Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Syerly
"Tesis ini adalah hasil penelitian tentang pelaksanaan Program Pembangunan Perumahan Nelayan Desa Penjajap di Desa Pemangkat Kota sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang terkena bencana abrasi pantai dan gelombang pasang. Program pembangunan perumahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas tersebut dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang dimulai pada tahun 2001 dengan membangun sebanyak 112 unit rumah dengan sistim swakelola dan stimulan bagi penerima sasaran.
Program pembangunan perumahan yang melibatkan partisipasi masyarakat pada era sekarang ini merupakan suatu instrumen yang lebih efektif dan efisien serta sebagai sumber investasi baru bagi pembangunan. Masyarakat adalah objek dan sekaligus merupakan subjek dan sasaran hingga pada saat yang lama, ia menjadi unsur yang dominan dalam keikutsertaannya untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan kegiatan pembangunan yang dilakukan.Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan tentang pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan nelayan desa Penjajap di dusun Sebangkua Desa Pemangkat Kota dan mengetahui faktor-faktor penghambat / pendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan perumahan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan memberikan petunjuk tentang informasi yang tepat dan mendalam atas informan yang berikutnya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan sejumlah 112 unit rumah tahun 2001 ini terbatas kepada kegiatan pembangunan prasarana, pembentukan kelompok kerja dan kegiatan pembangunan perumahan. Hal ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas karena merupakan rangkaian dari program-program bantuan sebelumnya yang pernah ada di kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas, dengan melaksanakan sistim swakelola dan stimulan.
Program pembangunan perumahan tersebut dilaksanakan 3 (tiga) tahap. Tahap I tahun 2001 sebanyak 112 buah. Tahap II akan dilaksanakan tahun 2003, sebanyak 106 buah dan Tahap III akan dilaksanakan tahun 2004, sebanyak 118 buah. Partisipasi masyarakat dalam program pembangunan perumahan pada tahap I dimulai bulan Pebruari 2001 dan selesai dibangun bulan September 2002 sebanyak 112 unit rumah. Ternyata pada pelaksanaannva terdapat berbagai faktor penghambat dan pendorong dalam pelaksanaan program. Faktor penghambat partisipasi tersebut adanya perencanaan sentralistik, sifat ketergantungan masyarakat dan kebiasaan masyarakat. Hal ini mengakibatkan sebanyak 86 KK yang bersedia menetap di lokasi yang baru, dan 26 KK yang tidak bersedia pindah. Namun di antara 86 KK tersebut terdapat 11 KK yang sering kembali ke rumah asalnya dan hanya sesekali menetap di rumahnya yang baru. Sehingga dengan demikian, masyarakat yang murni menetap di dusun Sebangkau Desa Pemangkat Kota adalah sebanyak 75 KK.
Sedangkan faktor yang mendorong mereka bersedia pindah adalah kondisi dan kebutuhan masyarakat akan rumah, peran fasilitator (tim penyuluhan dan pembinaan pemindahan penduduk) dan peran tokoh-tokoh formal dan informal desa Penjajap dalam mendukung program tersebut.
Partisipasi program pembangunan tersebut dapat dikatakan berorientasi kepada proyek yang kurang mengarah kepada kepentingan masyarakat. Hal ini dapat menjadikan beberapa asumsi yang belum sesuai dengan konsep pentingnya partisipasi dan tujuan partisipasi dimana feed back yang diharapkan adalah pelibatan masyarakat, mulai dari persiapan program, proses perencanaan program, pelaksanaan program dan proses pembuatan keputusan program, masyarakat harus dilibatkan. Kemudian secara komprehensip dan terintegrasi melibatkan dinas instansi terkait, kepala Desa serta Lembaga-lembaga desa yang ada di desa yang bersangkutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sumartono
"Masyarakat miskin di sekitar hutan tidak berdaya terhadap kekuatan dari luar (kebijakan pemerintah, sistem produksi dan sistem pasar), serta keterbatasan dalam dirinya (SDM yang rendah), sehingga mereka tidak bisa mengelola sumber daya lokal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penjarahan kayu di hutan merupakan alternatif terakhir mereka, walaupun disadari tindakan itu melanggar hukum, merugikan dirinya sendiri dan juga orang banyak, serta pemerintah. Alternatif solusi untuk menangani masalah ini, yaitu menghilangkan faktor dari luar yang menghambat dan meningkatkan faktor dari dalam yang terbatas dengan melibatkan mereka (mengajak masyarakat untuk berpartisipasi) secara penuh di dalam kegiatan pemberdayaan.
