Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febrian
"Dalam rangka menjamin akses masyarakat miskin ke pelayanan kesehatan, sejak tahun 1998 pemerintah mengadakan upaya pemeliharaan kesehatan masyarakat miskin melalui program JPS-BK, PDPSE, PKPS-BBM dan dilanjutkan pada semester I tahun 2005 dengan melaksanakan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) yang dikelola melalui sistim asuransi oleh PT Askes untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin ke puskesmas dan rumah sakit, pada semester ke II tahun 2005 terjadi perubahan dimana pendanaan program JPKMM untuk puskesmas disalurkan oleh pemerintah melalui bank SRI ke puskesmas. Pelaksanaan program JPKMM semester ke 1I di kota Padang kurang baiknya penyerapan dan penggunaan dana oleh puskesmas, pemakaian dana baru berkisar 50 % setelah melewati waktu yang ditetapkan program.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran manajemen pelaksanaan program JPKMM semester kedua di puskesmas kota Padang dengan pendekatan sistem. Variabel input terdiri dari dana, tenaga, manlak dan juknis, pembinaan, variabel proses terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dan variabel output adalah indikator program JPKMM serta diketahuinya masalah dalam penilaian manajemen yang mempengaruhi kurang baiknya penyerapan dan penggunaan dana.
Penelitian dilakukan di empat puskesmas dikota Padang yang dipilih secara purposif berdasarkan penilaian kinerja paling baik dan kurang serta penyerapan dana paling tinggi dan rendah. Penelitian dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam pada informan dari puskesmas dan Dinas Kesehatan serta melakukan telaah terhadap dokumen. Penilaian tolak ukur penelitian didasarkan kepada dimensi kecukupan dan kesesuaian.
Hasil penelitian menunjukkan puskesmas yang penyerapan dana paling tinggi ternyata mempunyai fungsi perencanaan, pengarahan dan pengorganisasian yang kurang baik dan puskesmas yang memiliki kinerja paling baik ternyata memiliki fungsi-fungsi manajemen paling baik dari ketiga puskesmas lainnya. Hampir sebahagian besar puskesmas yang diteliti memiliki fungsi perencanaan dan fungsi pengawasan yang kurang baik. Kurang baiknya perencanaan disebabkan pembuatan POA JPKMM yang tidak memenuhi aturan dan ketentuan yang berlaku, turunnya dana yang tidak tepat waktu serta jumlah sasaran masyarakat miskin yang tidak akurat. Lemahnya pengawasan disebabkan kurangnya frekwensi pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Perencanaan dan pengawasan yang kurang baik diketahui menyebabkan kurang balk penyerapan dan penggunaan dana.
Hasil penelitian disimpulkan bahwa manajemen pelaksanaan program JPKMM di puskesmas kota Padang masih belum baik terutama dari fungsi perencanaan dan pengawasan. Kepada pimpinan puskesmas disarankan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan kemampuan leadership. Bagi Dinas Kesehatan disarankan untuk memberikan pelatihan dan kursus manajemen kepada pimpinan, meningkatkan pengawasan secara berkala, mengizinkan realokasi dana dan membantu puskesmas mendapatkan data sasaran yang tepat dari BPS.

In order to assure a poor society access to health services, government performed an effort of health care for poor society by ]PS-BK, PDPSE and PKPS-BBM program since 1998 and in the first semester of 2005, government also performed a Health Care Assurance for Poor Society which is managed through an insurance system by a Health Assurance Firm of health services for poor society to primary health care and hospital, in the second semester of 2005 has been changed where program fund of Health Care Assurance for Poor Society at primary health care was re-distributed directly by government to primary health care through BRI bank. The performance of Health Care Assurance for Poor Society program in the second semester were not good in reserve and usage of fund by primary health care of Padang, usage of fund is almost 50% after its limited time is over.
