Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Handy Yunianto
"Pemodelan term structure of interest rate merupakan permasalahan yang cukup penting dalam teori finansial modern. Penelitian ini bertujuan mencari model term structure yang tepat digunakan dalam kasus di Indonesia. Dalam penelitian ini diambil lima sampel model term structure yaitu cubic spline (CS), polinimial pangkat empat (POLY), Nelson-Siegel (NS), Extended Nelson-Siegel-Svensson (ENSS) dan Modifikasi model Extended Nelson-Siegel-Svensson (ModENSS) yang diajukan oleh penulis dengan menggunakan data mingguan transaksi obligasi pemerintah untuk periode Februari 2002 sampai dengan 18 Agustus 2004. Dalam penelitian ini juga diperlihatkan perbedaan antara pemakaian yield to maturity dengan zero-coupon rate dalam pembentukan term structure di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa model ENSS lebih baik dibandingkan keempat model lainnya dalam kriteria in sample ataupun out of sample analisis. Hal ini ditunjukkan dari nilai RMSE (Root Mean Square Error) ataupun MAYE (Mean Absolute Yield Error) yang terkecil dibandingkan model lainnya. Pengujian ANOVA dan uji lanjutan Tukey turut mendukung kesimpulan tersebut. Dengan demikian penambahan satu parameter lagi ke dalam model ENSS yang diajukan oleh penulis ternyata tidak memberikan peningkatan yang signifikan dalam perbaikan model term structure untuk kasus di Indonesia.

Modeling term structure of interest rate has been one of important problems in financial modern theory. This research is conducted to find term structure model that appropriate to be implemented in Indonesia case. We choose five famous term structure models i.e.: cubic-spline, polynomial 4th order, Nelson-Siegel, Extended Nelson-Siegel-Svensson and Modified Extended Nelson-Siegel-Svensson by adding one more parameter in Extended Nelson-Siegel-Svensson. We used secondary market government securities data from February 2002 to August 2004 in weekly basis to test the model. This paper also shows the different between yield to maturity and zero coupon spot rate information in modeling term structure. We find evidence that Extended-Nelson-Siegel-Svensson method is superior both in sample and out-of sample analysis that it is indicated by the smallest RMSE (Root Mean Square Error) and MAYE (Mean Absolute Error) value compared to the others. Another conclusion was by adding one more parameter into ENSS model, it did not improve term structure model significantly in Indonesia case."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15810
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sartisa
"Seiting dengan membaiknya kondisi perekonornian Indonesia, perdagangan obligasi
perneiintah atau Surat Utang Negara (SUN) mulai berkembang pesat. Berdasarkan
infom1asi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Surabaya, pada tahun 2006 terdapat
penambahan 7 (tujuh) seri obligasi pemerlntah sehingga sampai dengan saat ini jumlah
Seri keselumhannya mencapai 56 seri, dengan nilai nominal Rp 418,75 triliun, meningkat
4,72 % dibandingkan dcngan nilai nominal pada tahun 2005, sebesar Rp 399,86 triliun.
Dari informasi tersebut diatas, terlihat bahwa pasar obligasi di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup baik. Sejalan dengan perkembangan pasar obligasi yang
semakin marak terscbut, para pemain di bursa membutuhkan suatu acuan atau benchmark
dalam menentukan arah pergerakan pasar. Alat yang dapat dijadikan benchmark di pasar
obligasi tersebut biasa disebut dengan yield curve.
