Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damar Swarno Dwipo
"Sistem pemberian hak desain industri di Indonesia menganut sistem oposisi (pengajuan keberatan). Hal ini terlihat dari Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri yang menyatakan bahwa "Dalam hal tidak terdapat keberatan terhadap Permohonan hingga berakhirnya jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Direktorat Jenderal menerbitkan dan memberikan Sertifikat Desain Industri paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu tersebut". Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri tersebut menyiratkan bahwa pemeriksaan substantif (substantive examination) guna memeriksa persyaratan "baru" yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri'tidak dilakukan bila pada masa pengumuman, tidak ada pihak yang mengajukan keberatan atau oposisi terhadap permohonan pendaftaran desain industri tersebut.
Sistem pemberian hak desain industri yang dianut oleh Indonesia seperti tersebut di atas, dalam prakteknya ternyata kerap menirnbulkan masalah, karena banyak permohonan desain industri yang sesungguhnya merupakan desain industri yang telah umum digunakan di masyarakat atau dengan kata lain tidak memiliki aspek kebaruan tetap diberikan Hak Desain Industrinya. Hal tersebut di atas dapat terjadi karena sepanjang permohonan desain industri tersebut telah memenuhi kelengkapan persyaratan administratif permohonan dan dianggap patut untuk diumumkan serta dalam periode pengumumannya tidak ada pihak lain yang mengajukan keberatan, maka permohonan desain industri tersebut otomatis akan mendapatkan Hak Desain Industrinya, walaupun sesungguhnya permohonan desain industri tersebut tidak memiliki aspek kebaruan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, Pemerintah Republik Indonesia mengundangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. pada tanggal 04 Januari_ 2005, namun sesungguhnya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri ini bertentangan dengan Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Sagitarina
"Peraturan perundang-undangan yang dilahirkan oleh pemerintah sepatutnya perlu dilihat mengenai efektifitas keberlakuannya di masyarakat. Sistem perlindungan hak desain industri di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Pada dasarnya terdapat beberapa indikator yang dapat menentukan apakan suatu peraturan perundang-undangan efektif atau tidak berlaku di masyarakat. Keberlakuan hukum secara yuridis, sosiologis dan filosofis menjadi indikator yang cukup penting untuk mempertimbangkan apakah suatu ketentuan hukum berlaku secara efektif di masyarakat. Penelitian ini mencoba melihat dan memperoleh jawaban mengenai bagaimana efektifitas sistem perlindungan desain industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dengan melaksanakan titik penelitian pada industri-industri kecil yang tersebar pada wilayah industri pembuatan sepatu di Desa Sukarata, Cibaduyut, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, sistem perlindungan desain industri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain industri belum berlaku efektif secara menyeluruh. Beberapa faktor yang menentukan tidak efektifnya suatu peraturan perundangan-udnangan berlaku di masyarakat antara lain kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap perlindungan desain industri, kurangnya kesadaran masyarakat untuk melindungi desain industri, desain sepatu diperoleh dengan meniru sepatu merek terkenal, tidak adanya tindakan hukum terhadap peniruan desain sepatu, desain sepatu cepat berganti (tidak sebanding dengan jangka waktu hak desain industri yang cukup panjang), spesifikasi desain sepatu yang tidak jelas, kebudayaan masyarakat yang komunal dan kekeluargaan, prosedur pendaftaran hak desain yang berbelit-belit, biaya pendaftaran hak desain industri yang cukup mahal, dan belum adanya pengusaha industri kecil yang mendaftarkan hak desain industrinya."
2007
T 18391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanitadeby Mutiarasari
"Perhatian yang besar pada bidang desain khususnya desain industri akan membawa keberhasilan di bidang perindustrian dan perdagangan. Hal ini terbukti pada negara Amerika Serikat, Jerman,Italia, Inggris, Perancis, Jepang, Korea dan Taiwan serta negara ? negara lainnya. Keberhasilan mereka mempunyai pandangan bahwa keberhasilan perindustrian dan perdagangan sangat banyak di dukung oleh bidang desain. Penghargaan dan perhatian negara pada bidang desain sangat terkait dengan ilmu dan teknologi yang dikuasai, sehingga saling mempengaruhi dan saling mendukung diantara keduanya.
