Regulasi terkait aset kripto sangat bervariasi antar negara, sehingga penggunaanya disetiap negara tidaklah sama. Ada negara yang mendukung secara penuh penggunaan aset kripto, ada negara yang menerima secara limitatif dan negara yang melarang dalam pengunaan aset kripto. Adanya perbedaan perspektif dalam memandang aset kripto tentu menimbulkan berbagai permasalahan dalam penanganannya ketika aset kripto itu sendiri digunakan sebagai alat atau hasil kejahatan. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu: Bagaimana pengaturan dan pengawasan aset kripto di Indonesia, Bagaimana peranan Rupbasan pada proses penyitaan dan pengawasan aset kripto hasil kejahatan, Bagaimana konsep yang tepat pelaksanaan penyitaan dan pengawasan terhadap aset kripto hasil kejahatan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan, Bappebti, Ojk, Ppatk dan Rupbasan. Metode perbandingan hukum digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu dengan Slovenia untuk mengembangkan hukum dan mempertajam penelitian hukum. Belum adanya payung hukum terhadap prosedur penyitaan bukti elektronik. Sejauh ini peran Rupbasan dalam menyimpan benda tidak berwujud, seperti data elektronik, aset digital atau informasi dalam sistem komputer masih tidak terlihat terutama dalam benda tidak berwujud bebentuk kripto. Diperlukannnya regulasi yang jelas terkait dengan pengelolaan benda sitaan atau barang rampasan negara pada benda tidak berwujud.
Regulations related to crypto assets vary greatly between countries, so their use in each country is not the same. There are countries that fully support the use of crypto assets, there are countries that accept them limitatively and countries that prohibit the use of crypto assets. The existence of different perspectives in viewing crypto assets certainly raises various problems in handling them when the crypto assets themselves are used as tools or proceeds of crime. This raises problems, namely: How is the regulation and supervision of crypto assets in Indonesia, What is the role of Rupbasan in the process of confiscating and supervising crypto assets resulting from crime, What is the right concept for the implementation of confiscation and supervision of crypto assets resulting from crime in the criminal justice system in Indonesia. The method used in this research is doctrinal, using document studies and interviews with stakeholders such as the Police, Prosecutors' Office, Bappebti, Ojk, Ppatk and Rupbasan. The comparative law method, specifically drawing insight from Slovenia, is employed to enhance legal development and refine the study's finding. There is no national standard for the procedure of confiscating electronic evidence. So far, the role of Rupbasan in managing intangible objects, such as electronic data, digital assets or information in computer systems is still invisible, especially in crypto intangible objects. Clear regulations are needed regarding the management of confiscated objects or state confiscation of intangible objects.