This research purpose is to know an illustration of performance management of Health Care Assurance for Poor Society program in the second semester at primary health care of Padang by a system approach. Input variables consist of fund, human resources, operational guideline and technical guideline, supervising. Process variables consist of planning, organization, direction and controling, and output variables are program indicator of Health Care Assurance for Poor Society and also known an internal issue on management assessment which affected unsupport reserve and usage of fund.
Research was conducted at four primary health cares in Padang which was selected purposively based on the most good and less job assessment and the most high and low reserve of fund. This research used a qualitative approach by a deep interview to informan from primary health care and District Health Services and studying document. Indicator assessment research based on sufficiency and conformity dimensions.
Research result indicated that the most high fund reserve of primary health care has not good on planning, guiding and organizing function and the most good performance of primary health care has the best management functions of the third primary health care. Most of primary health care which is studied has not good on planning and supervising functions. This planning is not good due to the inaccurate planning on POA, the funds came late, and the target number of poor society was not accurate. The weakness of supervising is caused by supervising frequency was low of District Health Services. The planning and supervising which were not good known that caused of reserve and usage of fund were not available.
From research result was concluded that the performance management of Health Care Assurance for Poor Society program at primary health care in Padang was still not good yet, especially for planning and supervising function. It was suggested to primary health care leader to improve a managerial skill in planning and controlling and improve a leadership skill in giving direction and guiding. It was also suggested to District Health Services to improve controlling periodically, permitted a fund reallocation for primary health care and cooperated with BPS to get a direct data of poor society.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T18991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riastuti Kusuma Wardani
"Kebijakan JPKMM merupakan realisasi dari kebijakan PKPS BBM Bidkes tahun 2005. Pada implementasi di daerah banyak sekali ditemukan permasalahanpermasalahan. Salahsatunya di Kota Bogor yang belum mempunyai RSUD. Dengan menggunakan pendekatan sistem peneliti melihat kesesuaian peran dan ketepatan keterlibatan SDM, kesesuaian dan ketepatan pendanaan, kesesuaian dan ketepatan sarana,kesesuaian dan ketepatan kebijakan yang berlaku di Kota Bogor, kesesuaian dan ketepatan penentuan kepersertaan, kesesuaian dan ketepatan PKS, kesesuaian dan ketepatan tata laksana JPKMM, kesesuaian dan ketepatan pengorganisasian, kesesuaian dan ketepatan Monev, serta yang terakhir adalah ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan maskin di RS. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam dari informan yai.tu eksekutif, legislatif, Dinas Kesehatan Kota, PT Askes eabang Bogor dan RS.
Hasil yang didapati dari penelitian ini adalah: 1. SDM pelaksana kebijakan JPKMM pada PPK RS sudah sesuai dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan, namun belum tepat karena belum sesuai kesepakatan dan keberatan dari SDM RS karena kompensasi yang kecil dan jumlah yang dilayani auk-up banyak, 2. pendanaan sudah sesuai dengan kebijakan dimana selisih tarif dibebankan kepada APBD kota, namun belum tepat karena belum bisa meneukupi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin, 3. dari segi sarana, PPK RS yang menyelenggarakan JPKMM sudah tepat dan sesuai dari segi kebijakan, kebijakan yang berlaku untuk penyelenggaraan JPKMM sudah sesuai namun belum tepat karena kota Bogor sudah mempunyai kebijakan sendiri untuk penanggulangan kemiskinan didaerahnya, 5. dari segi penentuan kepesertaan sudah sesuai dengan kebijakan namun belum tepat karena belum adanya SK penetapan maskin juga banyaknya penggunaan SKTM yang ternyata bukan maskin, 6. dari segi perjanjian kerjasama (PKS) sudah sesuai namun belum tepat karena ada beberapa provider yang melanggar dengan meresepkan obat-obatan diluar DPHO, 7. dari segi tata laksana belum tepat dan sesuai karena pasien tidak mematuhi persyaratan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah, pasien dikenakan iur biaya, anak jalanan tidak tercover, 8.dari segi pengorganisasian sudah sesuai pelaksanannya namun belum tepat karena terdapat 2 tim yang menangani hal yang sama dengan sasaran yang sama, 9. Pemantauan dan Exaluasi belum sesuai dan belum tepat karena masih bersifat menunggu bola bukan menjemput bola artinya hanya menunggu laporan-laporan saja. Selain itu evaluasi dengan menggunakan standar pencapaian yang sudah ditetapkan Depkes belum tersosialisasi serta belum dilaksanakan, 10. Pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin dilihat dari kesesuaiannya maka belum sesuai dengan kebijakannya karena pasien ada yang dikenakan iur biaya pelayanan dan that, pelayanan kesehatan pada PPK RS terhadap maskin juga belum tepat karena pasien yang dirawat diruang berkelas menggunakan SKTM untuk mendapatkan keringanan biaya.
Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah belum sesuai dan tepat input serta proses dari implementasi kebijakan JPKMM di Kota Bogor pada PPK RS. Saran dan rekomendasi kebijakan yang peneliti coba berikan berdasarkan basil temuan peneliti antara lain ; bagi Dinas Kesehatan yaitu sosialisasi kebijakan, pembuatan kebijakan pembiayaan bertingkat, membuat kebijakan strategis daerah sejalan dengan kebijakan pusat, kebijakan pemberdayaan masyarakat perlu dilanjutkan, koordinasi dan kerjasama lintas sektor untuk menanggulangi anjal, rnekanisnie money yang perlu melibatkan berbagai pihak, pengefektifan ambulance dan peningkatan fungsi Puskesmas. Bagi RS yaitu RS perlu andil dalam sosialisasi baik intern maupun ektem RS, membuat kebijakan internal RS untuk pembiayaan bertingkat dan ikut dalam money pelaksanaan program. Bagi PT Askes yaitu melakukan pengkajian ulang terhadap tarif dengan kondisi Kota Bogor dan sosialisasi sampai ketingkat penerima.

Poverty Health Insurance policy have been a realization of PKPS BBM for health sektor in 2005. A lot problem arise during implementation of this policy in counties, for example is Bogor, this county' has different characteristics than others one of them is RSUD inexistence. This issue intrigued me to continue with examination. Systematical approach is being used here to find out role suitability and correct of human resource involvement, appropiation and correct funding, means suitability, policy suitability and exactness, appropriate and correct listing, appropiate and correct cooperative MOU, appropiation and correctness of JPPMM implementation, appropiate and correct organizing, appropiate and correct monitoring and evaluation. Qualitative methode is used for the examination since depth information quality is needed executive, legislative, Health institution county, PT ASKES and hospital are soueces of the information.
Result of the exeamnnation are; 1. The accuracy of human resource involved in this program was right, but not correct cause services different with MOU, 2. Funding accuracy of this program in Kota Bogor was suits with the policy, where price difference was put into APBD, but it was not adequate enough to cover all poor people, 3. For means side, PPK RS which operates JPKMM already suits and appropriate, 4. On the policy side, Kota Bogor has agood policy to operate JPKMM, but they also has their own policy in poverty prevention, 5. From the listing methode, Kota Bogor has an appropiate methode that suits the policy but not yet correct, since there has not been any SK Walikota for determining poor people, and also alot of people who used SKTM which actually not poor, 6. From the MOU side, PT Askes with RS has MOU making process that suits policy, but not yet effective, since many provider neglects the MOU when giving prescription with unlisted drugs, 7.From the procedural implementation side, it is not accurate and effective yet, since there are SKTM holder who actually not meet the qualification, and traps not covered within this program, 8. From the organizational side, it is already suitable with the implementation, but not yet effective since there are 2 teams wich has same theme and object, 9. Monitoring and evaluation is not yet effective and accurate, site there are no pro active movement, only waiting for reports. Ministrary of Health, evaluation standard not yet been socialized and applied, ICI. PPK RS for poor people not appropriate yet with the policy, since there are patients who have to pay for service and drugs, there also people who hospitalized in higher room standard, using SKTM to reduce bills.