Meiihat perkembangan pasar obligasi di Indonesia dan mulai banyaknya penelitian
mengenai metode pembentukan yield curve I term structure yang diadikan scbagai
benchmark dalam mcnentukan arah pergerakan pasar, rnembuat ketertarikan penulis
untuk melihat penggunaan term structure sebagai indikator dalam perekonomian di
Indonesia. Permasalahan yang ingin dilihat oleh penulis adalah apakah term structure
dari obligasi pemerintah ini dapat rnemberikan informasi mengenai intlasi di Indonesia
Metode eslirnasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model
regresi dan untuk melihat keseimbangan jangka pendek dilakukan dengan menggunakan
model koreksi kesalahan (Error Correction Model/ ECM)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2008
T34431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Hendri
"Perkembangan pasar modal khususnya obligasi sangat pesat. Obligasi sebagai instrumen investasi menjadi pilihan banyak pihak dalam berinvestasi diantaranya perusahaan asuransi, bank, perusahaan pengelola reksadana, hedge jimd dan bahkan dana pensiun. Jenis obligasi yang diperdagangkan juga sangat beragam dengan tingkat resiko yang berbeda-beda. Salah satu resiko utama dalam berinYestasi pada obligasi adalah resiko perubahan sukubunga. Perubahan sukubunga akan mengakibatkan perubahan harga obligasi, jika sukubunga turun maka harga obligasi akan naik dan jika sukubunga naik maka harga obligasi akan turun. Jika investor memiliki strategi pasif dimana obligasi akan disimpan sampai jatuh tempo maka perubahan ini tidak akan terlalu menjadi masalah. Tetapi apabila pengelola portfolio melakukan strategi aktif maka perubahan suku bunga adalah hal yang penting diperhatikan karena dapat berimplikasi dua hal yaitu resiko penurunan harga atau kesempatan untuk profit taking karena kenaikan harga.
Sensitifitas harga obligasi tersebut secm·a teoritis dapat diukur melalui pendekatan duration dan convexity. Duration dapat digunakan untuk melihat perubahan harga obligasi yane dapat te1jadi akibat adanya perubahan kecil pada tingkat suku bunga. Sebagai turunan pertama dari harga obligasi maka kurva duration adalah berbentuk garis lurus sehingga perubahan harga akibat terjadinya perubahan besar suku bunga tidak tergambarkan dengan baik. Sebagai TOols tambahan maka dapat digunakan convexity yang merupakan turunan kedua dari harga. Convexity ini memperkirakan kecembungan kurva harga terhadap perubahan sukubunga. Dengan menggunakan duration dan convexity secara bersama-sama maka sensitifitas harga obligasi dapat diperkirakan dengan lebih baik.
Dalam tulisan ini yang akan dibahas oleh penulis adalah sensitifitas darl duration dan convexity itu sendiri. Tidak hanya harga obligasi yang akan berubah-rubah, tetapi duration dan convexicity itu sendiri juga akan berubah-ubah setiap saat Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan berubahnya duration dan convexity namun yang paling utama adalah perubahan tingkat suku bunga yang berlaku. Secara lebih spesifik dikatakan bahwa duration dan convexity dapat berubah akibat terjadinya perubahan term structure interest rate atau perubahan yield curve. Perubahan yield curve dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan yield curve secm·a paralel dan perubahan yield secara non paralel. Penulis tidak akan membahas sensitifitas duration dan convexity akibat perubahan yield curve secara paralel karena perubahan tersebut akan sangat mudah dipahami setelah dilakukan pembahasan perubahan yield curve secara non paralel. Perubahan yield curve secara non paralel tersebut terutama disebabkan oleh perubahan level, slope dan curvature dari yield curve...

