Penyelenggaraan program Keluarga Berencana di wilayah DTPK bukan hanya berbicara mengenai pembatasan jumlah anak, namun melainkan upaya pemerintah dalam pemenuhan hak-hak reproduksi para Pasangan Usia Subur (PUS) melalui penggunaan kontrasepsi modern. Selain itu, penyelenggaraan pelayanan KB modern merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mencapai salah satu tujuan RPJMN 2020-2024 yaitu Mewujudkan Sumber Daya Manusia yang Mampu Berkualitas dan Berdaya Saing. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan pontong lintang dan menggunakan analisis multivariat bertingkat dalam proses analisisnya, yaitu regresi linear berganda dan regresi logistic berganda. Pengumpulan data dilakukan melalui data sekunder yaitu Laporan Pengendalian Lapangan (Dallap) dan Pelayanan Kontrasepsi (Pelkon) BKKBN Pusat periode bulan Januari-Desember Tahun 2020. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata kesertaan KB modern di wilayah Tertinggal sebesar 63,32%, wilayah Perbatasan 71,87% dan wilayah Kepulauan 72,13% dan kabupaten DTPK sebesar 67,89%. Hasil uji bivariate tahap I menunjukan terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata kesertaan KB modern di daerah tertinggal (nilai P = 0,000) dan kabupaten yang termasuk wilayah DTPK (nilai P = 0,001) serta terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi penyuluhan KB (nilai P = 0,011), ketersediaan dokter terlatih (nilai P = 0,047) dan ketersediaan bidan terlatih (nilai P = 0,048) dengan kesertaan KB modern. Hasil uji multivariat regresi linear berganda menunjukkan bahwa variabel karakteristik daerah tertinggal memiliki hubungan signifikan (nilai P = 0,000, koefisien Beta = 0,268) dengan kesertaan KB modern. Sedangkan hasil uji bivariat tahap II dengan menggunakan analisis regresi logistik sederhana menunjukan bahwa variabel ketersediaan alat dan obat kontrasepsi modern, gerak MUYAN KB, ketersediaan dokter terlatih, ketersediaan bidan terlatih, ketersedian penyuluh KB Bangga Kencana dan frekuensi penyuluhan KB memiliki hubungan signifikan dengan daerah tertinggal dan tiap variabel memiliki nilai P = 0,000.
The implementation of the Family Planning programme in the DTPK area is not only about limiting the number of children, but also as a government efforts to fulfill the reproductive rights of couples of reproductive age (PUS) through the use of modern contraceptive. In addition, the implementation of modern contraceptive services is one of the government’s efforts in achieving one of the objectives of RPJMN 2020-2024, namely creating quality and competitive human resources. This research is a quantitative research with cross sectional design and uses two processes in multivariate analysis, namely multiple linear regressions and multiple logistic regressions. Data collection is carried out through secondary data, namely Pengendalian Lapangan (Dallap) and Pelayanan Kontrasepsi (Pelkon) reports of the Central BKKBNJanuary-December period in 2020. The result shows that the average modern contraceptive participation in disadvantaged areas was 63, 32%, border area 71,87% and islands area 72,13 and DTPK districts 67,89%. Bivariate results showed that there was significant difference between the average modern contraceptive participation in disadvantages area (P value = 0,000) and districts that include DTPK area (P value = 0,001) with districts/cities that did not include disadvantages and DTPK area. There was a significant relationship between the frequency of family planning counseling (P value = 0,011), availability of trained doctors (P value = 0,047) and availability of trained midwives (P value = 0,048) with modern family planning participation. The result of multiple linear regression multivariate test showed that the variable characteristics of disadvantaged areas had a significant relationship (P value =0,000, Beta coefficient = 0,268). While the results of the second phase of the bivariate test using simple logistic regression analysis showed that the variables of the availability of modern contraceptive devices and drugs, the MUYAN KB movement, the availability of trained midwives, the availability of Bangga Kencana family planning instructors and the frequency of family planning counseling had a significant relationship with disadvantaged areas and each variable has a P value = 0,000.