Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78908 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mensjurman Zubir
"ABSTRAK/b>
Karsinoma paru merupakan penyakit yang makin sering ditemukan pada saat ini. Hal ini dikemukakan baik oleh penulis-penulis luar negri maupun oleh penulis Indonesia.
Pengobatan penyakit ini belum memuaskan,boleh dikatakan prognosanya jelek. Harapan terbesar terletak pada pembedahan,sedangkan radioterapi dan kemoterapi belum memberikan hasil yang memuaskan. Lima tahun kelangsungan hidup rata-rata pada pembedahan adalah 3,5-9%.
Masalah lain adalah penderita datang ke dokter atau ke rumah sakit pada stadium lanjut, sehingga pembedahan tidak mungkin lagi dilakukan. Dari 200 penedrita karsinoma paru yang datang ke RS Persahatan antara tahun 1970 - 1974 ternyata 63,5% stadium III, 27% stadium II dan hanya 9,5% stadium I.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlina Burhan
"Insidens kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini berkembang berbagai modaliti gabungan yang dianggap berperan dalam menurunkan morbiditi dan memperpanjang usia. Terapi pilihan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) bila masih memungkinkan adalah pembedahan. Dua puluh lima persen sampai 45% dari seluruh kasus KPKBSK yang dilaporkan, dapat menjalani pembedahan. Pembedahan pada stage yang tepat akan memberikan masa tahan hidup yang lebih panjang terutama bagi penderita KPKBK. Di Rumah Sakit Persahabatan, pembedahan dilakukan terhadap 10% kasus kanker paru. Kasus dengan stage yang rendah mempunyai angka tahan hidup 5 tahun atau 5 year survival rate yang baik. Pembedahan pada stage yang tepat mempunyai angka tahan hidup 5 tahun yang meningkat pada KPKBSK. Kemoterapi dan radioterapi dianjurkan pada kasus yang tidak mungkin dibedah. Angka tahan hidup penderita pascabedah dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya stage, jenis histologis, usia, jenis pembedahan dan jenis kelamin serta penggunaan, terapi neoadjuvan I adjuvan. Angka tahan hidup secara sederhana dapat dihitung memakai metoda life table.
Radiasi atau kemoterapi saja dapat memperbaiki kualiti hidup penderita tetapi tidak meningkatkan angka tahan hidup 5 tahun. Jenis histologis juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap angka tahan hidup penderita. Faktor lain yang berperan dalam prognosis KPKBSK adalah usia dan jenis kelamin dan jenis reseksi. Terapi neoadjuvan ditujukan bagi kasus stage IIIA yang akan dibedah. Multimodaliti ini meningkatkan angka tahan hidup secara bermakna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamaluddin M
"ABSTRAK
Tesis ini menilai efikasi dan toksisiti Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua
pada pasien KPKBSK yang mengalami progresifitas. Ini adalah sebuah penelitian
kohor retrospektif antara tahun 2009 sampai 2013 dari rekam medis pasien
KPKBSK yang mengalami progresifitas. Respons (subjektif, semisubjektif dan
objektif) dievaluasi setiap bulan. Toksisiti dinilai setiap minggu sejak pemberian
Erlotinib/Gefitinib berdasarkan kriteria WHO. Hasil evaluasi respons objektif,
tidak ada pasien yang memberikan respons komplit. Best overall response rate
dari 31 pasien, 48,8% menetap, 22,6% perburukan,12,9% respons sebagian dan
6,5% tidak dinilai/inevaluable. Pada penilaian respons semisubjektif didapatkan
19.4% peningkatan berat badan, 51,6% penurunan berat badan dan 29,0%
menetap. Waktu tengah tahan hidup mencapai 18 bulan, rerata masa tahan hidup
1 tahunan 80,6% dan masa tahan hidup keseluruhan 6,50%. Data menunjukkan
tidak ada timbul toksisiti hematologi berat (grade ¾) dan data penilaian toksisiti
non hematologi sangat jarang timbul toksisiti berat (grade ¾). Efikasi monoterapi
EGFR-TKI (Erlotinib/Gefitinib) cukup tinggi dengan toksisiti yang ditimbulkan
tidak berat. Dengan demikian Erlotinib/Gefitinib sebagai terapi lini kedua cukup
baik.ABSTRACT This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. ;This thesis assesses the efficacy and toxicity of Erlotinib/Gefitinib as a second
line therapy in NSCLC patients. This is a retrospective cohort study between 2009
and 2013 from the medical records of patients who experienced progression
NSCLC. Therapeutic response was evaluated every month. Toxicity assessed
every month since giving Erlotinib/Gefitinib according to WHO?s criteria. Results
