Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5824 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kombinasi antibiotik b-laktam dengan penghambat b-laktamasa terbukti telah dapat mengatasi resistensi yang disebabkan oleh produksi b-laktamasa. Konsentrasi Hambatan Minimal (KHM) beberapa antibiotik b-laktam terhadap isolat penghasil b-laktamasa akan dievaluasi. A.anitratus, E.koli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, dan b-hemolitik Streptokokkus, dipaparkan terhadap Ampisilin/Sulbaktam (AMS), Seftriaksone (CRO), dan Sefotaksime (CTX) menggunakan teknik Etest. Produksi b-laktamasa diidentifikasi menggunakan cakram Cefinase. Enampuluh empat persen isolat memiliki kemampuan menghasilkan b-laktamasa. Semua E.koli dan K.pneumoniae yang diuji merupakan penghasil b-laktamasa, namun tidak satupun Proteus sp, Pseudomonas sp, dan S.epidermidis yang diuji menghasilkan b-laktamasa. Dalam kelompok penghasil b-laktamasa, sulbaktam mampu menurunkan resistensi terhadap CFP dari 25% menjadi 5%. Sekitar 20% dari isolat penghasil b-laktamasa yang resisten terhadap CFP, ternyata peka terhadap CSL. Kepekaan S.viridans terhadap AMS, AMC, CFP, dan CSL ternyata lebih dari 80%, tetapi kurang dari 50% terhadap CRO dan CTX. S.pneumoniae ternyata kurang peka terhadap antibiotik yang diuji. Kepekaan S.aureus terhadap antibiotik uji adalah 60 sampai 70%, sedangkan Streptokokus b-haemolitikus memperlihatkan respons yang baik. Hanya 30% atau kurang K.pneumoniae dan E.koli yang peka terhadap AMS dan AMC. A.anitratus memperlihatkan kepekaan yang baik hanya terhadap AMS (78%) dan CSL (89%). Enampuluh empat persen isolat yang diamati ternyata menghasilkan b-laktamasa. Penghambat b-laktamasa dapat menurunkan resistensi organisma penghasil b-laktamasa terhadap antibiotik b-laktam dari 25 menjadi 5 persen. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)

Combination of b-lactam antibiotic with b-lactamase inhibitor has been proven to overcome resistance caused by b-lactamase production. An evaluation to the MIC of some b-lactam antibiotics to b-lactamase producing isolates will be reported. A.anitratus, E.coli, K.pneumoniae, Proteus sp, Pseudomonas sp, S.aureus, S.epidermidis, S.pneumoniae, S.viridans, and b-hemolytic Streptococcus, were challenged to Ampicillin/Sulbactam (AMS), Amoxicillin/Clavulanic acid (AMC), Cefoperazone (CFP), Cefoperazone/ Sulbactam (CSL), Ceftriaxone (CRO), dan Cefotaxime (CTX) using ETest techniques. b-lactamase production was identified using Cefinase disk. Sixtyfour percent of isolates were capable of producing b-lactamase. All E.coli and K.pneumoniae tested were b-lactamase producer, none of Proteus sp, Pseudomonas sp, and S.epidermidis tested produced b-lactamase. In b-lactamase producing group, Sulbactam was able to reduce resistance to CFP from 25% to 5%. About 20% of b-lactamase producing isolates which were resistant to CFP, were susceptible to CSL. Susceptibility of S.viridans to AMS, AMC, CFP, and CSL was higher than 80%, but less than 50% to CRO and CTX. S.pneumoniae was less susceptible to tested antibiotics, 50 to 60% susceptibility was shown to AMC, CFP, and CSL. S.aureus was 60 to 70% susceptible, while b-haemolytic Streptococcus showed good response to the tested antibiotics. Only 30% or less of K.pneumoniae and E.coli was susceptible to AMS and AMC. A.anitratus showed good susceptibility only to AMS (78%) and CSL (89%). Sixtyfour percent of isolate studied produced b-lactamase. b-lactamase inhibitor could reduce resistance of b-lactamase producing organism to b-lactam antibiotic from 25 to 5 percent. (Med J Indones 2004; 13: 140-5)"
Medical Journal of Indonesia, 13 (3) Juli September 2004: 140-145, 2004
MJIN-13-3-JulSep2004-140
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ferreira de Almeida, Augusto
