Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145946 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Pelayanan Informasi (P3I) Setjen DPR RI, 2004
327.16 KON
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17:5(2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Erif Faturahman
"Penelitian ini membahas dua hal; Penyebab konflik dalam dunia internasional dan penyelesaiannya, serta pandangan Konstruktivisme terhadapnya; bersifat critical theory, yang mencoba membandingkan Konstruktivisme dan Realisme. Sebagai suatu hal residu dalam kehidupan manusia, konflik bukanlah sebuah deviasi atau patologi sosial. Sebaliknya, ia menjadi instrumen bagi proses kemajuan peradaban manusia. Konflik dipandang menjadi negatif manakala bersifat destruktif yang melandaskan pada benturan-benturan fisik. Konflik negatif inilah yang saat ini menjadi sebuah patologi yang harus dicari akar permasalahan dan solusinya. Memahami konflik dan penyelesaiannya sangat tergantung dari cara pandang atau paradigma yang digunakan. Dalam penelitian ini, cara pandang yang digunakan adalah Konstruktivisme. Berbagai paradigma yang selama ini mendominasi teori dalam hubungan internasional seperti Realisme dan Liberalisme, tidak lagi mampu menjangkau dalam menganalisa berbagai penyebab konflik yang sifatnya non materi, seperti pertentangan identitas. Gejala itu semakin kuat seiring dengan terjadinya perubahan sistem internasional dari bipolar ketat menjadi multipolar. Kegagalan besar yang dialami oleh berbagai paradigma dalam hubungan internasional untuk menyelesaikan konflik membuatnya tidak lagi mampu menjadi guide untuk menciptakan perdamaian. Kegagalan tersebut terjadi karena muasal pemikiran fllsafat mereka sangat positivistik. Berdasar filsafat ilmu, positivisme hanya akan dapat berjalan secara baik apabila diterapkan dalam menganalisa ilmu pasti, materi atau mahluk hidup selain manusia yang reguler. Menganalisa manusia yang dinamis dengan positivisme adalah sebuah kesalahan. Konstruktivisme adalah sebuah pendekatan pos-positivis, tidak melihat manusia dan gejalanya, seperti konflik, sebagai sebuah materi. Karena itu, pendekatan ini menekankan pada kekuatan ide atau pemahaman subyektilitas sebagai faktor utama yang menggerakkan masyarakat untuk menjadi damai atau konflik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Lindajanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S23019
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1992
341.7 IND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Ibrahim
"Skripsi ini membahas tentang consent sebagai pengecualian larangan intervensi bersenjata negara asing pada konflik non-internasional dalam kasus Permintaan Pemerintah Transisional Mali atas Operation Serval ke Perancis. Kodifikasi hukum internasional dalam Pasal 20 ILC Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts telah mengatur consent selaku prinsip yang dapat mengecualikan pelanggaran internasional, khususnya larangan penggunaan kekuatan bersenjata. Perkembangan kodifikasi hukum internasional yang dikumpulkan International Law Commission dan preseden kasus intervensi militer asing di Yunani (1946), Muscat & Oman (1957), Kongo (1964), Chad (1968 dan 1978), Zaire (1977 dan 1978), dan Liberia (1990) telah mengembangkan pengaturan pemberian consent maupun kriteria otoritas yang berlegitimasi memberikan consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa permintaan Pemerintah Transisional Mali atas Operation Serval adalah sah sebagai consent yang mengecualikan larangan intervensi bersenjata negara asing dalam konflik Mali utara. Pemerintah Transisional Mali merupakan otoritas yang berlegitimasi dalam memberikan consent.