The development of the financial market especially the bonds was very fast. The bonds as the instrument of investment became the choice of many sides in investing among them the insurance company, the bank, asset management company such as reksadana, hedge fund and even the pension fund. There are many type of bonds with the level of the different risk .. One of the main risks in investing to the bonds was the risk of the change in the interest. The change in the interest will result in the change in the price of the bonds, if the interest decrease then the price of the bonds will rise and if the interest increase then the price of the bonds will be cheaper. If the investor had the passive strategy where the bonds will be kept until mature then this change will have no significant effect to the pottfolio. But if the pottfolio manager carried out the active strategy then the change in the interest rate was the impottant matter was paid attention to because of could have implications two matters that is the decline in the price or the opportunity for the profit taking because of the price increase The sensitivity of the bonds price could be theoretically measured through the Duration approach and Convexity. Duration could be ased to see the change in the price of the bonds that could happen resulting from the existence of the small change in the level of the interest. As the first descendants from the price of the bonds then the curve duration was to have the shape of the straight line so as the change in the price resulting from the occurrence of the big change in the interest was not depicted well. As tools in addition then could be used convexity that was the second descendants from the price. Convexity this estimated convexity of the price curve towards the change in the interest. By using Duration and convexity together then the sensitivity of the price of the bonds could be estimated better."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S49091
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
BEMP 5 (2-3) 2002
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemodelan deret berkala (time series) kecelakaan lalu lintas jalan di Indonesia dapat membantu pengamatan variasi data, proyeksi ke depan, maupun evaluasi target penurunan kecelakaan. Dari pengamatan data kecelakaan selama 20 tahun antara tahun 1992 sampai dengan tahun 2011, diperoleh model peramalan dengan suai terbaik (best fitted model). Dalam penelitian ini dikaji 5 (lima) kelompok data, meliputi: jumlah kejadian kecelakaan, jumlah korban meninggal, jumlah korban luka berat, jumlah korban luka ringan, dan jumlah kerugian material akibat kecelakaan. Data deret berkala diolah dengan menggunakan piranti lunak SPSS 19.0. Dengan mempertimbangkan pola data pada tiap kelompok, maka metode pemutusan (smoothing) eksponensial digunakan, baik tunggal (Simple) maupun ganda (Brown)). Melalui model uji, dihasilkan nilai parameter a = 0,998, 0,434, 1,000, 0,405, dan 0,656 untuk proyeksi atas jumlah kejadian kecelakaan, korban meninggal, korban luka berat, korban luka ringan, dan kerugian material akibat kecelakaan. Model eksponensial ganda diterapkan untuk proyeksi jumlah korban meninggal, korban luka ringan, dan nilai kerugian material, sedangkan model eksponensial tunggal diterapkan untuk sisanya. Uji kesesuaian model dan perbandingan dengan model ARIMA (1,1,0) dan ARIMA (1,1,1) dengan menggunakan MAPE memperlihatkan model eksponensial adalah yang terbaik diterapkan. Dengan mengkaji indeks fatalitas kecelakaan pada tahun dengan data terbaru yang tersedia dengan data dasar dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK), model mengindikasikan diperlukannya upaya pengelolaan keselamatan jalan yang mampu menurunkan fatalitas kecelakaan secara signifikan."
620 JTJ 1:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiana Nurjanah
"Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di lingkungan sekolah telah banyak dibahas di berbagai penelitian. Namun, kebanyakan dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa belum terdapat satu pun model universal yang cocok untuk diterapkan oleh semua sekolah. Disertasi ini menghasilkan pemodelan pemanfaatan TIK sekolah yang dibangun dengan menggunakan pendekatan data empiris berdasarkan hasil survei yang dikumpulkan dari 544 sekolah di Indonesia. Dalam proses awal, literatur dan pendapat ahli setempat dieksplorasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama dalam proses pemanfaatan TIK di sekolah. Faktor-faktor ini kemudian digunakan sebagai pedoman untuk merancang instrumen pengumpulan data yang terdiri dari 50 pertanyaan. Variabel yang paling diskriminatif diidentifikasi menggunakan Analisis Principal Component, yang menunjukkan bahwa pemanfaatan TIK di sekolah memiliki tujuh principal component dengan masing-masing bobot: (1) Fasilitas TIK (20,35%); (2) Pemanfaatan TIK dalam administrasi (14,89%); (3) Pemanfaatan TIK dalam pengajaran dan pembelajaran (12,71%); (4) Keterampilan pengguna (11,52%); (5) Kebijakan (6,61%); (6) Pendanaan (6,53%) dan (7) Infrastruktur TIK dasar (6,29%). principal components kemudian diproses ulang berdasarkan uji kausalitas statistik yang secara empiris mencerminkan kasus-kasus yang terjadi sekolah. Model ini menunjukkan tujuh principal component yang berkontribusi terhadap hasil ujian nasional sekolah.