The summary for this research is that in Kota Bogor, the process and implementation of JPKMM policy in PPK RS was not suitable and correct on input. Recommended for Djpas Kesehatan Kota are socialization of policy, make a level funding policy, make sjnergization policy, continue poverty prevention policies in ogor city, coorccirgtion with other sector for anak jalanan, mechanism of monj wing and evaluation for involved other sector, ambulance effectiveness, and effectiveness puskesmas fungtion. Recommended for hospital are doing socialization in internal and eksternal hospital, make internal policy for level funding and partisipatif for monitoring and evaluating program. For PT Askes are analisys funding policy adjustment depend on county coundition and doing socialization through people who accept program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Azrul Azwar
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 1991
362.1 AZR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Deny Ardi Lourina
"Akreditasi Puskesmas merupakan upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan Puskesmas sebagaimana tercantum dalam Permenkes Nomor 46 Tahun 2015. Dari 38 puskesmas di Kabupaten Brebes baru 10 puskesmas yang terakreditasi. Dasar pengajuan roadmap akreditasi puskesmas di Kabupaten Brebes hanya berdasarkan penunjukkan langsung, tanpa mengukur kesiapan puskesmas baik dari segi kelengkapan dokumen, penilaian assessment, serta ketersediaan sumber daya meliputi SDM, dana dan fasilitas sarana prasarana sesuai standar instrumen akreditasi puskesmas.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kesiapan akreditasi puskesmas di Kabupaten Brebes ditinjau dari sisi input, proses dan output berdasarkan variabel sumber daya dan tahapan kesiapan prasurvei akreditasi. Penelitian kualitatif ini proses pengumpulan datanya dilakukan dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan dana, sarana dan prasarana dinilai cukup siap untuk mendukung penilaian akreditasi puskesmas, namun hasil skoring assessment pada keterpemenuhan kompetensi SDM dan kelengkapan dokumen masih rendah. Rekomendasi yang diajukan adalah memenuhi syarat pengembangan kompetensi SDM, dan melengkapi dokumen serta melakukan self assessment secara rutin dan terjadwal.

Accreditation of public health centers is an effort and performance enhancement public health centers services as listed in the Permenkes 46/2015. From 38 public health centers in Brebes District, just 10 public health centers are accredited. The basis of the filing of a roadmap of accreditation of public health centers in Brebes District only upon appointment directly, without measuring the readiness of public health centers both in terms of completeness, valuation assessment documents, as well as the availability of resources includes human resources, funds and facilities infrastructure standard instrument of accreditation of public health centers.
The purpose of this research is to know accreditation readiness of public health centers in Brebes District reviewed the input, process and output based on variable phase and readiness resources preaccreditation survey. Qualitative research is the process of collecting data using in-depth interviews conducted with the review document.
The results showed that the availability of funds and infrastructure are rated quite ready to support, but the public health centers accreditation assessment skoring assessment results on the fulfillment of human resource competency and the completeness of the documents is still low. A proposed recommendation is a qualified human resource competencies, and complete paperwork and do a self assessment regularly and scheduled.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Junaiti Sahar
"Penelitian ini menggunakan desain penelilian eksploratif yang berujuan menguraikan kegiatan yang dilakukan perawat dan mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kegiatan perawatan dalam pelayanan KIA dan KB di Puskesmas dan di masyarakat.