This study explains the application of consent as preclusion to the prohibition of foreign military intervention in non-international conflict on the case of Malian Transitional Authority's request of Operation Serval to France. The codification of international law under Article 20 of ILC Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts has invoked consent as a principle to preclude internationally wrongful acts, specifically, prohibition of use of force. The development of consent as had been compiled by International Law Commission and precedents of foreign military intervention in Greece (1946), Muscat & Oman (1957), Congo (1964), Chad (1968 and 1978), Zaire (1977 and 1978) and Liberia (1990) has shaped together the requirement of consent which needs to be fulfilled and the criteria for the legitimate authority to provide consent. Hence, the study concludes that the formal request from Malian Transitional Authority is accepted as a valid consent to preclude the prohibition of foreign military intervention in northern Mali conflict and Malian Transitional Authority as legitimate authority to provide such consent."
2014
S53947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brianna Ruth Audrey
"Konflik bersenjata adalah salah satu titik perubahan terpenting yang dapat ditemukan sepanjang sejarah umat manusia. Berbeda dengan konflik bersenjata di masa lalu yang bersifat simetris antar-negara, konflik bersenjata modern kini memiliki karakter yang lebih asimetris, mengikutsertakan aktor internasional non-negara, dan condong terhadap isu identitas. Terlepas dari transisi bentuk konflik tersebut, properti budaya selalu hadir dalam perang besar sehingga menandakan bahwa benda-benda bersejarah ini memiliki peran penting dalam konflik. Publikasi Konvensi Den Haag UNESCO 1954 juga mengkatalisasi rezim perlindungan properti budaya internasional yang kini terus menjadi bagian dari wacana perang modern. Dengan menganalisis 77 dokumen yang diakui Scopus menggunakan software VosViewer, paparan ini mengelompokkan empat tema inti yang ditemukan dalam perkembangan kajian Properti Budaya dalam Konflik Bersenjata menggunakan metode taksonomi. Tema-tema inti tersebut adalah (1) definisi properti budaya lintas budaya; (2) peran dan makna properti budaya dalam konflik bersenjata; (3) norma properti budaya dan etika perang lintas zaman, dan (4) tanggapan aktor internasional. Studi ini menunjukkan bahwa properti budaya sungguh memiliki nilai dan peran berlapis dalam konflik bersenjata, dan bahwa perlindungannya sangat penting di hadapan hak asasi manusia. Sayangnya, perbincangan tentang properti budaya dari masa kolonial, serta tulisan-tulisan dari negara jajahan dan source countries, masih tertutup oleh akademisi Barat. Terlepas dari semua terobosan signifikan dalam hukum properti budaya internasional, masih terdapat banyak hal yang dapat dikembangkan oleh rezim ini dalam menanggapi konflik bersenjata modern dan aktor-aktornya yang relevan. Penting bagi wacana ini untuk berkembang secara mandiri di luar kasus-kasus konflik bersenjata empiris.

Armed conflicts are one of society’s most defining points that can be found throughout history. Different with conflicts in the past that were more symmetric in nature and fought between nations, modern armed conflicts are now more asymmetric manner with the addition of non-state international actors and issues regarding identity. Despite this change, cultural property seems to always be present in big wars, hence signalling that these historical objects play an essential role in conflicts. The publication of UNESCO's 1954 Convention of Den Haag also catalysed the international cultural property protection regime that is now constantly part of the modern warfare discourse. By analysing 77 documents acknowledged by Scopus using a software called VosViewer, this exposé taxonomically identifies the four core themes found in the development of the Cultural Property in Armed Conflict study, namely: (1) the definition of cultural property crossculture; (2) the role and value of cultural property in armed conflicts; (3) cultural property norms and warfare ethics cross-periods, and (4) responses from international actors. This study shows that cultural property truly has multi-layered values and roles in armed conflicts, and that its protection is essential in the eyes of human rights. Unfortunately, conversations regarding cultural properties from the colonial eras, as well as writings from colonies and source countries, are still overshadowed by Western academicians. Despite all the significant breakthroughs in international cultural property law, there are still many ways that this regime can be further developed in responding to modern armed conflicts and their relevant actors. It is vital for this discourse to develop independently outside of the empirical armed conflict cases."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1984
341.7 IND l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>