Basel,: Recom,, 1991
615.329 FER a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kucers, A.
London : Heinemann Medical, 1972
615.329 KUC u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retnosari Andrajati
"Tujuan penelitian ini ialah untuk membandingkan penggunaan antibiotik sebelum dan sesudah penerapan Formularium Rumah sakit (FRS) di Rumah Sakit MMC (RS MMC). Seluruh penggunaan antibiotik yang termasuk dalam klasifikasi J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dicatat dari data pelayanan farmasi rawat-inap dan rawat-jalan. Paramater kuantitatif penggunaan antibiotik pasien rawat inap adalah Defined Daily Doses/100 hari rawat (DDDs/shr) dan DDDs/1000 pasien/hari (DDDs/rph) untuk pasien rawat-jalan. Parameter kualitas penggunaan obat adalah jumlah nama obat yg berdasarkan urutan DDDs membentuk segmen 90% dari total penggunaan obat (DU90%) dan kepatuhan peresepan antibiotik terhadap formularium dalam segmen DU90% berdasarkan nama dagang dan nama generik. Kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik dibandingkan sebelum dan sesudah penerapan FRS (tahun 2000 terhadap tahun 1999). Analisa perbandingan kuantitas penggunaan antibiotik dilakukan dengan. uji peringkat tanda Wilcoxon. Penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap menurun nyata sebesar 23,1%, dari 124,96 DDDs/shr di tahun 1999 menjadi 96,13 DDDs/shr (p= 0,03). Penurunan penggunaan antibiotik di rawat-jalan 4,9%, dari 3,49 DDDs/rph di tahun 1999 menjadi 3,32 DDDs/rph di tahun 2000 (p=0,58). Siprofloksasin adalah antibiotik yang terbanyak diresepkan di rawat-inap pada tahun 1999 dan 2000, sedangkan di rawat-jalan amoksisilin pada tahun 1999 dan siprofloksasin pada tahun 2000. Kepatuhan peresepan antibiotik terhadap FRS untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan berturut-turut berdasarkan nama generik 100% dan 100%, berdasarkan nama dagang 90,5% dan 94,3%. Profil penggunaan antibiotik dalam segmen DU90% untuk pasien rawat-inap dan rawat-jalan dapat dikatakan tidak menunjukkan perbaikan baik berdasarkan nama dagang maupun nama generik. Sebagai kesimpulan ialah bahwa penerapan FRS di RS MMC hanya menunjukkan penurunan bermakna pada penggunaan antibiotik untuk pasien rawat-inap. (Med J Indones 2004; 13: 173-9)

The objective of this study is to compare the use of antibiotics at the Metropolitan Medical Center Hospital in Jakarta, Indonesia (MMCH), before and after the implementation of a hospital formulary. All antibiotic data under J01 Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification were collected from pharmacy inpatient and outpatient records. Quantitative antibiotic use was expressed in Defined Daily Doses/100 bed-days (DDDs/hbd) for inpatients and DDDs/1000 patients/day (DDDs/tpd) for outpatients. The general quality of drug use was assessed in number of drugs that account for 90% of the use (DU90%) and the adherence to hospital formulary by substance and brand name within the DU90% segment. Quantitative and qualitative antibiotic use were compared before and after implementation of the formulary (1999 to 2000). The Wilcoxon rank sign test was used to compare overall antibiotic use. Inpatient antibiotic usage decreased significantly by 23.1%, 124.96 DDDs/hbd in 1999 to 96.13 DDDs/hbd during 2000 (p= 0.03) and outpatient antibiotic usage decreased insignificantly by 4.9%, 3.49 DDDs/tpd during 1999 to 3.32 DDDs/tpd during 2000 (p=0.58).The most commonly antibiotic use was ciprofloxacin in inpatient setting during the study and in out-patient setting was amoxicillin in 1999 and ciprofloxacin in 2000. The adherence to the formulary by substance and by brand name in inpatient department was 100% and 90.5% and in outpatient department was 100% and 94.3% during the study. DU 90% by substance name and by brand name was considerably not improved in both settings. The conclusion is that the effectiveness of one year formulary implementation at MMCH was only revealed in inpatient setting. (Med J Indones 2004; 13: 173-9) "
