Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi telah berkembang pesat dan digunakan secara masif di seluruh dunia. Mesin kecerdasan buatan atau AI pada masa ini mampu memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia. Saat ini, sudah hadir generative AI dengan bentuk chatbot yang mampu menjawab pertanyaan dalam bentuk prompt dari manusia sebagai pengguna. Namun, tentunya perkembangan pesat kecerdasan buatan ini tidak bersifat sempurna. Dalam beberapa situasi, terjadi kesalahan dalam perkembangan kecerdasan buatan dan hal tersebut justru berpotensi untuk merugikan manusia, contohnya terjadinya pencemaran nama baik dalam chatbot seperti yang terjadi pada tahun 2023 di Amerika Serikat. Situasi tersebut pastinya akan menimbulkan beberapa macam ketidakpastian, salah satunya adalah pihak yang akan bertanggungjawab dalam hal terjadinya kesalahan hasil dari mesin kecerdasan buatan. Perumusan penulisan akan membahas lebih lanjut mengenai kedudukan generative AI di Indonesia dan Amerika Serikat sampai dengan tanggung jawab terhadap performa AI yang dianggap mencemarkan nama baik. Penulisan penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum doktrinal yang disusun lebih lanjut dengan pendekatan analisis yuridis normatif, yaitu dengan berfokus kepada kaidah-kaidah norma hukum dan penerapannya.
Today, technology has developed rapidly and is used massively throughout the world. Today's artificial intelligence or AI machines are able to fulfil various human needs. Currently, generative AI is available in the form of chatbot which is able to answer questions in the form of prompts from humans as users. However, of course, the rapid development of artificial intelligence is not perfect. In several situations, errors occur in the development of artificial intelligence and has the potential to harm humans, for example defamation in chatbots as happened in 2023 in the United States. Such situation will inevitably create several kinds of uncertainty, one of which is determining who will be held responsible when errors arise as the results of artificial intelligence systems. The formulation of this paper will discuss the standing of generative AI in Indonesia and the United States, including responsibility for AI performance that is considered defamatory. The writing of this study is reviewed with doctrinal research method, developed with a normative juridical analysis approach, focusing on legal norms and the application of legal norms.