Anak tiri dan keturunannya seharusnya tidak dapat menguasai harta peninggalan Pewaris karena tidak memiliki hubungan darah dengan Pewaris sementara itu terdapat saudara kandung Pewaris yang masih hidup. Namun, hal ini tidak sesuai dengan perkara pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 2560 K/Pdt/2022, yang menyatakan bahwa anak tiri dan keturunannya tetap berhak atas 3 (tiga) bidang tanah milik Pewaris. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan hukum anak tiri dan keturunannya dalam menguasai harta peninggalan Pewaris dan perlindungan hukum bagi saudara kandung Pewaris tersebut agar tetap dapat menguasai seluruh harta peninggalan Pewaris. Penelitian ini disusun dengan metodologi penelitian doktrinal dengan menemukan sumber hukum dan menganalisis peraturan perundang-undangan, doktrin, serta yurisprudensi terhadap kasus yang terjadi dalam putusan. Hasil penelitian ini menemukan dua jawaban. Pertama, anak tiri dalam masyarakat di Nusa Tenggara Timur bukan merupakan ahli waris dan tidak memiliki hubungan darah dengan Pewaris, sehingga tidak berhak untuk menguasai harta peninggalan Pewaris. Kedua, Majelis Kasasi seharusnya menyatakan Sertipikat Hak Milik atas nama anak tiri Pewaris batal dengan segala akibat hukumnya, sehingga Putusan Kasasi dalam penelitian ini menjadi dasar untuk mengajukan gugatan pembatalan sertipikat ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
The stepchildren and his descendants should not be able to inherit the Deceased’s estate due to there are no cognation between them, moreover, the Deceased still have a brother who still alive and entitled to his assets. However, the sentence in Supreme Court Decision Number 2560 K/Pdt/2022, which states that stepchildren and his descendants are still entitled to 3 (three) Deceased’s assets, was erroneous. This thesis examines the legal standing of stepchildren and his descendants who unlawfully acquired the inheritance assets of Deceased and the legal protection for the Deceased’s brother. This research has been conducted with a doctrinal research method by finding some legal sources and analyzing laws, doctrines, and jurisprudences related to this case. The results found two answers. First, the stepchildren in East Nusa Tenggara Customary Law is not heirs, so he could not control the Deceased’s assets. Second, the Supreme Court should have declared that the Certificate of Ownership on behalf the stepchild are null and void with all legal consequences, thus this verdict could be the basis of an annulment of the certificates to the State Administrative Court.