Tema penelitian tentang partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan, dimaksudkan untuk mengkaji strategi dan teknik dalam mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat pada kegiatan pemberdayaan oleh para institusi pemberdaya. Dimana model penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Teknik penggalian informasi dengan studi pustaka, wawancara mendalam, observasi partisipasi dan PRA.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan, kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dalam mendorong dan meningkatkan partisipasi mereka bergerak ke arah positif, meskipun dalam waktu cukup lama. Pemberdayaan sosial dan ekonomi melalui program perhutanan sosial telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa di sekitar hutan, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam menjarah kayu di hutan, serta semakin meningkatnya partisipasi mereka dalam program tersebut karena tuntutan kebutuhan hidupnya. Konsep kelembagaan sosial, permodalan, pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan sumberdaya lokal, serta pendampingan juga telah tercover dalam aplikasi kegiatan pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan.
Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari dukungan para institusi pemberdaya di tingkat aplikatif, dimana mereka melakukan peranannya sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Setrategi yang dilakukan sebagai upaya mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat adalah memberikan akses lahan hutan melalui sistem kerjasama, penyuluhan kehutanan dan pertanian, bantuan modal usaha, membentuk jaringan kerja informal yang merespon kepentingan dan kebutuhan dari berbagai macam kelompok sosial (seperti keluarga, lingkungan RT, organisasi setempat), mensingkronkan berbagai gagasan, pikiran, harapan dan kebutuhan masyarakat, menegakkan aturan agar tercapai keterpaduan kelompok. Dimana strategi ini dilakukan melalui pendekatan konsultatif; delegasi dan pengendalian, serta pendekatan partisipatif. Sedang penumbuhan kesadaran masyarakat adalah dengan proses imitasi dan belajar dari pengalaman (refleksi), mengajak dan memberi contoh yang sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat.
Berbagai upaya tersebut akan berhasilguna dan berdayaguna apabila dari institusi-institusi pemberdaya dapat saling mengisi dan melengkapi dalam kegiatan pemberdayaan. Dengan demikian akan menciptakan sistem jaringan kerjasama dan finansial yang bisa menjadi bagian dan fungsi dari suatu strategi pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Kedekatan masyarakat sendiri dengan para institusi pemberdaya juga telah menciptakan suatu hubungan khusus yang informal tanpa menghilangkan substansinya, sehingga akan sangat memungkinkan bagi terciptanya dinamika masyarakat yang semakin cepat.
Namun beberapa kelemahan yang terdapat di dalam program perhutanan sosial, yaitu seperti adanya penyimpangan praktek di lapangan, masalah jaminan kesinambungan mengelola lahan hutan, luas lahan dan mekanisme pembagian lahan, kebebasan dalam menentukan jenis tanaman pangan, serta pembagian hasil hutan kayu yang masih belum jelas dan belum menguntungkan masyarakat, telah berpengaruh terhadap menurunnya partisipasi masyarakat desa di sekitar hutan dalam kegiatan tersebut. Oleh karena itu kebijakan kehutanan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan yang diaplikasikan melalui program perhutanan sosial perlu dikaji kembali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mukti
"Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Pembangunan tidak hanya dilakukan pada kota-kota besar saja,melainkan juga mencakup pembangunan desa yang jumlahnya banyak tersebar di seluruh Indonesia, terlebih lagi bagi desa yang berada di luar Pulau Jawa yang relatif miskin termasuk Desa Pelangko Kecamatan Kelayang Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Pembangunan desa akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat yang aktif dari seluruh lapisan, tetapi pada kenyataannya sistem perencanaan pembangunan desa selalu bertumpu pada sistem top down dengan mengabaikan bottom up. Atas dasar itulah PPK dirancang untuk lebih mengedepankan peran masyarakat desa dan pemerintahan yang paling rendah agar mampu membuat keputusan bagi pembangunan di desanya dengan tujuan utama adalah peningkatan partisipasi masyarakat demi menangguiangi masalah kemiskinan.
