Latar Belakang: Maloklusi dan postur kepala memiliki hubungan yang kompleks melalui pola pertumbuhan kraniofasial dan perkembangan skeletal. Meskipun telah banyak dilakukan penelitian pada populasi Kaukasoid, terdapat bukti yang terbatas mengenai hubungan antara postur kepala dan maloklusi skeletal di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi distribusi postur kepala pada maloklusi skeletal kelas I, kelas II, dan kelas III dengan fokus pada sudut kranioservikal yang diperoleh dari radiograf sefalometri lateral. Metode: Studi retrospektif dan deskriptif ini menganalisis 118 sampel radiograf sefalometri lateral yang dilakukan secara konvensional, yang diperoleh dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti, RSKGM FKG Universitas Indonesia. Sudut kranioservikal (NSL/OPT, NSL/CVT, NL/OPT, NL/CVT) diukur menggunakan protokol yang terstandarisasi sesuai dengan landmark yang dipublikasikan oleh Solow dan Tallgren, sedangkan klasifikasi maloklusi skeletal dievaluasi menggunakan sudut ANB. Analisis statistik seperti analisis univariat dilakukan untuk menentukan frekuensi dan distribusi postur kepala serta variasinya pada kelas maloklusi yang berbeda, dan dianalisis lebih lanjut berdasarkan jenis kelamin. Reliabilitas hasil dipastikan melalui pengujian Intraclass Correlation Coefficient untuk tes intra-observer dan inter-observer. Hasil: Maloklusi kelas III menunjukkan sudut kranioservikal tertinggi (NSL/OPT: 79,89° ± 6,9°; NSL/CVT: 75,76° ± 6,93°), yang menunjukkan kecenderungan postur kepala dalam posisi ekstensi. Sebaliknya, maloklusi kelas II menunjukkan nilai yang lebih rendah (NSL/OPT: 74,04° ± 7,74°; NSL/CVT: 69,92° ± 7,02°), yang berhubungan dengan postur kepala yang fleksi. Analisis berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa laki-laki memiliki sudut kraniocervikal lebih tinggi pada kelas I dan II, sedangkan perempuan memiliki nilai lebih tinggi pada kelas III. Kesimpulan: Penelitian ini mengevaluasi postur kepala secara mendalam sehingga dapat membantu klinisi memahami interaksi multifaset antara postur kepala dan maloklusi, yang pada akhirnya dapat menghasilkan strategi perawatan yang lebih terarah dan efektif.
Background: Malocclusion and head posture are complexly related through craniofacial growth patterns and skeletal development. Despite extensive studies in Caucasoid populations, there is limited evidence of the relationship between head posture and skeletal malocclusion in Indonesia. This study investigates the distribution of head posture across class I, class II, and class III skeletal malocclusion with a focus on craniocervical angles derived from lateral cephalometric radiographs. Methods: This retrospective and descriptive study analysed 118 conventionally-traced lateral cephalometric radiograph samples obtained from the patients at the Clinic of Orthodontics, Dental Teaching Hospital, Universitas Indonesia. Craniocervical angles (NSL/OPT, NSL/CVT, NL/OPT, NL/CVT) were assessed using standardised tracing protocols according to the landmark published by Solow and Tallgren, and the skeletal malocclusion classifications were evaluated through ANB angle. Statistical analysis such as univariate analysis were performed to determine the frequency and distribution of head posture and its variations in different malocclusion classes and was further analysed by gender. Reliability of the results was ensured through Intraclass Correlation Coefficient for both intra-observer and inter-observer tests. Results: Class III malocclusion exhibited the highest craniocervical angles (NSL/OPT: 79.89° ± 6.9°; NSL/CVT: 75.76° ± 6.93°), suggesting a trend towards extended head posture. Conversely, Class II malocclusion displayed lower values (NSL/OPT: 74.04° ± 7.74°; NSL/CVT: 69.92° ± 7.02°), correlating with a flexed posture. Gender-based analysis revealed that males demonstrated higher cranio-cervical angles in Class I and II, while females had higher values in Class III. Conclusion: This study evaluates head posture a step deeper so that clinicians can better grasp the multifaceted interactions between head posture and malocclusion, suggesting more targeted and effective treatment strategies.