Penelitian ini dilakukan terhadap empat perawat yang masing-masing bekerja di Puskesmas Induk dan Puskesmos Pembantu uskesmas Induk dan Puskesmas Pembantu di Depok. Tiap perawat diamati oleh dua orang penetiti selama : mengetahui jumlah waktu yang digunakan umuk kegiatan KIA dan KB.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosentasi waktu rata-rata yang digunakan perawat untuk pelayanan KIA dan KB adalah 29.6% daru total waktu pelayanan Puskesma. Waktu yang lain digunakan oleh perawat untuk melaksanakan penyuntikan, pengisian kartu memanggil pasien dan menyiapkan obat. Perawat yang bekerja pada Puskesma di Bogor menunjukkan bobot kegiatan paling linggi dalam pelayanan KIA dan KB, sedangkan tiga perawat melakukan kegialan pada Balai Pengobatan, depot obat dan kegiatan non keperawatan lain. Kegiatan perawat tertinggi di Posyandu adalah pemberian imunisasi dan pemantauan perlumbuhan yaitu 89,3% dan kegiatan lain. Puskemas yang memberikan kewenangan yang lebih besar kepada perawat dan perawat dengan kemampuan lebih untuk melakukan pelayanan KB, ternyata menunjukkan cakupan KB yang cukup tinggi. yaitu 82.4%.
Beberapa yang menyebabkan perawat kurang berperan dalam pelayanan KIA dan KB antara lain karena perawat tidak diberi kewenangan untuk memberikan pelayanan KIA dan KB, serta uraian tugas yang kurang jelas dan tidak sesuai dengan latar beiakang pendidikan perawai.

This research utliizied explorative descriptive design with the purpose of describing the nurse's activities and identification of factors affective nursing activities in maternal child health care and family planning services in health centre and comunity.
Four nursed working at twograin health center and two subdistrict health center located in Bogor and Depok were included this study. Each nurse was observed by two observers throughout the working hours to collect data on time spent be nurses for maternal child health care and family planning services.
The result of studyrevealed that the average of percentage time spent by nurses to provide maternal child health care and family planning services was 26.6% of total time spent in health center.
"
1997
JJKI-I-1-Jan1997-6
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Destri Handayani
"Pemerintah Indonesia telah mempunyai komitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin sejak 2 dekade yang lalu. Komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional sebagaimana tercantum dalam GBHN, UUD, Propenas, dan RPJM tetapi juga berbagai komitmen global yang menuntut perbaikan kondisi kesehatan masyarakat. Model pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin yang dilaksanakan pemerintah telah ditempuh dengan berbagai cara antara lain supply side approach dan demand side approach. Selain itu, model pelayanan dan pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode sebelum krisis moneter (sebelum tahun 1997) dan periode setelah krismon (tahun 1997 ke atas).
Berdasarkan tinjauan literatur, terdapat beberapa alasan kenapa pemerintah harus berperan penting dalam pelayanan kesehatan penduduk miskin, yaitu: (1) Kesehatan merupakan suatu hak dasar rakyat; (2) Kesehatan mempunyai peranan yang besar dalam pembangunan ekonomi, yaitu pada tingkat mikro kesehatan merupakan dasar bagi peningkatan produktivitas kerja dan pada tingkat makro kesehatan merupakan input untuk nienurunkan kemiskinan. Di Indonesia, peran penting pemerintah tersebut ditambah dengan beberapa alasan, yaitu: (1) Pelayanan dasar bagi penduduk miskin adalah perintah konstitusi; (2) Terjadi disparitas status kesehatan; dan (3) Rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin.
Dalam pelaksanaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin pada waktu yang lalu muncul beberapa permasalahan, antara lain: ketidaktepatan sasaran, jenis pelayanan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, jumlah dana tidak memadai, waktu pemberian tidak tepat, tidak berkesinambungan, dan rendahnya mutu pelayanan yang diberikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya berdampak pada rendahnya cakupan program dan pemanfaatan program bantuan pelayanan kesehatan oleh penduduk miskin itu sendiri.