Ada dua tujuan dari penelitian ini, yaitu bagaimana partisipasi masyarakat desa dalam program pengembangan kecamatan baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengembangan kecamatan baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program. Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif.
Penelitian ini dilakukan di Desa Pelangko dengan 15 orang informan, menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan studi literatur.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata dari hasil wawancara dengan informan dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Pelangko terhadap Program Pengembangan Kecamatan tersebut cukup baik. Perhatian masyarakat terhadap PPK yang dilaksanakan cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aktifitas yang dilakukan masyarakat dalam program tersebut, baik pada proses perencanaan maupun pelaksanaan program.
Ada empat kegiatan yang dapat diukur sebagai partisipasi masyarakat dalam perencanaan PPK, yaitu pemilihan fasilitator desa, penggalian gagasan, musbangdes III dan penentuan usulan desa, TTD dan wakil desa. Seluruh proses pada perencanaan program langsung dilaksanakan oleh masyarakat, mereka mempunyai hak suara yang sama dalam memilih, dipilih maupun dalam hal pengajuan usulan kegiatan desa. Serta tiga kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan PPK, yaitu pencairan dana, usulan ekonomi produktif dan kegiatan sarana/prasarana. Adapun proses pada pelaksanaan kegiatan ini, dilakukan sesuai dengan porsi masing-masing baik oleh masyarakat maupun fasilitator dan penegakkan berbagai aturan yang ada dalam PPK itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan partisipasi masyarakat cukup baik dalam PPK adalah karena adanya tokoh-tokoh informal desa, kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Kumoro
"Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yang dapat di salurkan melalui LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) di Indonesia. Khususnya di Yogyakarta belum dapat di capai dengan baik. Lemahnya partisipasi masyarakat ini diduga kuat ada hubunganya dengan faktor gaya kepemimpinan ketua LKMD dan tingkat pendidikan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan pada asumsi tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan: (1) mengetahui ada tidaknya hubungan antara gaya kepemimpinan ketua LKMD dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa ini kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta; (2) mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan warga masyarakat dengan partisipasinya dalam pembangunan desa di kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta. Selanjutnya ditetapkan empat teori utama sebagai logika berfikir pada tahap pertama penelitian ini., yaitu: Teori pembangunan desa, yang mengacu pada pradigma pembangunan yang mengutamakan manusia (people-centered development) yang di kemukakan oleh David C. Korten.
Pengukuran terhadap variabel gaya kepemimpinan ketua LKMD mempergunakan teorikepemimpinan yang dikembangkan oleh Pusat Studi kepemimpinan, Universitas Iowa. Variabel tingkat pendidikan operasionalisasinya berdasrkan asas pendidikan seumur hidup, yaitu bahwa pendidikan dapat diperoleh melalui jalur sekolah, non-formal maupun informal. Partisipasi masyarakat dalan pembangunan desa sebagai variabel tergantung diukur dengan mempergunakan teori partisipasi prosesional dari Cohen dan Uphoff. Pada tahap kedua; analisis terhadap hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung mempergunakan teknik korelasi product Moment dari Karl Pearson.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan ketua KLMD dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta. Demikian pula penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di kecamatan Godean, Sleman, Yogyakarta. Oleh karena itulah agar partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di kecamatan godean, Sleman, Yogyakarta dapat meningkat perlu diterapkan gaya kepemimpinan ketua LKMD yang cenderung ke arah demokratis dan perlu senantiasa diupayakan perbaikan tingkat pendidikan masyarakat.
