Penanganan Foreign Terrorist Fighter (FTF) merupakan persoalan yang kompleks yang membutuhkan pendekatan dari berbagai bidang ilmu dan keahlian. Oleh karena itu, aktor dalam penanggulangan terorisme kini tidak hanya lembaga penegak hukum, namun juga lembaga lain termasuk organisasi non-pemerintah untuk dapat menghasilkan pelayanan yang menyeluruh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk menggambarkan kolaborasi antarlembaga yang dilakukan dalam penanganan deportan di RPTC Bambu Apus yaitu antara Satgas FTF BNPT, Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus (Kementerian Sosial), Direktorat Deradikalisasi BNPT, dan organisasi non-pemerintah (NGO). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan lembaga-lembaga yang terlibat dan klien, observasi, dan berbagai dokumen/literatur sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi antarlembaga memungkinkan adanya pertukaran sumber daya dan perspektif yang lebih luas dalam strategi intervensi. Kolaborasi menghasilkan integrasi antara pendekatan keamanan dengan rehabilitasi psikososial dan deradikalisasi. Meskipun demikian kolaborasi mengalami kendala pada legalitas (payung hukum) yang berdampak pada alokasi anggaran, sumber daya manusia, komitmen, dan program intervensi.
Addressing Foreign Terrorist Fighter (FTF) problem is a complex issue that requires approaches from various fields of science and expertise. Therefore, many counter-terrorism agencies carry out interagency collaborative work in order to holistic service provision and counter-terrorism. This study uses a quaitative approach with the type of descriptive research to describe interagency collaboration in handling deportees in Save House and Trauma Center (RPTC) Bambu Apus conducted by Foreign Terrorist Fighters (FTF) Task Force of The National Counter-Terrorism Agency (BNPT) involving RPTC Bambu Apus (Ministry of Social Affairs), Directorate of Deradicalization of BNPT, and Non-Government Organization. Data is collected through in-depth interviews with the institutions involved and clients, observations, and study documents/literature. The results show that inter-agency collaboration allows accessing resources and a broader perspective on intervention strategies to integrate psychosocial rehabilitation, deradicalization, and security approaches. Constraints that occur in collaboration are legality (regulation), which impacts budget allocation, human resources, commitment, and intervention programs.