2004
MJIN-13-3-JulSep2004-173
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arys Medta Pariwidjayanti
"Swamedikasi antibiotik dapat meningkatkan terjadinya resistensi antibiotik dan resiko penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien terhadap bahaya penggunaan antibiotik tanpa resep. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pemasangan banner terhadap pengetahuan pengunjung mengenai bahaya swamedikasi antibiotik.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen semu menggunakan rancangan separate sample pretest-posttest. Kuesioner yang telah tervalidasi digunakan untuk mengumpulkan data sosiodemografi, riwayat penggunaan antibiotik, pengetahuan pengunjung sebelum dan setelah 1 bulan pemasangan banner. Penelitian dilakukan pada bulan November 2012-Mei 2013 di 22 apotek kota Depok. Sampel penelitian merupakan responden yang berkunjung ke apotek tersebut dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Jumlah responden yang diperoleh saat pretest dan posttest sebanyak 133 orang dan 44 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pengunjung mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang, baik pada saat pretest (nilai rata-rata 9,59) dan posttest (nilai rata-rata 10,09). Pemasangan banner antibiotik tidak memberikan berpengaruh terhadap pengetahuan pengunjung apotek (p>0,05).

Self-medication with antibiotics can increase the antibiotic resistance and the risk of inappropriate use. This practice is happened because the lack of patient knowledge about the danger of antibiotic use without prescription. Education providing with banner setting in the pharmacies could be undertaken to increase the patient knowledge. The aim of this study was to analysis the influence of banner setting in the pharmacies toward visitor knowledge about the danger of sel-medication with antibitics.
This study was quasi experiment with separate sample pretest-postest design. A validated questionnaire was used to obtain socio-demographic data, history of antibiotic use, visitor knowledge before and after 1 month banner setting. This study was conducted from November 2012 to february 2013 in 22 Depok pharmacies. The sample of this study was the respondent who visited to pharmacies and meet the inclusion and exclusion criteria. A consecutive sampling method was used in this study, which involved 133 respondents in the pre-test and 44 respondents in the post-test.
The result showed that the majority of visitors had a moderate level of knowledge, both in pre-test (mean= 9.59) and post-test (mean = 10.09 ). The banner setting of antibiotics weren’t given the influence to pharmacy visitors knowledge (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T34988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nila Indrawati
"Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis pengendalian persediaan antibiotik pada tahun 2011 di RSIA Budi Kemuliaan. Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif untuk menganalisis unsur-unsur yang berpengaruh pada efektifitas pengendalian dan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melakukan analisis ABC antibiotik pada tahun 2011. Hasil yang didapat dari penelitian ini untuk analisis ABC nilai indeks kritis, kelompok A terdiri dari 8 item obat atau 6,25 % dari seluruh item antibiotik, kelompok B 58 item atau 45,31% dan kelompok C 48,44% atau 62 item antibiotik Untuk evaluasi Formularium, 28 item antibiotik dalam kelompok C dapat dihilangkan. Efektifitas pengendalian belum tercapai, dikarenakan kebijakan yang ada belum cukup dan belum dibakukan menjadi pedoman yang disosialisasikan serta dievaluasi secara rutin dan belum dibakukannya prosedur-prosedur yang berkaitan dengan pengendalian persediaan, serta sistem informasi yang tersedia belum menunjang proses pencatatan dan pelaporan.