Berdasarkan pada temuan diatas, maka diajukan saran agar dipertimbangkan materi gaya kepemimpinan sebagai salah satu bahan uji bagi calon kepala desa (ex-officio ketua LKMD). Disamping itu perlu diprogramkan peningkatan pendidikan masyarakat baik melalui pendidikan formal, nonformal maupun informal sehingga diharapkan wawasan dan pemahaman tentang pembangunan dapat meningkat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrudin
"Hakikat tujuan pembangunan pedesaan adalah mengubah secara sadar dan bertahap tatanan kehidupan warga masyarakat desa dari sistem nilai tradisional ke arah sistem nilai modern. Atau dengan kata lain, pembangunan pedesaan adalah suatu proses modernitas kehidupan masyarakat desa yang dilakukan secara terpola dan terarah untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan warga masyarakat desa, dimana arti dan fungsi nilai-nilai teori (penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan nilai-nilai ekonomi (kesejahteraan masyarakat) menjadi lebih dominan dari nilai-nilal lainnya.
Dalam pelaksanaannya, tujuan pembangunan desa ternyata masih jauh dari kenyataan yang diinginkan. Hasil pembangunan pedesaan tampaknya belum merata, dan bahkan terdapat indikator yang menunjukan bahwa gerak pembangunan pedesaan terkesan lamban bila dibandingkan dengan gerak pembangunan perkotaan. Berangkat dari pemikiran inilah, penulis mencoba mengkaji kebijakan dan strategi pembangunan desa dengan mengambil studi kasus di Desa Kota Baru Kecamatan Lahat Kabupaten Lahat Sumatera Selatan.
Secara umum, dari hasil observasi dan studi pustaka yang dilakukan selama penelitian berlangsung, menunjukkan adanya distorsi pembangunan yang disebabkan oleh kemandegan fungsi kelembagaan masyarakat desa khususnya di Kota Baru. Persoalan ini muncul berawal dari penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa yang kemudian disusul dengan kepmendagri No.27 Tahun 1984 tentang susunan organisasi dan tata kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Keberadaan undang-undang tersebut ternyata telah mendisfungsikan kelembagaan masyarakat yang semestinya demokratis, aspiratif dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Akibatnya kemudian adalah berhentinya fungsi LMD dan LKMD sebagai lembaga pengambilan keputusan dan perencana pembangunan di desa sebagai representasi kebutuhan masyarakat.
Dari hasil observasi di desa Kota Baru menunjukkan bahwa, pola perencanaan top-down dalam pembangunan pedesaan yang dipraktekkan sejak orde baru ternyata kurang efektif dalam upaya membangun dan memberdayakan masyarakat desa sebagai obyek sekaiigus subyek pembangunan.
Dari hasil penemuan tersebut, maka penulis mencoba menyarankan untuk dilakukannya reformasi kelembagaan masyarakat di desa Kota Baru, agar lebih demokratis, aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat, serta berkualitas dalam pengertian bahwa aparatur yang duduk di kelembagaan tersebut memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik dalam merencanakan dan mengambil kebijakan dalam rangka mensukseskan pembangunan desa di Kota Baru Kabupaten Lahat Sumatera Selatan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan rill masyarakat desa Kota Baru."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dodik Umar Sidik
"Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa dinamika masyarakat pada tingkat desa dapat terwadahi dalam tiga institusi utama yaitu Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) merupakan salah satu lembaga kemasyarakatan sebagai mitra kerja pemerintah desa untuk mengelola, merencanakan dan melaksanakan pembangunan dengan menggali swadaya gotong royong masyarakat. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat merupakan pengganti dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan semangat otonomi daerah. Pembangunan desa merupakan upaya pembangunan yang dilaksanakan di desa dengan ciri utama adanya partisipasi aktif masyarakat dan kegiatannya meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik fisik material maupun mental spiritual. Untuk itu dilakukan penelitian tentang peranan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat dalam pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor.