Sebagai contoh, berdasarkan data Susenas Tahun 2002, jumlah rumah tangga miskin yang mempunyai kartu sehat di DKI Jakarta hanya sekitar 15,66 persen dari total rumah tangga miskin yang ada. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sekitar 21,67 persen. Jika dilihat dari segi kemampuan fiskal, seharusnya Pemda DKI Jakarta dapat meningkatkan cakupan program tersebut melebihi angka nasional karena Propinsi DKI Jakarta tergolong mempunyai kemampuan fiskal tinggi. Dibalik rendahnya cakupan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin, tetapi di Propinsi DKI Jakarta terdapat sekitar 7,42 persen rumah tangga tidak miskin yang mempunyai kartu sehat.
Oleh karena itu, dengan melakukan studi kasus di suatu wilayah di Propinsi DKI Jakarta (yaitu Kotamadya Jakarta Timur) penulis tertarik untuk mengetahui mengapa efektivitas program bantuan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk rumah tangga miskin rendah, faktor-faktor apa yang mempengaruhi rumah tangga miskin memanfaatkan program tersebut, dan alternatif kebijakan apa yang dapat diambil guna penyempurnaan program pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin?
Data yang digunakan berupa data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data primer dan sekunder. Untuk mengetahui efektifitas program bantuan pelayanan kesehatan untuk penduduk miskin digunakan data Susenas tahun 2002 dengan teknik analisis crosstabulasi. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk miskin dalam memanfaatkan program tersebut digunakan teknik analisis Logit Model.
Hasil studi menunjukkan bahwa program bantuan pelayanan kesehatan untuk rumah tangga miskin di Kotamadya Jakarta Timur kurang efektif. Hal ini dapat dilihat dari: (1) Rendahnya cakupan gakin yang mempunyai kartu sehat (18,52%), tetapi sebagian keluarga tidak miskin juga mendapat kartu sehat (7,15%); dan (2) Rendahnya pemanfaatan kartu sehat oleh gakin tersebut untuk berobat ke puskesmas/RS (40%). Rendahnya cakupan rumah tangga miskin yang mendapat kartu sehat tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) kurang tepatnya perhitungan jumlah gakin oleh BPS, karena perbedaan dasar perhitungan antara BPS dan program serta kurang akuratnya penggunaan metoda sampel dalam menghitung jumlah gakin yang sesungguhnya; (2) tugas verifikasi dan vaiidasi data gakin di lapangan oleh Tim Desa/Kelurahan kurang berjalan; dan (3) gakin suka berpindah-pindah. Sedangkan rendahnya pemanfaatan kartu sehat untuk memperoleh program bantuan pelayanan kesehatan oleh gakin diantaranya karena terbatasnya jam buka puskesmas, rata-rata antara jam 9 pagi sampai 12 siang.
Dari hasil regresi logistik diperoleh kesimpulan bahwa: (1) variabel keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, serta jenis pelayanan mempunyai nubungan yang positif dengan variabel pemanfaatan program oleh gakin dan sebaliknya dengan variabel tingkat pendidikan, waktu administrasi, waktu tunggu pelayanan, dan jarak tempat tinggal gakin ke puskesmas/RS; (2) dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan atau tidak pelayanan kesehatan, gakin lebih mempertimbangkan faktor ekonomi dibandingkan faktor non ekonomi. Hal ini terbukti bahwa faktor kecepatan proses administrasi dan waktu tunggu mendapat pelayanan, serta jarak antara tempat tinggal gakin dengan puskemas atau RS merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program bantuan pelayanan kesehatan, sedangkan faktor keramahan dan kehadiran dokter/perawat, informasi penyakit, jenis pelayanan, dan tingkat pendidikan KK gakin tidak signifikan mempengaruhi gakin memanfaatkan program.