Negara yang berkembang seperti Indonesia menyadari bahwa perlu untuk mencontoh keberhasilan dari negara-negara lain yang industri dan perdagangannya lebih pesat. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri,dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut diharapkan sektor industri dapat berkembang maju dan inovatif sehingga dapat mendorong terciptanya suatu karya desain dengan mempromosikan perlindungan dan kegunaannya sehingga dapat memberi kontribusi bagi kemajuan industri.
Dalam prakteknya desain industri tidak begitu banyak diketahui oleh masyarakat kalangan industri, begitu juga bagi pendesain sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) PuloGadung. Pada pelaksanaannya mereka umumnya tidak mengetahui tentang perlindungan desain industri, hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya pendesain yang melakukan peniruan dan penjiplakan desain sepatu dari pihak lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
03 Rin d
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Astari
"Skripsi ini membahas bagaimana ketentuan hukum mengenai pembatalan desain industri diterapkan. Masih ada masyarakat yang menilai bahwa batasan antara objek perlindungan desain industri dan merek masih belum jelas. Pada skripsi ini akan dibahas tiga hal. Pertama, tinjauan umum perlindungan gambar dalam lingkup hukum desain industri. Kedua, tinjauan umum perlindungan gambar dalam lingkup hukum merek. Ketiga, analisis terhadap putusan majelis hakim pada kasus Yoko melawan Alpenliebe yang tertuang pada Putusan No. 42. Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST dengan doktrin yang mengatur tentang pembatalan desain industri. Aspek yang diteliti adalah apakah pertimbangan majelis hakim dalam putusan ini sudah sesuai dengan doktrin-doktrin yang mengatur tentang kriteria pembatalan desain industri ketika terjadi tumpang tindih antara perlindungan desain industri dan merek, di antaranya kedudukan hukum, kebaruan, ketertiban umum, dan itikad tidak baik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar diperoleh dari studi kepustakaan. Pada hasil penelitian ini dinyatakan bahwa pertimbangan majelis hakim dalam kriteria kedudukan hukum, kebaruan, ketertiban umum, dan itikad tidak baik adalah sudah tepat.
This thesis discusses how the legal provisions regarding the cancellation of the industrial design is applied. There is still a society which considers that the boundaries between objects of industrial design and the trademark protection remains unclear. In this paper will discuss three things. First, an overview of the image in the scope of legal protection of industrial designs. Second, an overview image in the sccope of the legal protection of trademark. Third, analysis of the judges' verdict in the case of Yoko versus Alpenliebe which contained in Verdict No. 42. Desain Industri/2009/PN.NIAGA.JKT.PST to doctrines regarding to the cancellation of industrial design regulation. Aspect studied is whether the consideration of the judges in this verdict are in accordance with the doctrines of the cancellation of industrial design criteria when there is an overlap between industrial design and the trademark protection, including legal standing, novelty, public order, and bad faith. This study uses a juridical-normative, which is most of the research data obtained from the study of literature. In the results of this study revealed that the consideration of the judges in the legal standing, novelty, public order, and bad faith is appropriate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Pahlevi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S39500
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustina Niken Sharaningtyas
"ABSTRAK
Pembentukan peraturan perundang-undangan desain industri di Indonesia
tidak didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan dari masyarakat Indonesia itu
sendiri, melainkan sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia dalam
persetujuan TRIPs-WTO. Masyarakat Indonesia pada umumnya masih
menjunjung tinggi rasa kebersamaan atau komunalistik dan masih mengedepankan
nilai-nilai spiritualistik, sedangkan rezim HKI menganut nilai kapitalistik dan
mengedepankan kepentingan individu (individualistik). Benturan karakter atau
nilai tersebut turut menjadi faktor yang mengakibatkan ketidakefektifan
implementasi ketentuan-ketentuan hukum HKI di dalam masyarakat.
Hal inilah yang terjadi di dalam masyarakat pengrajin perak Kotagede.
Rasa asing terhadap sistem perlindungan HKI menyebabkan pemahaman
masyarakat pengrajin perak Kotagede terhadap Hak Kekayaan Intelektual sangat
kurang Hasil penelitian menunjukkan bahwa 67,6% masyarakat pengrajin perak
Kotagede tidak mengetahui adanya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000
tentang Desain Industri yang memberikan perlindungan hukum bagi produk
desain kerajinan perak mereka. Dalam penelitian diperoleh data bahwa belum ada
satupun masyarakat pengrajin perak di Kotagede yang mendaftarkan produknya
ke dalam perlindungan hukum desain industri. Hanya 26,5% saja yang memiliki
keinginan untuk mendaftarkan produknya, sedangkan sisanya 73,5% responden
tidak memiliki keinginan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
ketidakpedulian masyarakat pengrajin perak terhadap HKI masih sangat tinggi.