Penelitian ini ingin mengkaji dan mengungkap peranan LPM serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor. Selain itu juga mengetahui bagaimana hubungan peranan LPM dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa, serta kontribusi pembangunan desa dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah. Penelitian dilakukan dengan metode survey. Dilaksanakan penelitian deskriptif maupun asosiatif agar dperoleh kejelasan terhadap variabel yang diteliti. Data dikumpulkan melalui kegiatan wawancara, observasi, kuesioner dan pemanfaatan data sekunder yang selanjutnya diolah serta dianalisis dengan analisis korelasi dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan tingkat sedang sebesar 0,56 antara peranan LPM dan partisipasi masyarakat secara bersama-sama terhadap pembangunan desa. Peranan LPM dan partisipasi masyarakat saling mendukung dan memperkuat dalam meningkatkan pembangunan desa. Pengaruh peranan LPM dan Partisipasi masyarakat terhadap pembangunan desa dinyatakan ke dalam persamaan regresi Y = 46,67 + 0,1 X1 + 0,28 X2 untuk keperluan prediksi. Sesuai nilai koefisien determinasi (r2) = 0,32 mencerminkan bahwa 32 % variasi variabel pembangunan desa dipengaruhi oleh adanya variasi variabel peranan LPM dan partisipasi masyarakat secara simultan.
Diperoleh kesimpulan bahwa peranan LPM belum optimal dan merata diwujudkan di seluruh desa. Hal ini karena terbatasnya kemampuan pengurus LPM, kurangnya sosialisasi tugas dan fungsi LPM kepada masyarakat, kurangnya pembinaan dari Pemda serta tidak ada dukungan dana operasional. Partisipasi masyarakat lebih besar kontribusinya dari peranan LPM dalam pembangunan desa. Adanya partisipasi masyarakat tidak selalu dimotori oleh pengurus LPM, bisa oleh tokoh masyarakat lainnya sehingga menjadi tantangan bagi pengurus LPM untuk menarik dan memperoleh dukungan masyarakat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kontribusi pembangunan desa di Kecamatan Bojonggede dalarn rangka meningkatkan ketahanan daerah di Kabupaten Bogor antara lain adanya pemahaman dan pengamalan ideologi Pancasila cukup baik oleh masyarakat, Pemilu berlangsung lancar dan pilihan kepada desa berlangsung secara demokratis, kegiatan ekonomi masyarakat cukup dinamis walaupun jumlah pengangguran, keluarga pra sejahtera cukup banyak, perubahan struktur sosial maupun gaya hidup sangat drastis akibat pengaruh kota sehingga perlu diwaspadai perkembangannya, saat ini kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat terkendali.

Act Number 32, 2004 on Local Government Stated that the community activities on the rural level conducted through three principal institutions, which are, the rural government, rural house of deliberation, and the society institution. Society Empowerment Institution (SEI) is one of the society institutions which functioned as working partner of the rural government for managing, planning and executing the development projects through the elaboration of the community's local resources. SEI is the replacement as well as continuation of the now abolished rural society resilience institution which considered being no longer relevant with the local autonomy spirit. Rural development is the effort of development which carried out in rural areas, with main characteristics of the presence of active participation from the local community and its activities are encompassing all aspects of the local community's daily life, both material and spiritual. It is in the light of the principal that this research was conducted to study the role of SEI in the rural development, in Bojonggede, regency of Bogor.
The goal of this research is to study and reveal the role of SEI, as well as the local community participation toward the rural development, and the contribution of the rural development in enhancing the regional resilience. This research was conducted by utilizing survey method. Both descriptive and associative research was used, to achieve a degree of accuracy and clarity of the variables being studied. The data were collected through interviews, observations, questioners, and the proper utilization of secondary data which were analyzed with correlation and regression analysis.
The outcome of the research indicated the existence of medium level relation 0.56 between the SET role and the community participation, which simultaneously affected the rural development. Both of the SEI role and the rural community participation are mutually supporting as well as mutually strengthening in enhancing the rural development. The influence of SEI role and community participation toward rural development are stated in the following regression equation = 46,67 + 4,lXfi + 0,28X2 for the means of prediction. According to the determination of coefficient value (?) = 0.32 indicated that the 32% variation of rural development variables was influenced by the presence of variation of simultaneous SEI role and community participation variables.