The aim of this research is to analyze antibiotics stock control in Budi Kemuliaan Hospital in 2011. This was a cross-sectional study using qualitative approach to analyze some factors influencing control effectivity and quantitative approach to analyze ABC antibiotics in 2011. The result of this study, using ABC analysis of critical index point, showed that Group A consisted of 8 drug items or 6.25% of total antibiotics items, Group B consisted of 58 items (45.31%) and Group C consisted of 62 items (48.44%). Twenty eight itemsin Group C could be deleted from Budi Kemuliaan Hospital?s drug formularium lists.The effectivity of stock control had not been achieved yet because the policy regarding stock controlhad not been established adequately andhad not became a guidance to be socialized and evaluated routinely;there were many procedures of drug stock control had not became SOP (Standard Operating Procedure); and the excellence information system that supported good documentation had not been available yet."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31235
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Fathni
"Laparotomi merupakan salah satu prosedur medis yang dilakukan secara manual dan menyebabkan banyak perlukaan, yang berisiko tinggi mengalami infeksi, yang dicegah dengan antibiotik profilaksis. Pemberian antibiotik profilaksis yang dilakukan secara empiris dapat menyebabkan banyak dampak negatif jika dilakukan tanpa pengkajian kerasionalan penggunaannya.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data penggunaan antibiotik profilaksis dan melakukan evaluasi kerasionalannya dilihat dari ketepatan indikasi, ketepatan obat, dan ketepatan dosis. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data penggunaan antibiotik profilaksis laparotomi dari rekam medis pasien yang menerima prosedur laparotomi pada bulan Januari - Desember 2012 secara retrospektif dengan desain cross-sectional. Pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik total sampling. Populasi penelitian berjumlah 486 pasien, dan 161 pasien diterima sebagai sampel penelitian, dengan total administrasi antibiotik profilaksis laparotomi sebanyak 230 kali.
Hasil penelitian menunjukkan pola penggunaan antibiotik profilaksis yang kebanyakan diberikan adalah antibiotik profilaksis tunggal (57,14%), dan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah seftriakson dan sefotaksim (34,78%). Penggunaan antibiotik profilaksis yang memenuhi kriteria tepat indikasi adalah 54,78%, tepat obat 3,48%, dan tepat dosis 88,70%. Namun demikian, dari seluruh sampel penelitian tidak ada yang dapat dikategorikan rasional dilihat dari ketepatan indikasi, obat, dan dosis.

Laparotomy is a manual medical procedure which causes many wounds, and has a high infection risk. Surgical site infection is usually prevented by administration of prophylaxis antibiotics. Empirical administration of prophylaxis antibiotics without rationality study can cause many negative impacts.
The aim of this study was to collect prophylaxis antibiotics usage data and to evaluate rationality of the administration, observed from the accuracy of indication, medication, and dose. This retrospective cross-sectional study was done by collecting laparotomy prophylaxis antibiotics usage data from medical record of patients who had received laparotomy procedure on January - December 2012 using total sampling. Population of study included 486 patients, and 161 patients were accepted as samples of study, with total 230 times administration of laparotomy prophylaxis antibiotics.
