Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan terbangun merupakan salah satu tantangan utama dalam pembangunan perkotaan di berbagai kota di Indonesia, termasuk Kota Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penutup lahan di Kota Sukabumi pada tahun 2006, 2015, dan 2024, serta memprediksi dampak urbanisasi terhadap keberlanjutan lahan sawah hingga tahun 2042. Pendekatan spasial-temporal digunakan dalam penelitian ini dengan menerapkan metode Cellular Automata–Markov Chain (CA–Markov Chain), yang mempertimbangkan faktor-faktor pendorong seperti jarak ke jalan, sungai, pintu tol, kawasan permukiman, dan kemiringan lereng. Hasil analisis menunjukkan adanya ekspansi lahan terbangun secara terus-menerus hingga mencapai 2.606 hektare (54,04%) pada tahun 2024, sementara luas lahan sawah menurun hingga 1.315 hektare (27,27%). Model prediksi menunjukkan bahwa lahan sawah yang berada di dekat infrastruktur jalan, permukiman yang telah ada, serta wilayah dengan topografi datar merupakan area yang paling rentan mengalami konversi. Validasi model menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sukabumi 2022–2042 menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi. Temuan ini menegaskan bahwa tanpa adanya kebijakan perlindungan lahan yang lebih kuat, lahan pertanian di Kota Sukabumi akan terus mengalami penyusutan dalam beberapa dekade mendatang. Oleh karena itu, strategi pengendalian alih fungsi lahan berbasis spasial sangat dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan daerah.
The conversion of agricultural land into built-up areas is one of the major challenges in urban development across Indonesian cities, including Sukabumi City. This study aims to analyze land cover changes in Sukabumi City for the years 2006, 2015, and 2024, and to predict the impact of urbanization on the sustainability of rice fields through 2042. A spatial-temporal approach using the Cellular Automata–Markov Chain (CA–Markov Chain) method was applied, incorporating driving factors such as distance to roads, rivers, toll gates, settlement areas, and slope. The analysis reveals a continuous expansion of built-up areas, reaching 2,606 hectares (54.04%) in 2024, while rice fields have declined to 1,315 hectares (27.27%). The prediction model indicates that rice fields located near road infrastructure, existing settlements, and areas with gentle slopes are the most vulnerable to conversion. Model validation using the 2022–2042 Spatial Plan (RTRW) of Sukabumi City demonstrates a high level of accuracy. These findings highlight that without stronger land protection policies, agricultural land in Sukabumi City will continue to shrink in the coming decades. Therefore, a spatially based land conversion control strategy is urgently needed to ensure regional food security.