Negara-negara Asia Selatan mendominasi industri ship recycling, namun mereka menghadapi masalah terkait kontaminasi, kesehatan kerja, dan praktik yang tidak berkelanjutan. Regulasi terbaru dalam industri ship recycling sekarang memungkinkan galangan kapal di luar Asia dengan praktik berkelanjutan untuk di sertifikasi oleh Hong Kong Convention (HKC) untuk berpartisipasi dalam pasar ini. Mengingat bahwa galangan kapal Indonesia sedikit mendapatkan pesanan kapal baru, kapasitas produksi mereka dapat dialihkan untuk daur ulang kapal. Kemudian, kontribusi baru dari makalah ini adalah bahwa ini merupakan studi pertama untuk menganalisan potensi ekonomi dari ship recycling untuk galangan kapal di Indonesia. Strategi penelitian yang diadopsi didasarkan pada armada Indonesia yang berpotensi untuk didaur ulang selama 25 tahun ke depan. Wawancara semi-terstruktur dengan profesional sektor maritim, serta pemangku kepentingan galangan kapal dan pemilik kapal, dilakukan untuk mengidentifikasi persepsi terhadap aktivitas ini di Indonesia. Potensi ekonomi yang diwakili oleh nilai pasar LDT yang diekstraksi dari kapal-kapal tua dalam armada Indonesia menawarkan peluang menarik bagi galangan kapal Indonesia, yang jumlahnya mencapai sekitar IDR 90,9 triliun Rp 3,498,192,620,500 per tahun. Hasil analisis Input-Output menunjukkan bahwa peningkatan sebesar Rp. 1 dalam aktivitas ekonomi di sektor daur ulang kapal berpotensi meningkatkan nilai tambah dalam perekonomian sebesar Rp. 0,79. Namun, pemangku kepentingan lokal dan internasional menyarankan bahwa galangan kapal Indonesia perlu memperoleh keahlian dan memperluas studi kelayakan untuk mengembangkan daur ulang kapal secara lokal.
South Asian countries dominate the ship recycling industry, but they face issues related to contamination, occupational health, and unsustainable practices. Recent regulations in the ship recycling industry now allow shipyards outside Asia with sustainable practices to be certificated by the Hong Kong Convention (HKC) to participate in this market. Given that Indonesian shipyards have not been securing new ship orders, their production capacity could be redirected towards ship recycling. Then, the novelty of this paper contribution is that it is the first to examine economic potential of ship recycling for Indonesian shipyards. The research strategy adopted was based data collected from the Indonesian fleet with the potential to be recycled over the next 25 years. Semi-structured interviews with maritime sector professionals, as well as shipyard stakeholders and ship owners, were conducted to identify the perception of this activity in Indonesia. The economic potential represented by the market value of LDT extracted from obsolete ships within the Indonesian fleet offers an appealing opportunity for Indonesian shipyards, amounting to approximately IDR 90,9 trillion or Rp 3,498,192,620,500 per year. This indicate that Indonesia has a chance to be one of the player in Asia. The result of I-O analysis shows that an increase of Rp. 1 in economic activity in the ship recycling sector has the potential to boost the added value in the economy by Rp. 0,79. However, local and international stakeholders suggest that Indonesian shipyards need to acquire expertise and expand feasibility studies to develop ship recycling locally.