Kasus penyalahguna narkotika yang berada di lapas terus mengalami peningkatan. Dalam Undang – Undang 35 Tahun 2009 tentang narkotika juga masih belum secara tegas menjelaskan hukuman untuk penyalah guna di pidana atau rehabilitasi. Penyalahguna narkotika adalah orang yang sakit secara fisik dan psikis karena ketergantungannya (adiksi) sehinga harus di rehabilitasi. Oleh karena itu Ditjen Pemasyarakatan melaksanakan program layanan rehabilitasi narkotika agar mereka dapat pulih dan memiliki kualitas hidup yang baik. Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan pembinaan WBP di lembaga pemasyarakatan, dalam hal ini adalah melalui layanan rehabilitasi narkotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran kualitas hidup WBP yang mengkuti layanan rehabilitasi di Lapas Narkotika Kelas II A Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi dan studi literatur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas hidup WBP yang mengikuti rehabilitasi sosial dipengaruhi oleh lima dimensi kualitas hidup yaitu profesionalisme petugas, keharmonisan, keamaanan, kondisi dan kontak dengan keluarga serta kesejahteraan dan pengembangan personal. Selain itu SDM, Sarana dan Prasarana, Program Therapeutic Community serta budaya penjara juga mempengaruhi kualitas hidup WBP. Ditemukan kendala - kendala yang menghambat berjalannya layanan rehabilitasi sosial secara maksimal yaitu, kuantitas dan kualitas petugas konselor, kurangnya pengawasan dan pengendalian petugas, keterbatasan sarana dan prasarana serta prosedur pelaksanaan program yang tidak sesuai dengan standar dikarenakan keterbatasan serta tidak fleksibelnya anggaran yang dimiliki.

---

The cases of drug abusers in prisons are continue to increase. Law 35 of the Republic of Indonesia number 35 year 2009 about Narcotics not explicitly clear about the punishment for drug abuser supprosed to be sent to prison or rehabilitation. Drug abuser is a person who is physically and psychologically sick because of his dependence (addiction) so they need to be rehabilitated. Therefore, the Directorate General of Corrections implements a drug rehabilitation program so that they can recover and have a good quality of life. Quality of life is an important indicator to assess the success of fostering inmates in prisons, in this case through drug rehabilitation services. The purpose of this study is to see the ldescription of the quality of life of inmates who participate in rehabilitation services at Class II A Jakarta Narcotics Prison. This study uses data collection techniques through interviews, observations and literature studies. The results of this study indicate that quality of life of inmates undergoing social rehabilitation is influenced by five dimensions of quality of life, which are officer professionalism, harmony, conditions and contact with family and personal development. In addition, human resources, facilities and infrastructure, the Therapeutic Community Program and prison culture also affect the quality of life of the inmates. There were obstacles were found that hindered the rehabilitation, which is the quantity and quality of officers, lack of supervision and control of officers, limited facilities and infrastructure as well as program implementation procedures that were not in accordance with the limited ability and the inflexibility of the budget.