The results showed that most of prophylaxis antibiotics were given as single type antibiotic (57.14%), and the most antibiotics used were ceftriaxone and cefotaxime (34.78%). Patients given prophylaxis antibiotics with rational indication were 54.78%, only 3.48% were given the appropriate medication, and 88.70% were given antibiotics with the right dose. However, among all samples, none was considered rational in terms of indication, medication, and dose accuracy.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S45912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Corry Shirleyana Putri
"Gangren kaki diabetik ialah salah satu bentuk komplikasi yang dialami oleh banyak pasien penderita diabetes melitus. Pemberian terapi antibiotik sudah menjadi hal yang umum untuk mengatasi infeksi gangren kaki diabetik. Terapi antibiotik yang rasional sangat diperlukan bagi penderita infeksi gangren kaki diabetik kerena diharapkan dapat mengurangi terjadinya resistensi bakteri dan mencegah dilakukannya tindakan amputasi, mengurangi biaya dan waktu lama perawatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kerasionalan penggunaan antibiotika pada pasien penderita gangren kaki diabetik yang di RSAL Dr. Mintohardjo pada tahun 2012, melalui penilaian ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis ketepatan pasien, dan tidak adanya interaksi obat. Peneliti melakukan pengambilan data melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari–Desember 2012 dengan desain cross-sectional. Dengan menggunakan teknik total sampling, didapatkan 18 sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.
Pada hasil penyajian data secara deskriptif, penilaian ketepatan berdasarkan pemberian antibiotik pada pasien terdapat tepat dosis sebesar 27,78%, tepat indikasi 38,89%, tidak adanya interaksi obat 72,22%, tepat pasien 8,33%, dan tepat obat 13,89%. Pada penilaian terhadap jumlah pasien gangren kaki diabetik, terdapat 16,67% pasien sudah mendapatkan dosis yang tepat, 16,67% pasien mendapatkan antibiotik sesuai indikasi, 55,56% pasien tidak mengalami interaksi obat, 11,11% pasien mendapatkan terapi antibiotik tepat dengan kondisi pasien, dan 0% pasien mendapatkan antibiotik tepat obat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa tidak ada pasien gangren kaki diabetik yang mendapatkan pengobatan antibiotik secara rasional.

Diabetic foot gangrene is one of complications happened in many patients with diabetes mellitus. Antibiotic therapy has become a common thing to overcome diabetic foot infection. Rational antibiotic therapy is necessary for patients with diabetic foot gangrene infection because it is expected to reduce the occurrence of bacterial resistance, prevent the amputation, reduce cost, and patient's length of stay time.
The purpose of this study was to obtain an overview rational usage of antibiotics in patients with diabetic foot gangrene in Naval Hospital Dr. Mintohardjo during 2012, through the appropriate indication, appropriate drug, appropiate dose, appropiate patient, no drugs interaction. Researcher collected secondary data from medical record during January-December 2012 and used cross-sectional design. By total sampling technique, there were 18 samples were obtained in accordance with inclusion criteria of study.
Appropriate assessment based on number of antibiotics given, showed 27,78% appropriate dose, 38,89% appropriate indication, 72,22% no drugs interaction, 8,33% appropriate patient, and 13,80% appropriate drug. Based on the number diabetic foot gangrene patients, there were 16,67% patients received appropriate dose, 16,67% received appropriate indication of antibiotics, 55,56% patients had no drugs interaction 11,11% patients received appropriate antibiotics as their own condition, and 0% patients received appropriate drug. Based on the result of, it was concluded that, there were no diabetic foot gangrene patients who received rational antibiotic treatment.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nisrina Yunasty