of objective response evaluation none of the patients complete response. Best
overall response rate of 31 patients with the most stable response are 48.8%. Most
semisubjective response obtained are 51.6% weight loss. The middle survival time
reached 18 month, the mean 1 year survival time are 80.6% and a 6.50% overall
survival. The data showed no hematologic toxicity arise severe (grade ¾) and
non-hematological toxicity very rarely arise severe toxicity. The efficacy of EGFR
TKI monotherapy (Erlotinib/Gefitinib) is high enough with toxicity cause not
severe. Thus Erlotinib/Gefitinib as second-line therapy is quite good. "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Kosasih
"Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan cepat dan terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan, sarana serta pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu antara ahli pare dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli lainnya. Insidensi kanker paru terus meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini menjadi kanker paling sering di dunia pada laki-laki dan kelima terbanyak pada perempuan serta menjadi penyebab utama kematian laki-laki. Amerika Utara dan sebagian besar negara Eropa. Angka morbiditi dan mortaliti makin meningkat di negara berkembang seiring dengan penambahan populasi, aktiviti merokok serta pengaruh lingkungan, Pengobatan atau penatalaksanaan kanker paru sangat tergantung kepada kecepatan dan ketelitian mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada penderajatan (staging) dini akan sangat membantu penderita memperoleh kualiti hidup lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan mengingat respons kanker paru yang buruk terhadap berbagai jenis pengobatan. Kontroversi multimodaliti terapi untuk penatalaksanaan optimal dibandingkan dengan efek samping yang ada pada kanker paru masih menjadi perdebatan dan penelitian ini masih terus berlangsung."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koko Harnoko
"Jumlah penderita kanker paru di dunia terus meningkat dan menjadi masalah kesehatan yang penting. Menurut International Journal of Cancer 1999, terdapat 8,1 juta penderita seluruh jenis kanker di dunia dan lebih dari separuhnya berada di negara berkembang. Kanker paru adalah jenis kanker yang paling sering ditemukan, yaitu 18% dari seluruh kanker di negara maju dan 21% dari seluruh kanker di negara berkembang. Di Indonesia, kanker paru menduduki peringkat ketiga di antara tumor ganas yang paling sering ditemukan. Data dari Rumah Sakit Persahabatan Jakarta menunjukkan peningkatan jumlah penderita kanker paru setiap tahunnya. Tabun 1970-1976 ada 382 kasus, tahun 1984-1988 ada 666 kasus dan tahun 1993-1998 didapatkan 1285 kasus.
Anoreksia pada penderita kanker seringkali merupakan proses awal dalam suatu tahapan menuju berkurangnya asupan makanan yang kronik, malnutrisi dan akhirnya kakeksia. Kakeksia atau penurunan berat badan pada beberapa penelitian klinis berhubungan dengan berkurangnya angka tahan hidup, menurunnya respons terhadap kemoterapi dan penurunan tampilan klinis. Di antara faktor-faktor prognostik utama penderita kanker yaitu jenis tumor, stage, tampilan klinis dan penurunan berat badan, yang secara potensial paling respons terhadap intervensi pengobatan adalah penurunan berat badan. Dampak panting anoreksia dan penurunan berat badan ini biasanya tampak pada bentuk fisik dan konsekuensi psikososial. Anoreksia dapat mempengaruhi kondisi klinis dan emosional penderita seperti bentuk badan, massa lemak tubuh, energi, status fungsional, kemampuan bersosialisasi dan perasaan.
Sitokin mempunyai peranan kunci sebagai faktor humoral utama pada kakeksia akibat kanker. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sitokin dapat menginduksi penurunan berat badan. Sitokin dapat mengatur ambilan energi (nafsu makan) dan pengeluaran energi (metabolic rate). Pemberian tumor necrosis factor (TNF) pada tikus dan manusia akan menurunkan asupan makanan, tetapi efeknya hanya terlihat jangka pendek. Darling dkk. membuktikan bahwa jika TNF diberikan melalui infus terus menerus akan menimbulkan efek anoreksik, sedangkan efek anoreksik tidak terjadi dengan pemberian secara bolus. TNF jugs berperan pada katabolisme protein dan mekanisme proteolitik dan apoptosis otot.