The utilization of Information and Communication Technology (ICT) in the school environment has been widely acknowledged by many prominent studies. However, many of them also show that there is no single universal model suitable to be implemented by all schools. This study produce a modelling of school ICT utilization which is built by using an empirical data driven approach based on survey results data collected from 544 schools in Indonesia. In the initial process, literature and local expert opinions were explored to identify the main factors in an ICT utilization process in school. These factors were then used as guidelines for a design of data collection instrument which consisted of 50 questions. The most discriminative variables are identified using Principal Component Analysis, which indicates that ICT utilization in schools have seven principal components with each weight: (1) ICT facilities (20.35%); (2) utilising ICT in administration (14.89%); (3) utilising ICT in teaching and learning (12.71%); (4) user skill (11.52%); (5) policy (6.61%); (6) financial (6.53%) and (7) basic ICT infrastructure (6.29%). The principal components are subsequently reprocessed based on a statistical causality test that reflects from empirical schools cases. The model shows seven principal components which contribute to schools' national examination results."
Depok: Fakultas Ilmu Kompter Universitas Indonesia, 2018
D2566
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Setiawan
"ABSTRAK
Dengan memperhatikan dampak Mobile Broadband yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan sosial bagi negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia, maka pemanfaatan spektrum Digital Dividend dan LTE memungkinkan pembangunan broadband paling efisien, khususnya untuk menjangkau wilayah-wilayah yang sulit dijangkau. Implementasi LTE di pita frekuensi Digital Dividend menyediakan solusi paling ideal untuk mempercepat ketersediaan akses Broadband yang terjangkau secara universal kepada seluruh masyarakat dalam rangka memenuhi target cakupan dan kapasitas Perencanaan Broadband Nasional.
Akan tetapi penggunaan frekuensi Digital Dividend untuk Mobile Broadband hanya dapat diimplementasikan setelah proses Digital Switchover selesai dilakukan. Permasalahan utama di Indonesia adalah lambatnya proses migrasi TV analog ke TV Digital serta keengganan industri TV untuk melakukan migrasi tersebut.
Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tekno ekonomi mengenai percepatan migrasi analog ke digital dengan memanfaatkan potensi pendapatan negara dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi untuk Digital Dividend LTE untuk membantu biaya-biaya dibutuhkan penyelenggara TV dalam masa transisi dari analog ke digital, yaitu insentif set-top-box, biaya operasional sewa kapasitas Multiplex TV Digital dan modal infrastruktur Multiplex TV Digital Terrestrial di Indonesia.
Berdasarkan model yang dikembangkan ini dilakukan perhitungan Present Worth relatif terhadap kebijakan eksisting menunggu Digital Dividend tahun 2018 untuk 3 skenario subsidi biaya sewa kapasitas TCDTV yaitu skenario A (subsidi sewa kapasitas TV Digital selama masa simulcast), skenaro B (subsidi sewa kapasitas TV Digital saat Digital Switchover) dan skenario C (tanpa subsidi sewa kapasitas TV Digital) dengan asumsi variabel-variabel lain seperti BHP Frekuensi Digital Dividend LTE, insentif set-top-box dan biaya infrastruktur Multiplex TV Digital bernilai tetap. Didapatkan hasil penelitian bahwa Skenario A tidak layak dilakukan, Skenario B layak dilakukan pada tahun 2014, sedangkan Skenario C layak dilakukan pada tahun 2014 dan 2015. Ditemukenali pula bahwa sensitivitas model akselerasi Digital Dividend ini terdapat pada variabel BHP Frekuensi dan subsidi set-top-box.

ABSTRACT
By taking into account the effect of Mobile Broadband which is very important for socio-economic development in developing countries, including Indonesia, the utilization of Digital Dividend spectrum and LTE technology will enable most efficient broadband development, especially to cover unreachable rural areas. LTE implementation in Digital Dividend spectrum provides most ideal solution to accelerate the availability of affordable and universal broadband access to whole society in order to fulfill the coverage and capacity target of National Broadband Plan.
However, the utilization of Digital Dividend spectrum for Mobile Broadband is only be realized after complete Digital Switchover process. The main problem in Indonesia is the very slow progress of migration of Analog TV to Digital TV and the reluctance of Broadcaster to proceed the migration.