The research concluded that the SEI role has not reached its utmost optimality, and the presence throughout the rural area is still considered to be uneven. The primary causes of such condition mainly are the limited capability of the SEI personnel, the lack of socialization on the task and function of the SEI among rural community, and the lack of assistance as well as operational budget from the regional government. Currently, the contribution of community participation is still larger in comparison to the SEI role, since that traditional participation frequently do not initiated by the SEI personnel, which become a considerable challenge for the SEI to be able to attract and to win popular support in executing its task and function of developing rural area. The primary contributions of the rural development in Bogor regency are correct understanding and application of Pancasila within Bogor society, the success of the 2004 general election, as well as the local rural government executive official election, which also achieved a considerable success. The contribution also reflected in economic domain, visible from the dynamic economic activity of the society, in spite of the still quite high number in jobless persons, poor families, and the changes in both social structure as well as the way of life which drastically altered due to the urban influence which are needed' special attention. However, above all else, the condition of the local resilience, security and public order, is still in favorable term."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diden Rostika
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai pemberdayaan masyarakat miskin, melalui Program Pengembangan -Kecamatan, di Kabupaten Sumedang, Kecamatan Tanjungsari tahun 1999-2002.
Dilatarbelakangi oleh ketidakberhasilannya program ini dalam meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat miskin, maka peneliti mencoba melakukan penelusuran terhadap proses sosialisasi ditahap perencanaan kegiatan, proses pelaksanaan kegiatan dan pemeliharaan program.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian deskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang proses pelaksanan program, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan didahului dengan membuat theoretical sampling dan dilanjutkan dengan penarikan sample secara "snowball sampling" yang meliputi petugas, dan penerima program. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut peneliti menggunakan teknik "in-depth inleruiew ", observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Margaluyu kurang berhasil memberdayakan masyarakat miskin. Penyelenggaraan program tidak mampu meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakat miskin, bantuan yang diberikan program terutama untuk UEP dan KSP belum cukup memberikan peluang bagi peningkatan pendapatan, penyediaan lapangan kerja, dan juga belum bisa membangun kelompok masyarakat dalam bentuk UEP atau KSP yang kuat, juga malah membuat keharmonisan sebagian masyarakat dengan aparat desa menjadi terganggu karena kecurigaan-kecurigaan masalah dana proyek.
Kegagalan ini berawal dari sosialisasi program yang kurang memasyarakat. yang berakibat pada persepsi yang berbeda, dan motivasi partisipasi yang berlainan, disini motif ekonomi sangat dominan dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam program ini. Didukung oleh pendampingan yang tidak berkesinambungan, kompetensi sebagai cotmnunity worker tidak memadai dan pendamping masyarakat yang bekerja lebih berorientasi pada tugas sesuai petunjuk teknis dan petunjuk operasional bukan pada proses sehingga kurang bermanfaat bagi anggota kelompok dan anggota masyarakat pada umumnya. Juga pendekatan yang dilakukan pada proses pemberdayaan untuk mencapai.hasil yang maksimal perlu disesuaikan dengan komunitas yang ada, dalam satu komunitas ada saatnya `didekati' dengan pendekatan yang directive tetapi ada saatnya menggunakan pendekatan yang non-directive.
Pola perguliran yang dikembangkan tidak menyebarluas menjangkau sasaran yang lebih jauh, tapi membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih eksklusif karena hanya orang-orang tertentu dan orang-orang yang sama yang bisa menikmati pelayanan program melalui UEP.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, program pemberdayaan harus dilakukan secara komprehensif dalam seluruh aspek kehidupan dengan memprioritaskan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dengan pendekatan directive atau non-directive. Membangun perekonomian desa dengan potensi yang ada dengan memperluas jaringan kerja, membangun lembaga perekonomian seperti misalnya koperasi, guna menghimpun petani tembakau dan kelompok UEP lainnya kedalam satu wadah yang dapat mempermudah dan daya tawar menjadi transparan, menguatkan kelompok UEP agar mampu bersaing dan menumbuhkan produktifitas yang pada akhirnya dapat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan nagari dalam memberdayakan masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap upaya pemberdayakan tersebut. Penelitian ini dipandang panting mengingat transisi dari desa ke nagari merupakan suatu bentuk perubahan sosial di masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut sangat dibutuhkan peran agen perubah (dalam hal ini nagari), karena pada dasamya masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam mengikuti perubahan tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan di lapangan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup wali nagarilaparat nagari, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten.
Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa di lokasi penelitian Situjuah Batua, organisasi nagari telah berkembang balk dan berjalan cukup efektif. Peluang yang ada dengan diberikannya otonomi yang cukup luas kepada nagari dalam mengurus masyarakatnya dapat dimanfaatkan ke dalam tindakan nyata terutama dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran sebagai pemberdaya telah terlihat sejak awal proses Kembali ke Nagari, proses pembangunan di nagari, proses pembuatan produk hukum nagari dan dalam mewujudkan berbagai program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang kalau disimpulkan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut tercakup dalam tiga bidang yaitu pemberdayaan di bidang politik, hukum dan ekonomi sebagaimana batasan permasalahan penelitian ini. Kondisi ini bisa tercipta karena ditunjang oleh kapasitas dan karakter kemmimpinan yang dimiliki oleh wall nagari sehingga mampu menjalankan peran sebagai salah seorang agen perubah. Disamping itu kondisi sosial budaya masyarakat yang masih homogen dimana ikatan dan nilai-nilai social seperti kebersamaan, gotong royong dan lain sebagainya, masih me[ekat kuat di masyarakatnya temyata bisa dimanfaatkan menjadi suatu potensi sosial (social capital), sehingga ikut mendorong beijalannya proses pemberdayaan masyarakat nagari tersebut secara bertahap.
Akan tetapi sebaliknya, temyata organisasi Nagari Sarilamak belum berkembang secara baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum efektifnya peran yang dijalankan nagari dalam memberdayakan masyarakat, temyata hanya ditemui di beberapa item kegiatan saja. Memang dalam tahap awal pada proses Kembali ke Nagari, peran sebagai pemberdaya sempat mengemuka. Akan tetapi da[am penyelenggaraan berbagai kegiatan nagari seianjutnya, peran pemberdaya tersebut justru cenderung hilang. Dengan kata lain peruhahan yang terjadi di sarilamak baru sekedar berganti istilah dari desa ke nagari.
Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak mampunya wali nagari bertindak sebagai agen perubah karena tidak ditunjang oleh kapasitas dan kemampuan serta kualitas kepemimpinan yang memadai. Masalah ini kian dipersulit dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen. Heterogenitas masyarakat Sarilamak ternyata memberi kesulitan tersendiri karena masih kuatnya beriaku nilai-nilai tradisional dalam kehidupan masyarakat, sehingga kaum pendatang hams mau menerima internalisasi nilai budaya lokal yang belum tentu sesuai dengan budaya asli mereka seperti yang terjadi di Jorong Purwajaya yang dihuni mayoritas suku Jawa. Akibat adanya heterogenitas ini masyarakat ternyata cenderung apatis dengan berbagai program kegiatan yang ada di nagari.
Persoalan kian bertambah bila dikaitkan dengan perangkat regulasi pemerintah kabupaten yang temyata tidak menciptakan suasana yang kondusif dan malah disadari atau tidak, menimbulkan suatu pola ketergantungan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemberian subsidi kepada nagari, reposisi dan pergesaran fungsi camat maupun upaya pembinaan yang harusnya dijalankan belum dilakukan secara optimal.
Terlepas dari semua itu, upaya pemberdayaan tetap hams dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (ongoing process). Karena untuk menciptakan suatu masyarakat yang berdaya tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu sekejap, akan tetapi tetap harus ada langkah-langkah nyata untuk mewujudkannnya.