"Resistensi antibiotik sebagai konsekuensi dari penggunaan antibiotik secara berlebihan nyatanya telah menjadi salah satu ancaman kesehatan masyarakat global yang membutuhkan tindakan segera. Studi menyatakan bahwa pemberian resep yang tidak tepat, ketidakpastian diagnosis, tekanan dari pasien, dan juga persepsi publik merupakan faktor yang memengaruhi penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Pendekatan untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik berbasis pendidikan dibuktikan dapat meningkatkan praktik peresepan, terutama pada dokter junior. Maka dari itu, tingkat pengetahuan, sikap, dan juga perilaku terkait pemberian resep yang tepat, pengeluaran, serta penggunaan antibiotik harus diketahui pada mahasiswa kedokteran dan juga pada mahasiswa non-kedokteran sebagai langkah awal dari pemberian intervensi dalam menangani peningkatan angka resistensi antibiotik ini. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain potong lintang deskriptif analitik pada 653 mahasiswa aktif Universitas Indonesia yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok fakultas kedokteran dan fakultas non-kedokteran yang didapatkan menggunakan metode clustered convenience sampling. Kuesioner KAPAQ oleh Karuniawati et al digunakan pada penelitian ini yang membagi skor responden menjadi tiga kategori yaitu Tinggi (>70%), sedang (50-70%), dan rendah (<50%).Uji mann-whitney dilakukan untuk menganalisis perbedaan skor PSP antara kedua kelompok program studi. Kemudian, uji chi-square dan kruskal wallis juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antar komponen PSP. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang tinggi dalam penggunaan antibiotik nyatanya didapatkan pada mayoritas mahasiswa di Universitas Indonesia (Pengetahuan tinggi 59,1%; Sikap tinggi 68%; Perilaku tinggi 64,2%). Hasil dari analisis yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,001) antara kedua kelompok program studi di setiap komponen PSP. Kemudian, hubungan yang bermakna juga didapatkan antara komponen pengetahuan dengan sikap (p<0,001), pengetahuan dengan perilaku (p<0,001), dan juga antara sikap dengan perilaku (p<0,001) baik pada kelompok mahasiswa kedokteran maupun non-kedokteran.Mayoritas mahasiswa di Universitas Inonesia memiliki tingkat Pengetahuan, Sikap, dan juga Perilaku yang tinggi mengenai penggunaan antibiotik. Perbedaan yang bermakna didapatkan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotik pada mahasiswa kedokteran dan non-kedokteran di Universitas Indonesia. Hubungan positif juga ditemukan antara komponen pengetahuan, sikap, dan juga perilaku pada mahasiswa kedokteran dan mahasiswa non-kedokteran.

Antibiotic resistance as a consequence of the excessive use of antibiotics has in fact become a global public health threat that requires immediate action. Studies shows that inappropriate prescribing, uncertainty of diagnosis, pressure from patients, and also public perception are factors that influence the inappropriate use of antibiotics. Optimizing the use of antibiotics with an education-based approach has shown an improvement in prescribing practices, especially for junior doctors. Therefore, the level of knowledge, attitudes, and practice related to proper prescribing, dispensing, and use of antibiotics must be known from medical students and also from non-medical students as a first step in providing interventions to deal with this increasing number of antibiotic resistance. This study was conducted using a descriptive analytic cross-sectional design on 653 active students at the University of Indonesia which were divided into two groups, medical students group and the non-medical students group which were obtained using the clustered convenience sampling method. The KAPAQ questionnaire by Karuniawati et al was used in this study which divided the respondents's scores into three categories, High (>70%), moderate (50-70%), and low (<50%). The mann-whitney test was conducted to analyze the difference in PSP scores between the two study program groups. Then, the chi-square and Kruskal Wallis tests were also used to determine the relationship between PSP components. High knowledge, attitudes, and practice in the use of antibiotics were actually found in the majority of students at the University of Indonesia (High knowledge 59.1%; High attitude 68%; High practice 64.2%). The results of the analysis conducted in this study showed that there was a significant difference (p<0.001) between the two study program groups in each PSP component. Then, a significant relationship was also found between the components of knowledge and attitudes (p<0.001), knowledge and behavior (p<0.001), and also between attitudes and behavior (p<0.001) in both groups of medical and non-medical students. The majority of students at the University of Indonesia have a high level of Knowledge, Attitude, and Practice regarding the use of antibiotics. Significant differences were found between knowledge, attitudes, and behavior of using antibiotics in medical and non-medical students at the University of Indonesia. A positive relationship was also found between the components of knowledge, attitudes, and also behavior in both medical students and non-medical students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>