Tidak ada pengobatan efektif yang telah terbukti sebelumnya untuk menyembuhkan anoreksia dan penurunan berat badan pada penderita kanker stage lanjut. Beberapa obat (kortikosteroid, siproheptadin, hidralazin sulfat dan dronabinol) yang telah diuji untuk mengatasi anoreksia ternyata kurang berhasil. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral akan meningkatkan asupan kalori, tetapi cara ini dinilai tidak praktis, mahal dan tidak nyaman. Suatu obat praktis yang nontoksik untuk mengatasi anoreksia dan kakeksia akan lebih menguntungkan dalam penatalaksanaan simtomatik dan suportif penderita kanker."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58466
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Cahyanti
"Latar Belakang: Kanker paru adalah penyakit dengan ancaman serius di Indonesia. Progresifitas massa tumor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien kanker paru. Karsinoma sel kecil (KPKSK) menunjukkan progresifitas yang lebih tinggi daripada karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Beberapa studi menunjukkan bahwa pasien KPKBSK memiliki tingkat kesintasan hidup yang lebih baik daripada pasien KPKSK. Penelitian ini bertujuan untuk menilai perbedaan kesintasan antara pasien KPKSK dan KPKBSK di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" (RSKD) dengan mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.
Metode: Studi kohort retrospektif ini melibatkan 949 partisipan (KPKSK dan KPKBSK) di RSKD dari tahun 2013 hingga 2017, dengan follow-up hingga tahun 2021. Tingkat kesintasan dianalisis menggunakan metode Kaplan-Meier, dan efek prediktor dinilai dengan model Cox proportional hazard.
Hasil: Kesintasan pasien KPKSK di RSKD pada periode 2013-2017 lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK. Kesintasan di tahun pertama pada pasien KPKSK adalah 31,21%, dan pada tahun ketiga, keseluruhan pasien KPKSK meninggal. Pada pasien KPKBSK, kesintasan di tahun pertama, ketiga, dan kelima berturut-turut adalah 45,19%, 23,62%, 15,92%. Median waktu kesintasan pasien KPKSK adalah hari ke-172, lebih pendek dibandingkan dengan pasien KPKBSK (hari ke-272). Setelah mengontrol variabel-variabel kovariat, tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna secara statistik antara pasien KPKSK dan KPKBSK (p > 0,05).
Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa kesintasan pasien KPKSK lebih rendah dibandingkan dengan pasien KPKBSK di RSKD; namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan signifikan setelah mengontrol variabel umur, jenis kelamin, stadium klinis, dan penatalaksanaan.

Background: Lung cancer is a disease with a serious threat in Indonesia. Tumor mass progression is one of the factors influencing the survival of lung cancer patients. Small cell carcinoma (SCLC) shows higher progression compared to non-small cell carcinoma (NSCLC). Several studies have shown that NSCLC patients have a better survival rate than SCLC patients. This study aims to assess the difference in survival rates between SCLC and NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital while controlling for age, gender, clinical stage, and management.
Method: This retrospective cohort study involved 949 participants (SCLC and NSCLC) from 2013 to 2017, with follow-up until 2021. Survival rates were analyzed using the Kaplan-Meier method, and the predictor effect was assessed using the Cox proportional hazard model.
Results: The survival rate of SCLC patients at Dharmais Cancer Hospital during the period 2013-2017 was lower compared to NSCLC patients. The survival rate in the first year for SCLC patients was 31.21%, and by the third year, all SCLC patients had passed away. For NSCLC patients, the survival rates in the first, third, and fifth years were 45.19%, 23.62%, and 15.92%, respectively. The median survival time for SCLC patients was day 172, which was shorter compared to NSCLC patients (day 272). After controlling for covariate variables, there was no statistically significant difference in survival between SCLC and NSCLC patients (p > 0.05).
Conclusion: The study shows that the survival rate of SCLC patients is lower than NSCLC patients at Dharmais Cancer Hospital , but statistically, there is no significant difference after controlling for age, gender, clinical stage, and management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Ibrahim Darmawan P.S.
"ABSTRAK
Untuk memperbaiki survival dan angka rekurens dari karsinoma rekti, saat ini di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sedang dilakukan penelitian prospektip penatalaksanaan karsinoma rekti dengan tehnik sandwich. Kasus dibagi dalam 2 golongan yaitu yang dapat direseksi dan tidak dapat direseksi.