Dalam penelitian ini dilakukan uji korelasi dan uji regresi linier/uji
pengaruh antara variable nilai-nilai budaya masyarakat dengan sikap keberatan
reponden atas peniruan desain produknya oleh orang lain. Diperoleh kesimpulan
bahwa antara variable nilai budaya “rame ing gawe suci ing pamrih”, “gotong
royong” dan “etika berbagi” dengan sikap keberatan reponden atas peniruan
desain produknya terdapat korelasi/hubungan yang kuat, signifikan dan tidak
searah. Semakin tinggi adanya kontak dengan nilai budaya tersebut maka
masyarakat pengrajin perak Kotagede akan semakin tidak keberatan apabila
desain produknya ditiru oleh orang lain. Variabel-variabel nilai budaya tersebut
mempengaruhi sikap keberatan reponden atas peniruan desain produknya oleh
orang lain.

ABSTRACT
The drafting of industrial design legislation in Indonesia is not based on
the interests and needs of the people of Indonesia itself, but rather as a
consequence of Indonesia's participation in the WTO-TRIPs agreement.
Indonesian society in general still uphold a sense of togetherness or komunalistik
and still promoting the values of spiritualistic, while the IPR regime adopted
capitalistic values and promotes the interests of the individual (individualistic).
Clash of the characters or the value is also a factor resulting in ineffectiveness
implementation of the provisions of IPR laws in society.
This is what happens in society silversmith Kotagede. People are
unfamiliar with the IPR protection system, therefore caused the public's
understanding to Intellectual Property Rights is very less. The results of research
showed that 67.6% of the silversmith Kotagede do not know the Law No. 31 Year
2000 on Industrial Design that provides legal protection for product design their
silver. In this case showed that no one in silversmith Kota Gede who register their
products to the legal protection of industrial designs. Only 26.5% who have a
desire to register their products, while the remaining 73.5% of respondents have
no such desire. This suggests that the level of public indifference towards IPR still
very high.
In this study tested the correlation and linear regression test of variable
cultural values with the objection’s attitude of respondents if his/her product
design imitated by others. It is concluded that with the variable cultural values
“rame ing gawe suci ing pamrih”, “gotong royong” and “etika berbagi”and the
objection’s attitude of the respondents if his/her product design imitated by others
there is a strong correlation/relationship, significant and not unidirectional.
Variables cultural values influence objection’sattitudes respondents if his/her
product design imitated by others."
Universitas Indonesia, 2013
T36109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Insan Budi Maulana
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010
346.068 INS a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Riyo Hanggoro Prasetyo
"Sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam World Trade Organization (WTO) maka Indonesia juga harus tunduk pada seluruh ketentuan WTO termasuk Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods. Untuk itu Indonesia terus berusaha menciptakan pengaturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, yang salah satunya adalah Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (UUDI). Sejak UUDI diberlakukan banyak aspek hukum yang berkembang, khususnya pada perkara desain industri. Untuk itu dibutuhkan analisis terhadap perkara tersebut dan membandingkannya dengan perkara yang terjadi di negara lain, yang dalam hal ini dipilih Inggris sebagai negara pelopor pengaturan desain industri di dunia.
Metode yang digunakan adalah Metode Penelitian Kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan pengolahan data secara kualitatif, dengan hasil diagnostik analitis dan evaluatif analitis.
Hasil dari analisis penulis menyimpulkan bahwa sistem desain industri Inggris berbeda dengan sistem desain industri Indonesia karena sistem desain di Inggris dibedakan menjadi dua, yaitu registered design untuk desain terdaftar dan design right untuk desain yang tidak terdaftar. Namun dari beberapa perkara desain industri di Indonesia dan perkara registered design di inggris yang dianalisis oleh penulis, ternyata tidak ditemukan banyak perbedaan, mayoritas perkara tersebut menjadikan unsur kebaruan menjadi hal utama. Perbedaan hanya terdapat pada cara menilai unsur kebaruan, di Indonesia unsur kebaruan dinilai secara luas, di Inggris unsur kebaruan dinilai secara terbatas."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>