In this research, the techno economy model to accelerate the Digital Switchover process is developed, by involving the potential of Digital Dividend LTE Spectrum Fees and providing incentive to reduce necessary cost of Broadcaster in Digital Switchover process such as set-top-box incentive, Digital TV leasing capacity operational expenditure and capital expenditure of Multipex Digital TV in Indonesia.
Based on the developed model, the Relative Present Worth of three scenarios toward current policy postponing Digital Dividend until year 2018 are calculated; i.e. scenario A is Digital TV leasing capacity subsidy during simulcast period, scenario B is such subsidy only during Digital Switchover and scenario C is no such subsidy; while other parameters such Digital Dividend LTE Spectrum Fees, set-top-box incentives and Capex of Digital TV infrastrucutre are fixed. The results of the calculation are that scenario A is not feasible, scenario B is feasible only in year 2014, while scenario C is feasible in year 2014 and 2015 only. It is found also that the most sensitive variables in this model are Digital Dividend LTE Spectrum Fees and set-top-box incentive.
"
2013
D1378
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mukhamad Mansur
"Secara tradisional, pengembangan infrastruktur jaringan telekomunikasi selama ini bertumpu pada jaringan teresterial. Tetapi disadari bahwa pengembangan jaringan terestrial memerlukan biaya investasi yang sangat tinggi dan waktu pengembangan yang lama. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan sarana komunikasi yang lebih cepat dan accessable dalam memajukan pembangunan bangsa. Layanan teknologi satelit adalah pilihan tepat dan akan menjadi sarana utama yang akan mendominasi infrastruktur dunia untuk waktu ke depan.
Thesis ini mempelajari ketidakleluasaan pendanaan sebagai akibat kumulatif risiko dari permasalahan ekonomi nasional, kemampuan kapital usaha, keberadaan kebijakan dan peraturan pada terkait peningkatan usaha satelit komunikasi di Indonesia. Infrastruktur satelit menjadi pilihan dalam rangka mencapai tujuan memenuhi kebutuhan sektor publik melalui perluasan jangkauan teknologi komunikasi dan informasi. Dalam mewujudkannya, penggunaan metode pendanaan project financing dikaji dalam manajemen risiko untuk maksud pengurangan beban pendanaan.
Permasalahan pendanaan proyek diteliti melalui pendekatan identifikasi risiko yang paling mungkin timbul dalam urutan keutamaannya. Selanjutnya diteliti bentuk respon risiko yang tepat dalam pendekatan biaya paling efektif. Pada akhirnya akan dihasilkan suatu model dalam persamaan matematis. Secara keseluruhan manajemen risiko project financing akan menunjukkan kemampuannya menarik pendanaan swasta dalam rangka peningkatan usaha satelit komunikasi di Indonesia.

Traditionally, development of telecommunications network infrastructure converge to teresterial network. But development and maintennant of terestrial network needs very high invesment, and the development takes much time. Indonesia as archipelagic country need quicker Communications medium and accessable for development of nation. Satellite Technological Service is proper choice and should be main term to predominate World infrastructure for future.
This Thesis assess constraint of financing as cumulative impact of risk of national economics probiems, ability of capital effort, regulation and policy related to Communications satellite effort in Indonesia. Satellite infrastructure become choice for the agenda of reaching target fulfill requirement of public sector through extension of information and Communications technological reach.In him realizing, usage of method financing of financing project studied in risk management for the purpose of mitigation of financing.
Probiems of project financing assess through approach identify risk which probably arise in sequence the core important. Hereinafter analyze the proper form of risk respon in approach of most effective expense. In the end will be form a model in mathematical equation. As a whole risk management of project financing will show the ability' of attract private financing for the agenda of improvement of Communications satellite business in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T25788
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Yuni Astuti
"ABSTRAK
Pemodelan Windwaves - 04 yaitu software numerik generasi kedua yang
diterapkan untuk menghasilkan data gelombang hasil dari pengamatan angin. Salah
satu syarat ketika menjalankan model ini yaitu perairan lautan yang dalam.