Kasus yang dapat direseksi diberikan radiasi pra bedah 1,000 cGy. dalam 1 minggu dan 5 FU lalu dibedah. Pasca bedah diberikan radiasi 4500 cGy. dalam 4,5 minggu dan 5 FU.
Kasus yang tidak dapat direseksi pra bedah diberikan radiasi 4500 cGy./4,5 minggu dan 5 FU, pasca operasi diberikan radiasi 1.500 cGy. dan 5 FU.
Sebagai laporan pendahuluan, sejak Januari 1988 sampai dengan Maret 1990 di RSCM/FKUI telah dilakukan penelitian terhadap 35 penderita yang datang ke UPF Radioterapi RSCM. Dari 5 orang yang tidak dapat dilakukan reseksi, 2 dapat dilakukan reseksi, 2 dapat direseksi tapi inoperable karena sudah ada metastase jauh.
Didapatkan harapan yang menggembirakan dari kelompok tumor yang tidak dapat direseksi menjadi dapat direseksi setelah diberikan radiasi pra bedah yaitu sebesar 40%.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"ABSTRAK
Kanker paru berkaitan dengan prognosis yang buruk. Oleh karenanya, diperlukan penanda sirkulasi untuk memprediksi respons terapi dan prognosis. Ekspresi mikroRNA 10b miR-10b dan aktivitas fibrinolitik, sebagaimana dicerminkan oleh soluble urokinase-type plasminogen activator receptor suPAR dan plasminogen activator inhibitor 1 PAI-1 , merupakan kandidat biomarker yang menjanjikan.Penelitian ini bertujuan mengevaluasi peran ekspresi miR-21, miR-10b, kadar suPAR dan PAI-1 plasma sebagai prediktor progresi dan respons terapi pada pasien kanker paru stadium lanjut.Penelitian ini merupakan studi kohort dan kesintasan di RS Kanker Dharmais RSKD , Jakarta. Subjek penelitian adalah pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil KPBBSK yang didiagnosis antara bulan Maret 2015 dan September 2016. Ekspresi miR-21 dan miR-10b dikuantifikasi dengan metode real-time polymerase chain reaction RT-PCR . Kadar suPAR dan PAI-1 diperiksa dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay ELISA . Respons terapi dievaluasi berdasarkan kriteria RECIST 1.1. Pasien ditindaklanjuti sampai meninggal atau satu tahun setelah terapi.Terdapat 40 pasien yang dilibatkan dalam studi; 25 orang menyelesaikan sedikitnya4 siklus kemoterapi dan 15 lainnya meninggal selama terapi. Ekspresi miR-21 tidak berhubungan dengan progresi atau respons terapi. Kadar absolut miR-10b >592,145 copies/mL atau FC miR-10b > 0.066 bersifat protektif terhadap progresi dan respons buruk, sedangkan kadar suPAR > 4,237 pg/mL merupakan faktor risiko progresi dan respons buruk. Oleh karena dianggap penting, FC miR-10b juga dimasukkan dalam model prediksi progresi. Kadar PAI-1 > 4,6 ng/mL merupakan faktor protektif untuk respons buruk. Kadar suPAR merupakan faktor risiko independen untuk progresi dan respons buruk, sedangkan kadar PAI-1 merupakan faktor protektif independen untuk respons buruk.Simpulan: Model prediksi untuk progresi dapat dibuat dari ekspresi relatif miR-10b dan kadar suPAR, sedangkan respons terapi dapat diprediksi dari kadar suPARdan PAI-1. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk validiasi model-model prediksi ini.Kata kunci: kanker paru karsinoma bukan sel kecil KPKBSK , miR-10b, miR-21, overall survival, plasminogen activator inhibitor 1 PAI-1 , respons terapi, soluble urokinase-type plasminogen activator receptor suPAR

ABSTRACT
Lung cancer is associated with poor prognosis. Circulating markers to predict treatment response and prognosis is needed. Expression of microRNA10b miR 10b and fibrinolytic activity, as reflected by soluble urokinase type plasminogen activator receptor suPAR and the plasminogen activator inhibitor 1 PAI 1 , were promising as biomarker candidates.This study aimed to evaluate the role of miR 21, miR 10b expression, suPAR and PAI 1 levels as predictors of progression during treatment and treatment response in advanced lung cancer patients.This was cohort and survival study in Dharmais Cancer Hospital DCH . The subjects were non small cell lung cancer NSCLC patients diagnosed between March 2015 and September 2016. Expression of miRNAs were quantified using real time polymerase chain reaction