Untuk menyikapi kandisi dan permasalahan yang terjadi menyangkut peranan yang idealnya dilaksanakan oleh nagari maka diperlukan berbagai pembenahan. Pembenahan hams dilakukan terhadap kondisi internal nagari terutama peningkatan kapasitas dan kemampuan wali nagarilaparat nagari agar mampu menjalan peran mendasar sebagai agen perubah. Kemudian perbaikan juga ditujukan kepada masyarakat agar mampu mengerti dan menyadari tentang apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan mereka serta potensi yang dimiliki. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang lebih atas (terutama pemerintah kabupaten) yang mendukung terwujudnya pemberdayaan bagi masyarakat nagari."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dumatubun, Agapitus Ezebio
"ABSTRAK
Latar belakang masalah adalah, bahwa setiap program pembangunan yang direalisir pada orang Amungme masih banyak menunjukkan kurangnya peranserta aktif mereka. Timbul pertanyaan: Mengapa orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam pembangunan ? Tulisan ini berusaha mengungkapkan pertanyaan tersebut dengan menunjukkan adanya perbedaan antara pola pembangunan yang ada dengan pola tradisional orang Amungme. Menurut peneliti perbedaan ini terletak pada perbedaan persepsi peranserta dan jenis peranserta orang Amungme dengan persepsi pelaksana pembangunan. Lebih lanjut peneliti mengungkapkan bahwa perbedaan itu terwujud dalam hubungan antara pola program pembangunan dengan aspek kekuasaan dalam keluarga, kepemimpinan dan pengambilan keputusan.
Studi ini berupaya mendeskripsikan, mencari, menjelaskan sistem peranserta, kepemimpinan, kekuasaan dan pengambilan keputusan orang Amungme. Analisa dilakukan secara kualitatif. Pengumpulan data lapangan dilakukan melalui teknik observasi langsung dan partisipasi serta wawancara. Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan kunci, dan wawancara terbuka dilakukan juga terhadap berbagai orang dan pada berbagai kesempatan. Selain pengumpulan data di lapangan, dilakukan juga di perpustakaan dan lembaga-lembaga terkait di Irian Jaya dan Jakarta.
Berdasarkan hasil analisis data lapangan, peneliti menemukan bahwa persepsi peranserta dalam pembangunan menunjukkan perbedaan. Persepsi peranserta orang Amungme dalam pembangunan lebih mengarah pada wujud gotong royong tolong menolong dalam berbagai aktivitas hidup yang dinyatakan dengan suatu perhitungan secara tajam dan spontanitas berdasarkan kategorisasi kegiatan. Sedangkan persepsi peranserta pelaksana pembangunan lebih mengarah pada upaya keterlibatan aktif penduduk dalam pengambilan keputusan, pengalokasian kebijaksanaan, dan distribusi serta implementasi perencanaan. Di sini dituntut bahwa orang Amungme harus terlibat dan memelira serta mengembangkan program pembangunan sebagai bagian untuk mereka. Dalam pelaksanaan, pelaksana pembangunan lebih banyak menerapkan bentuk kekuasaan paksaan atau coercive power.
Dikaitkan dengan kekuasaan secara tradisional pada orang Amungme yang masih menerapkan bentuk kekuasaan konsensus atau consensual power, menujukkan adanya perbedaan. Selain itu peranan Me-ki sebagai pemimpin tradisional dalam pengambilan keputusan, kurang memainkan peranan penting. Kepala desa serta istrinya lebih banyak memainkan peranan dalam pengambilan keputusan. Akibat perbedaan tersebut di atas, maka orang Amungme kurang berperanserta aktif dalam segala program pembangunan yang direalisir."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Kuswanda
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat yang dilakukan secara nasional dengan biaya yang cukup besar dan merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia, adalah alasan pentingnya diadakan penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka permasalahan penelitian adalah "apakah praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT mendorong berkembangnya masyarakat mandiri?".
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui atau memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pemberdayaaan masyarakat oleh pendamping melalui program IDT.
Teori dan konsep yang dijadikan sebagai landasan dalam penelitian adalah teori dan konsep tentang pemberdayaan (empowerment), pengembangan masyarakat (community development), kemiskinan, dan program Inpres Desa Tertinggal (IDT).
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa : wawancara, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pengetahuan yang diberikan berupa pengetahuan tentang program atau proyek IDT, pemberian motivasi, dan pendekatan partisipatif dalam memberdayakan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan secara umum bahwa praktek pemberdayaan masyarakat melalui program IDT belum mendorong ke arah berkembangnya masyarakat mandiri. Untuk itu maka saran yang diaiukan adalah perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat dan memperkuat daya atau potensi yang dimiliki."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>