. This is due to the philosophical concept in development known as Tri Hita Karana, which serves as a model for all developments undertaken by local residents and all tourism companies. Nevertheless, monitoring changes is necessary to ensure that the growth of tourism does not damage the traditional culture of the community.