Tujuan pekerjaan dalam pemodelan ini yaitu mengamati karakteristik
gelombang dalam hal ini arah dan tinggi sehubungan dengan arah dan kecepatan
angin.
Windwaves - 04 menggunakan metode numerik dengan kombinasi beda
hingga dan teknik loncatan energi. Kombinasi ini mengurangi banyak dispersi energi
sementara teknik loncatan energi mengurangi tingkat kesalahan dalam skala ruang
dan waktu. Melalui input angin pengamatan yang diproses dalam prosedur running
program Windwaves-04, program tersebut kemudian menghasilkan output baru yaitu
data gelombang dan angin. Output terakhir ini kemudian di-ekstrak melalui prosedur
plotting dalam format baru yang dapat dibaca. Akhirnya output tersebut siap
dipetakan melalui perangkat lunak Arc View GIS versi 3.1 atau 3.3. Hasil terakhir
yaitu peta arah dan tinggi gelombang serta peta arah dan kecepatan angin ( Lampiran
A ).Dari hasil analisa terhadap peta dan grafik per wilayah secara visual, didapat
bahwa ternyata EL Nino 1997 dan 1998 tidak mempengaruhi pola pemusiman dan
penyebaran arah angin dan arah gelombang juga kecepatan angin dan tinggi
gelombang, tetapi dengan bantuan analisa dari tabel hasil interpretasi dari peta dan
grafik, ternyata El Nino 1997 dan 1998 menjadikan lebih dari separuh tahun tinggi
gelombang menjadi lebih kecil dan pada sebagian besar bulan, kecapatan anginpun
lebih kecil dengan asumsi El Nino terjadi pada bulan Maret 1997 hingga Agustus
1998 berdasarkan analisa kedalaman termoklin. Arah angin dan arah gelombang
secara keseluruhan tidak diubah oleh peristiwa El Nino dan arah angin secara
keseluruhan sama dengan arah gelombang.
Dilihat dari analisa per wilayah, tinggi gelombang tertinggi dan kecepatan
angin tertinggi terdapat pada Musim Timur atau Musim Barat bergantung pada letak
geografi perairan ( Belahan Bumi Utara = BBU atau Belahan Bumi Selatan = BBS ).
Untuk wilayah BBU, gelombang tertinggi terdapat pada Musim Barat dan di BBS
gelombang tertinggi pada Musim Timur. Terlihat, kecepatan angin makin besar
menyebabkan tinggi gelombangpun semakin besar.
Berdasarkan analisa dari peta untuk perairan antar kepulauan , ternyata bahwa
untuk wilayah BBU, gelombang tertinggi terdapat pada Musim Barat dan di BBS
gelombang tertinggi pada Musim Timur kecuali di selatan NTT gelombang tertinggi
pada Musim Barat karena pengaruh angin dari daratan Australia. Juga di Laut
Andaman ( BBU ), gelombang tertinggi terdapat pada Musim Timur, karena
pengaruh angin dari daratan Asia. Berdasarkan analisa dari peta untuk perairan sekitar Indonesia yaitu dengan
melihat pada kontur kecepatan angin, secara keseluruhan ternyata bahwa pada tahun
1997, kecepatan angin lebih besar dari tahun 1998, paling besar tahun 2005.
Kelompok kecepatan angin besar untuk ketiga tahun 1997, 1998, dan 2005, terdapat
pada Musim Timur, perkecualian terdapat pada Musim Barat tahun 1998 dan 2005
ketika tidak terjadi El Nino, ada kecepatan angin terbesar mencapai 20 knot.
Secara keseluruhan, perairan Indonesia memiliki tinggi gelombang rata-rata
bulanan tidak lebih dari 3 meter terkecuali pada Desember 2005 di Laut Cina Selatan,
tinggi gelombang lebih dari 3 meter. Gelombang di Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik tinggi dan kadangkala gelombang pada Samudera Hindia lebih besar
dikarenakan fetch yang lebih luas. Sedangkan gelombang di perairan antar kepulauan
secara keseluruhan rendah kecuali di Laut Banda."
2007
T39508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>