Upaya yang diperlukan untuk meningkatkan efektifitas program pelayanan kesehatan, antara lain: (1) Mengevaluasi kembali penghitungan jumlah gakin dan kriteria penentuan gakin yang dikeluarkan oleh BPS Propinsi DKI Jakarta; (2) Pemda perlu menunjuk suatu instansi independen yang khusus bertugas dan bertanggungjawab menentukan siapa gakin tersebut dan memverifikasi datanya secara rutin; (3) Melaksanakan pendataan langsung (bukan perkiraan atau sampling), dan menyelaraskan dasar perhitungan gakin dengan sasaran program untuk mencegah terjadinya bias (contoh: RT, KK, atau penduduk); (4) Memperpanjang jam buka puskesmas atau jam buka puskesmas tetap tetapi diadakan kerjasama dengan klinik-klinik swasta setaraf puskesmas sebagai alternatif bagi Gakin untuk rnendapatkan pelayanan jika ybs sakit dan butuh pelayanan pada saat puskesmas tutup; (5) Waktu tunggu mendapat pelayanan dan proses administrasi harus cepat (<15 menit); (6) Ketersediaan sarana kesehatan yang tersebar merata perlu dipertahankan dan ditingkatkan (di setiap kelurahan terdapat satu puskesmas dan berlokasi di tempat yang dapat diakses gakin dengan mudah dan cepat); (7) Sosialisasi kepada publik tentang subtansi program, kriteria masyarakat yang berhak mendapatkannya, prosedur bagaimana mendapatkannya, serta mekanisme pengaduan masyarakat perlu lebih ditingkatkan; dan (8) Pemberian reward dan punishment kepada RS, puskesmas, tenaga kesehatan, dan instansi lain yang berhasil melaksanakan program pelayanan kesehatan bagi Gakin dengan baik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15302
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susarto Subianto
"ABSTRAK
Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat kepada masyarakat memerlukan penanganan yang mengikuti prinsip-prinsip manajemen. Untuk itu faktor petugas puskesmas memegang peranan yang cukup penting dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut di atas.
Tenaga kesehatan puskesmas di wilayah Kotamadya Dati II Bogor diharapkan mampu melaksanakan semua program upaya kesehatan pokok puskesmas seperti yang diharapkan. Dengan demikian diharapkan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas meningkat.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah diperolehnya gambaran mengenai hubungan antara faktor ketenagaan yang menyangkut lama kerja, pendidikan, motivasi, pendidikan dan latihan, jumlah tenaga dengan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas pada 11 puskesmas di Kotamadya Dati II Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan puskesmas di wilayah Kotamadya Dati II Bogor.
Hasil penelitian ini menunju.kkan bahwa cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas tidak berhubungan dengan faktor lama kerja, pendidikan, motivasi, pendidikan dan latihan; jumlah tenaga pada 11 puskesmas di Kotamadya Dati II Bogor. Tidak adanya hubungan bermakna secara statistik kemungkinan disebabkan jumlah sampel yang relatif kecil, yakni hanya 11 puskesmas.
Tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain di luar unsur ketenagaan yang benar-benar mempunyai hubungan dengan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas, tetapi tidak termasuk dalam penelitian ini. Seperti faktor peran serta masyarakat, KIE, faktor lingkungan, sosial budaya dan lain-lain.
