Tesis ini mengkaji mengenai: (i) kewenangan arbitrase sebagai peradilan swasta dalam menetapkan dan melaksanakan sita jaminan; (ii) upaya hukum terhadap pelaksanaan sita jaminan arbitrase; (iii) pengaturan terkait kewenangan pengadilan dalam melaksanakan sita jaminan arbitrase. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arbitrase sebagai peradilan swasta berwenang dalam menetapkan sita jaminan, namun tidak memiliki kewenangan dalam melaksanakannya. Berdasarkan tinjauan teori, arbitrase sebagai peradilan swasta dapat mengeluarkan putusan sela sebagai upaya membantu dan melindungi hak para pihak, termasuk menetapkan sita jaminan. Sita jaminan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengamankan aset sehingga dapat mencegah putusan arbitrase menjadi illusoir. Namun, sebagai lembaga peradilan swasta, arbitrase tidak dapat mengeksekusi putusannya sendiri dan tidak memiliki kekuatan memaksa dalam pelaksanaan sita, dengan kata lain tidak memiliki kewenangan eksekutorial seperti pengadilan yang dilengkapi dengan perangkat eksekutorial berupa jurusita dan panitera. Kemudian, Pasal 29 ayat (5) Perma No. 3 Tahun 2023 mengatur bahwa pelaksanaan sita dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Hukum Acara Perdata, ketentuan tersebut tidak menghalangi pihak ketiga untuk mengajukan perlawanan terhadap pelaksanaan sita jaminan arbitrase melalui mekanisme derden verzet. Kemudian, mengacu pada ketentuan section 44 UK Arbitration Act 1996 yang mengatur kewenangan pengadilan dalam melaksanakan putusan sela arbitrase di Inggris, ketentuan mengenai kewenangan pengadilan dalam melaksanakan putusan sela, khususnya sita jaminan seharusnya diatur dalam UU AAPS; sebagaimana dapat diajukan upaya hukum terhadap putusan sela yang dikeluarkan oleh pengadilan Inggris berdasarkan section 44(7) UK Arbitration Act 1996, mekanisme derden verzet sudah sepatutnya diatur dalam Perma No. 3/2023 guna memastikan perlindungan hak pihak ketiga; dan untuk mencegah terjadinya upaya perlawanan maka perlu diatur ketentuan tentang pedoman atau syarat peletakkan sita jaminan oleh arbiter/majelis arbitrase.
The thesis examines: (i) the authority of arbitration as a private court in granting and enforcing collateral seizures; (ii) legal remedies against the enforcement of arbitration collateral seizures; (iii) regulations related to the authority of courts in enforcing arbitration collateral seizures. The method used in this research is doctrinal legal research. The findings reveal that arbitration, as a private court, has the authority to issue collateral seizures but lacks the authority to enforce them. From a theoretical perspective, arbitration as a private adjudicative body can issue interim measures to assist and protect the rights of the parties, including granting collateral seizures. Collateral seizures are essentially measures to secure assets to prevent the arbitral award from becoming illusory. However as a private court, arbitration cannot execute its orders and lacks coercive enforcement powers, unlike courts that are equipped with executorial mechanisms. Furthermore, Article 29(5) of the Supreme Court Regulation No. 3 of 2023, stipulates that the enforcement of collateral seizure shall follow the provisions of the Civil Procedural Law (Hukum Acara Perdata), and this provisions do not prevent third parties from filing an opposition against the enforcement of arbitration collateral seizure through derden verzet. Then referring to section 44 of the UK Arbitration Act 1996, which regulates court authority in enforcing interim measure in arbitration proceedings in England, provisions regarding court authority in enforcing interim measure, particularly concerning collateral seizure, should be regulated in UU AAPS. Similar to how legal remedies can be filed against interim decisions issued by English Courts under section 44(7) of the UK Arbitration Act 1996, derden verzet mechanism should rightfully be regulated in Supreme Court Regulation No. 3/2023 to ensure protection of third party rights; and to prevent opposition efforts, provisions need to be regulated regarding guidelines or requirements to grant collateral seizure by the tribunal.