RT PCR method. Levels of suPAR and PAI 1 were assayed using the enzyme linked immunosorbent assay ELISA method. Treatment response was evaluated based on RECIST 1.1. Patients were followed up until death or one year after treatment.Forty patients were enrolled 25 completed at least 4 cycles of chemotherapy and15 patients died during treatment. Absolute and FC miR 21 were not associated with progression or treatment response. Absolute MiR 10b expression 592,145 copies mL or FC miR 10b 0.066 were protective for progressive disease and poor treatment response, while suPAR levels 4,237 pg mL was a risk factor for progressive disease and poor responders. Since FC miR 10b was an important predictive factor, it was included in the prediction model of progression. PAI 1 levels 4.6 ng mL was a protective factor for poor response group of patients. suPAR level was an independent risk factors for progression and poor response, while PAI 1 level was an independent protective factor of poor response.Conclusion A model to predict progression can be developed using miR 10b expression and suPAR levels, while treatment response can be predicted by suPAR and PAI 1 levels. Further studies are needed to validate this model.Key words miR 10b, miR 21, non small cell lung cancer NSCLC , overall survival, plasminogen activator inhibitor 1 PAI 1 , soluble urokinase type plasminogen activator receptor suPAR , treatment response"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambarini Hermawan
"ABSTRAK
Frekuensi karsinoma kolorektal tertinggi diantara
karsinoma saluran pencernaan. Sebagian besar pasien
datang pada stadium lanjut. Di Amerika Serikat
(Siluerberg 1981) tercatat 120.000 kasus karsinoma kolorektal
baru, 37.000 diantaranya adalah karsinoma rektum, dengan
perkiraan kematian 8.700 kasus. Perbandingan pria dan wanita
adalah 9:5. Golighsr mencatat bahwa karsinoma ini paling
sering didapatkan pada usia di atas 60 tahun, dan pada usia
kurang dari 30 tahun hanya dijumpai 2,1%.
Di Bagian Bedah RSCM antara Januari 1980 sampai dengan
April 1982, didapatkan bahwa frekuensi karsinoma rektum
tertinggi pada pasien berusia diantara 31-40 tahun, di bawah
usia 30 tahun 17 persen, dan pria dan wanita berbanding
sebagai 27:20.
Untuk lebih mengenal pola penyebaran karsinoma rektum,
diperlukan pengetahuan anatomi daerah rektum dan sekitarnya. Karsinoma rektum akan menyebar melalui lima cara, yaitu
secara perkontinuitatum, limfogen, hematogen, transperitoneal,
dan implantasi (5, 20, 25).
Berbagai pendapat telah diajukan untuk mengobati
karsinoma rektum ini. Pendekatan multidisipliner dikembangkan untuk memilih cara pengobatan, meliputi pengobatan:
pembedahan, radiasi, dan kenoterapi, bahkan kombinasi
cara-cara tersebut (7,8,19,21,22). Walaupun demikian sampai
saat ini masih didapat adanya perbedaan pendapat.
Sejak tahun 1982 di RSCM telah dibuat suatu protokol
penatalaksanaan karsinoma rektum, tetapi penerapan protokol
ini masih jauh dari yang diharapkan.
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada
karsinoma rektum, dengan suatu laporan retrospektif pengobatan
radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit RaHiotarapi RSCH/FKUI
selama periode Januari 1985 sampai dengan Desember 1986."
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Jorizal
"ABSTRAK
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma prostat, dengan suatu laporan retrospektif pengeobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit Radioterapi RSCM/FKUI selama periode Januari 1982 sampai dengan Desember 1986.
Kesimpulannya adalah: (1). Penderita karsinoma prostat yang datang berobat ke Subbagian Radioterapi RSCM/FKUI pada umumnya sudah berada pada stadium lanjut, (2). Limfografi penting bukan saja untuk diagnostik tetapi juga dalam hal penanganan terapi, (3). Pengobatan radiasi yang diberikan pada karsinoma prostat umumnya merupakan radiasi pasca bedah, (3). Perlu disusun protokol pengobatan karsinoma prostat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>