Berdasarkan hash penelitian tersebut di atas disarankan beberapa hal, yakni perlu dilakukan mutasi tenaga kesehatan puskesmas agar tercipta gairah kerja yang lebih baik dan keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas akan meningkat, perlu dilakukan seleksi dalam hal jenis pendidikan tenaga kesehatan puskesmas mengingat berbeda pula kemampuan dalam pengelolaan program. Untuk itu perlu dilakukan analisis pekerjaan yaitu merinci tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program upaya kesehatan pokok puskesmas, pembagian tugas yang ada di setiap program perlu dipertegas lagi karena seperti terlihat dalam penelitian ini masih adanya tugas rangkap yang dipegang oleh tenaga kesehatan hampir di setiap puskesmas, perlu diadakan penelitian lanjut untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas diluar unsur ketenagaan, perlu ditingkatkan peranan faktor-faktor di luar unsur tenaga kesehatan puskesmas untuk ikut berperan dalam meningkatkan keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas. Dengan demikian diharapkan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas akan meningkat sesuai yang diharapkan."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Purwandini
"Adanya penambahan jumlah peserta ASKESKIN di Kota Tangerang dari quota yang ditetapkan Departemen Kesehatan RI yaitu sebesar 134.438 jiwa peserta menjadi 245.628 jiwa setelah pendataan yang dilakukan pemerintah Kota Tangerang (Rekapitulasi Kartu Multiguna per Kecamatan tahun 2008). Oleh karena itu Pemerintah Kota Tangerang meningkatkan jumlah anggaran untuk pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat miskin yang pada tahun 2007 sebesar Rp. 1.516.359.752,- menjadi Rp. 4.000.000.000,-. Dimana pemberian jaminan pembiayaan kesehatan dengan Kartu Multiguna anggarannya 100% berasal dari APBD Kota Tangerang. Dengan Kartu Multiguna ini diharapkan 15% dari jumlah penduduk Kota Tangerang masih tergolong penduduk miskin dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang kualitasnya sama dengan yang diquotakan Departemen Kesehatan RI. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Program Kartu Multiguna bagi masyarakat miskin di Dinas Kesehatan Kota Tangerang di tahun 2008 pada bidang kesehatan. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang bulan Mei dan Juni 2008.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis sistem yang mencakup faktor input, proses, dan output. Faktor input terdiri dari tenaga, dana, sarana dan metode. Faktor proses terdiri dari validasi data, pembuatan SKB antara Dinkes Kota Tangerang dan Rumah Sakit, penerbitan surat jaminan, utilisasi review, verifikasi klaim, dan pembayaran klaim. Faktor output mencakup utilisasi pelayanan kesehatan oleh peserta pemegang Kartu Multiguna pada bulan Januari-April 2008. Penelitian ini dilakukan melalui proses wawancara mendalam dengan para informan, observasi, serta pengumpulan data sekunder Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Selanjutnya dilakukan tahap analisis data yang kemudian dibahas dengan menganalisis hasil yang disesuaikan dengan teori yang ada.
Dari penelitian ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan Program Kartu Multiguna bagi masyarakat miskin masih mengalami beberapa kendala. Diantaranya kurangnya jumlah tenaga pelaksana, pembuatan SKB antara Dinkes Kota Tangerang dan Rumah Sakit, dan verifikasi klaim. Kurangnya jumlah tenaga pelaksana Kartu dirasa kurang efisien karena dengan banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan membuat beban kerja petugas menjadi bertambah, sehingga petugas membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan tugasnya. Selain itu dengan banyaknya pekerjaan cukup menguras energi petugas sehingga membuat petugas menjadi kurang fokus dengan pekerjaannya.
Dalam pembuatan SKB antara Dinkes Kota Tangerang dan Rumah Sakit belum ditemukan aturan yang berkaitan dengan ketepatan waktu dan kelengkapan dokumen tagihan klaim Rumah Sakit serta aturan yang berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan Kartu Multiguna oleh pemegang kartu Multiguna. Dalam proses verifikasi klaim diketahui terkadang ditemukan beberapa ketidaklengkapan dokumen dari rumah sakit yang akan diverifikasi, sehingga petugas yang menangani pelaksanaan Program Kartu Multiguna di Dinas Kesehatan Kota Tangerang harus menghubungi pihak rumah sakit dan mengembalikan dokumen-dokumen tersebut agar dilengkapi, tetapi terkadang pihak rumah sakit memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikannya lagi ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah menambah jumlah tenaga pelaksana Program Kartu Mutiguna, mengadakan pelatihan untuk petugas agar pelaksanaan program menjadi lebih terarah, menambah sarana dan prasrana, perlu dibuat adanya aturan yang berkaitan dengan pemakaian Kartu Multiguna agar tidak disalahgunakan oleh pemegang Kartu Multiguna, Perlu adanya ketentuan yang disepakati bersama antara pihak Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang mengatur tentang ketepatan waktu dan kelengkapan dokumen pengajuan klaim oleh Rumah Sakit."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>