Buku "Berani Melawan Arus" menuturkan perjuangan hidup Prof. Dr. Frans Hendra Winarta, S.H., tang Baru berbagai tantangan dalam meniti karier profesionalnya sebagai etnis Tionghoa. Namun, ia tampil sebagai tokoh nasionalis membela buruh dan mahasiswa di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia. Gerakannya yang gagah berani di Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia (LPHAM) yang dipimpin H.J.C. Princen dan Yap Thiam Hien, berlanjut di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pimpinan Adnan Buyung Nasution.
Eksepsi Frans dan kawan-kawan menggetarkan ruang-ruang sidang pengadilan dan bergaung ke ruang publik. Ia dididik orangtua dengan nilai religi dan tradisi yang mengutamakan prinsip kemanusiaan universal dalam pergaulan multikultural. Taat pada ajaran para dosennya di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan. Meneladani sikap para senior di Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) yang bersemboyan "keadilan harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh" serta menjunjung tinggi advokat sebagai profesi yang mulia.
Ketika ditunjuk menjadi Ketua Hubungan Internasional Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) tiga kali masa jabatan, Frans berhasil memperjuangkan diterimanya Ikadin sebagai anggota International Bar Association (IBA), menyelamatkan TKI dari hukum gantung di Malaysia, membina kerja sama dengan organisasi advokat dari mancanegara. Sebagai arbiter, Frans dipercaya menjadi Representatif Indonesia oleh The International Chamber of Commerce (ICC) yang paling berwibawa di dunia. Tokoh yang terkenal jujur dan bersih ini menduduki berbagai jabatan prestisius di Era Reformasi di antaranya: Anggota Dewan Pimpinan Komisi Hukum Nasional (KHN), Tim Pakar, Staf Ahli, Konsultan Hukum, beberapa kementerian dan lembaga negara, Anggota Tim Rancangan Undang-Undang (RUU) Korupsi, Advokat, Komisi Yudisial, pendiri dan pemimpin berbagai lembaga kajian dan organisasi, serta Ketua 'Umum Peradin yang diaktifkan kembali setelah 23 tahun mati suri.