Penelitian ini membahas mengenai akibat hukum dan urgensi akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) pengganti yang dibuat oleh notaris, setelah menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) di bawah tangan yang pertama, salah satu penghadapnya meninggal dunia. RUPSLB di bawah tangan pertama tersebut terlambat dilaporkan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sehingga dibuatlah RUPSLB di bawah tangan kedua, namun salah satu penghadap yang sudah meninggal dunia tersebut dibuat seakan-akan menghadiri dan mengikuti jalannya RUPSLB dibawah tangan kedua sebagai dasar penerbitan akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) pengganti. Untuk menjawab penelitian tersebut digunakan metode penulisan doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris yang menggunakan data sekunder atau dengan menggunakan studi dokumen, simpulan penelitian ini ialah akta PKR pengganti yang dibuat oleh notaris yang penghadapnya sudah meninggal namun seolah-olah dianggap hadir dalam RUPSLB di bawah tangan kedua mengandung cacat hukum, sehingga akta tersebut kehilangan keautentikannya dan akta PKR pengganti berdasarkan RUPS kedua tersebut batal demi hukum. dilaksanakannya RUPSLB di bawah tangan kedua sebagai dasar penerbitaan akta PKR pengganti adalah tidak ada urgensinya. Notaris tidak perlu membuat akta PKR pengganti namun, cukup dengan membuat akta penegasan yang isinya menegaskan bahwa akta tersebut dibuat untuk menegaskan akta PKR yang telah lewat waktu pelaporan pada Kemenkumham.
This research discusses the legal consequences and urgency of the replacement Meeting Decision Statement (PKR) deed made by a notary, after attending the Extraordinary General Meeting of Shareholders (EGMS) under the first hand, one of the presenters died. The EGMS under the first hand was reported too late to the Ministry of Law and Human Rights (Kemenkumham) so an EGMS under the second hand was made, but one of the presenters who had passed away was made to appear as if he had attended and followed the proceedings of the EGMS under the second hand as the basis for the issuance. deed of replacement Meeting Decision Statement (PKR). To answer this research, a doctrinal writing method was used with an explanatory research type using secondary data or using document studies. The conclusion of this research is that the replacement PKR deed made by a notary whose party has died but is considered to be present at the EGMS under the second hand contains legally flawed, so that the deed loses its authenticity and the replacement PKR deed based on the second GMS is null and void. The implementation of the EGMS under the second hand as the basis for the issuance of a replacement PKR deed has no urgency. The notary does not need to make a replacement PKR deed, however, it is enough to make a confirmation deed which confirms that the deed was made to confirm the PKR deed which has passed the reporting time to the Ministry of Law and Human Rights.