Latar belakang masalah : pada bedah pintos koroner (BPK) yang bertujuan memperbaiki miokard, dapat terjadi suatu keadaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, fenomena ini dikenal sebagai injuri reperfusi. Salah satu hipotesis patofisiologi injuri reperfusi adalah pembentukan radikal bebas oksigen (RBO), dimana RBO yang sangat reaktif dan sitotoksik akan merusak membran fosfolipolipid sel sehingga terbentuk peroksida lipid. Salah satu sumber RBO yang penting berasal dari metabolisme arakidonat. Kadar asam arakidonat (AA) yang tinggi pada membran sel akan meningkatkan produksi RBO. Sebaliknya, diit suplementasi asam ekosapentanoat (AEP) terbukti menurunkan produksi RBO meskipun mekanismenya belum diketahui. TuJuan penelltlan : untuk membuktikan bahwa terjadi peningkatan peroksida lipid pascapintas jantung-paru (PJP), rasio AEP/AA dalam plasma berhubungan dengan peningkatan produksi peroksida lipid dan terdapat hubungan rasio AEP/AA dengan parameter klinis injuri reperfusi pada penderita PJK yang dilakukan BPK. Bahan dan Cara kerJa : penelitian ini bersifat observasional dengan jumlah sampel 20 penderita, semuanya laki-laki, belum pemah dilakukan angioplasti atau BPK sebelumnya, fraksi ejeksi ~ 50% berdasarkan kateterisasi koroner dan tidak minum obatobat yang mempengaruhi aktivitas radikal bebas. Kriteria eksklusi : kadar kreatinin serum > 2 mg/dl, terdapat gangguan fungsi hepar dan sedang dalam pengobatan kortikosteroid. Sampel darah diambil dari sinus koronarius sebelum PJP untuk pemeriksaan kadar AEP, AA dan peroksida lipid, kemudian 5-10 menit sesudah PJP darah diambil lagi untuk pemeriksaan peroksida lipid, semua pemeriksaan dilakukan dengan alat HPLC (high performance liquid chromatography). Parameter klinis injuri reperfusi yang dinilai adalah kejadian arimia reperfusi dan cardiac index. Hasll penelltlan : didapatkan kadar AEP rataan 1,971 I 1,716 j.lgT, kadar AA rataan 25,386 I 12,657 pgr dan rasio AEP/AA rataan 0,08 I 0,05. Kadar peroksida lipid sesudah PJP meningkat sangat bermakna dibanding sebelum PJP (0,802 I 0,281 vs 0,532 I 0,13 J.ITT1ol/L, p = 0,0003) dengan peningkatan peroksida lipid (8 PL) rataan sebesar 0,27 ::t 0,336 f.lTT1ol/L. Analisis regresi linier menunjukkan hubungan yang bermakna antara AEP us 8 PL (/3 = 0,798, p = 0,000), AA us 8 PL (/3 = 0,451, p = 0,046) dan rasio AEP/AA us 8 PL (/3 = 0,509, p = 0,022) sedangkan uariabellain seperti lama klem aorta, lama mesin PJP dan jumlah tandur tidak menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis regresi multipel, hanya kadar AEP yang menunjukkan hubungan bermakna dengan peningkatan peroksida lipid (/3 = 1,084, p = 0,03). Terhadap parameter klinis injuri reperfusi, hanya rasio AEP/AA yang menunjukkan hubungan bermakna dengan aritmia reperfusi (p = 0,044), sedangkan terhadap cardiac index tidak menunjukkan hubungan bermakna. Demikian pula, kadar peroksida lipid sesudah PJP tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan parameter klinis injuri reperfusi. Keslmpulan : teTjadi peningkatan peroksida lipid pasca PJP, terdapat hubungan antara rasio AEP/AA dalam plasma dengan produksi peroksida lipid dan terdapat hubungan antara rasio AEP/AA dalam plasma dengan kejadian aritmia reperfusi pada penderita PJK yang dilakukan BPK. Saran : agar dilakukan penelitian lanjutan berupa pene/itian kasus-kontrol yang bertujuan untuk memperbaiki rasio AEP/AA sebagai upaya pencegahan terhadap injuri reperfusi yang akan teTjadi pada penderita PJK yang dilakukan BPK.