Globalisasi memberi kemudahan dalam mobilitas, tetapi juga memberi celah bagi pelaku kejahatan untuk lebih mudah melarikan diri dari jerat hukum negara asalnya. Pelarian pelaku ke luar negeri tidak membuat proses hukum terhenti melainkan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks penelitian ini, Indonesia menjadi negara tujuan buronan internasional untuk melarikan diri. Dengan menggunakan teori Problem Oriented Policing yang memiliki empat tahapan yaitu scanning, analysis, response, dan assessment, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme penanganan buronan internasional oleh NCB-Interpol Indonesia, sebagai pihak yang berwenang dalam melakukan proses pencarian, penangkapan, dan pemulangan melalui handing over, yaitu metode pemulangan pelaku kejahatan yang dilakukan secara langsung antarinstitusi kepolisian tanpa melalui proses peradilan formal. Penelitian menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Studi kasus yang diangkat adalah dua buronan internasional yang melarikan diri ke Indonesia, yaitu Alice Leal Guo (Filipina) dan Chaowalit Thongduang (Thailand). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan oleh NCB-Interpol Indonesia dimulai sejak diterimanya permintaan dari Negara Peminta yang kemudian ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan berbagai pihak. Tergambar bahwa NCBInterpol Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam melakukan penanganan dengan adanya kerja sama internasional maupun lintas sektor domestik. Namun demikian, terdapat tantangan seperti ketiadaan red notice dan pemalsuan data oleh buronan. Pada akhirnya, penelitian ini menegaskan pentingnya penanganan oleh NCB-Interpol Indonesia dalam melakukan kolaborasi lintas sektor domestik maupun internasional dalam upaya penegakkan hukum terhadap buronan lintas negara.
Globalization has facilitated cross-border mobility, but it has also created opportunities for criminal offenders to abscond more easily from legal prosecution in their home countries. The act of fleeing abroad does not terminate legal proceedings; rather, the judicial process continues as prescribed. In this context, Indonesia has increasingly become a destination country for international absconders seeking to evade justice. This research employs the theory of Problem-Oriented Policing (POP), which consists of four stages: scanning, analysis, response, and assessment. The study aims to analyze the mechanism of handling international absconders by NCB-Interpol Indonesia as the competent authority responsible for the identification, apprehension, and return of such individuals through handing over a direct police-to-police repatriation mechanism conducted without formal judicial proceedings. The research adopts a qualitative descriptive approach, utilizing data collection techniques including interviews and literature review. It focuses on two case studies involving international absconders who fled to Indonesia: Alice Leal Guo (Philippines) and Chaowalit Thongduang (Thailand). The findings show that the handling process by NCB-Interpol Indonesia begins with a request from the requesting state, followed by coordination with various stakeholders. The study highlights the significant role played by NCB-Interpol Indonesia through both international and domestic cross-sectoral cooperation. However, certain challenges remain, such as the absence of red notices and the use of falsified identity documents by the absconders. Ultimately, this research underscores the importance of collaborative efforts by NCB-Interpol Indonesia in strengthening law enforcement responses toward transnational absconders, through both international cooperation and domestic institutional synergy.