Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harjo Saksomo Bajuadji
"TUJUAN PENELITIAN : Mengetahui proporsi SIU pada kehamilan dan pasca persalinan dan mengetahui pengaruh usia, paritas, berat lahir bayi, cara lahir, episiotbmi, ruptur perineum, ekstraksi, dan riwayat SIU saat hamil terhadap perubahan proporsi SIU pasta persalinan.
DISAIN STUDI : kohort prospektif
TEMPAT STUDI : RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta
SUBYEK : Seluruh wanita yang menjalani persalinan di RSCM periode Januari-Juni 2004 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia mengikuti studi ini
KELUARAN UTAMA : kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan, 6 minggu post partum dan 3 bulan post partum.
HASIL : Angka kejadian sires inkontinensia urin sebesar 37,1% terjadi saat kehamilan, 34,1% 6 minggu post partutn dan 27,75% 3 bulan post partum. Faktor multiparitas memegang peranan penting dalam peningkatan kejadian styes inkontinensia urin saat kehamilan dengan RR 9.16 U1K 95% 4,83-17,41 ; p<0,001), Proporsi stres inkontinensia urin saat kehamilan pada multiparitas lebih tinggi dibandingkan dengan primiparitas (64,96% : 7,09% ; p
KESIMPULAN : Kejadian sires inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum cukup tinggi. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terdapat peningkatan angka kejadian stres inkontinensia urin saat kehamilan dan post partum. Persalinan perabdominam kemungkinan dapat menjadi faktor pencegah kejadian SIU pasta persalinan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fahron
"Latar Belakang: Meningkatnva populasi usia laniut. masalah kesehatan pada kelompok usia tersebut juga meningkat. Salah satu masalah kesehatan vane sering dijumpai adalah inkontinensia urin tine sires (IUS). Beberapa nenelitian telah dilakukan untuk melihat faktor- faktor risiko terjadinva IUS, tetapi hasilnva tidak konsisten.
Tuiuan: Mengetahui hubungan antara usia, riwayat cara persalinan, jumlah persalinan lama menopause dan IMT dengan IUS pada perempuan usia laniut di RSCM Jakarta.
Metodologi: Disain penelitian potong-lintang. Subyek pada perempuan >60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Inkontinensia Urin tine Sires dinilai dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan kontraksi vagina dengan nerineometri.
Hasil: Didapatkan hasil 35 kasus dan 47 kontrol. Subyek penelitian dengan usia >75 tahun didapatkan 8 (53.3%) IUS riwayat cara persalinan mengalami tindakan didapatkan 18 150.0%) IUS. jumlah persalinan lebih dari 2 kali didapatkan 30 (43,5%) IUS lama menopause lebih dari 7 tahun didapatkan 35 (45,5%) IUS, IMT ~ 26 didapatkan 14 (58.3%) IUS. Dilakukan analisis bivariat didapatkan hasil antara usia dan IUS dengan OR 1.69 (IK 95% 0.55 - 5.22).. antara riwavat cara persalinan dan IUS dengan OR 1,71 (TTY 95% 0.70 ? 4.14) antara iumlah persalinan dan MS dengan OR 1.23 (IK 95% 0.37 - 4.15). antara IMT > 26 dan IUS dengan OR 2.47 (IK 95% 0,93 - 6.52). Lama menopause tidak dapat dianalisis karena tidak didapatkan lama menopause < 7 tahun harus mengalami IUS. Seluruh variabel hasil analisis bivariat vane memiliki p mendekati 0.25 diikutsertakan dalam analisis multivariat. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan hanva IMT vane tampaknva berhubunsan denaan IUS (OR 2.9911K 95% 1.07-8.361)
Simpulan: Indeks massa tubuh merunakan faktor risiko teriadinva IUS.

Background: The increase of elderly nonulation leads to the increase of health problems among those who belongs to this population. Stress urinary incontinence (SUI) is one of many problems which is frequently found. Several studies have been carried out to detect risk factors for SUI. but the results were still inconsistent.
Objective: To assess the relationship between age. types of delivery. Parity, menopausal period, and BM1 with SU1 in elderly women at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: A cross-sectional study of elderly women > 60 years who met the inclusion criteria. SUI was evaluated from interviews. physical examinations and vaginal contractions measured with a perineometer.
Results: This study comprised 35 cases and 47 controls. SUI were detected in 8 (53.3%) of subjects who were > 75 years, in 18 (50.0%) of those who had intervention during delivery. in 30 (43,5%) of those who had parity > 2. in 35 (45.5%) of those who had had menopause > 7 years. and in 14 (58.3%) of those with BMI > 26. Bivariate analyses were performed and the results are OR 1,69 (95% CI 0.55-5.22) between age and SUL _ OR 1.71 (95% CI 0.70 - 4.14) between tunes of delivery and SUL OR L23 (95% CI 0,37 - 4.15) between parity > 2 and SU1. OR 2.47 (95% CI 0,93 - 6.521 between BM1 > 26 and Slll, Menopausal period could not be analyzed because no subjects who had less than 7 year - period of menopause was found to have SUI. Variables which had p close to 0.25 in bivariate analyses were measured in multivariate analyses with logistic regression. Those variables were types of delivery and BMI. As a result BMI was the only variable which was related to SUI (OR 2.99[95% CI 1,07-8,36 ).
Conclusion: BM1 is a risk factor for SUI"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinem, Lina Herida
"Inkontinensia urin merupakan masalah yang umum terjadi pada periode nifas. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektivitas ?paket latihan mandiri? terhadap pencegahan inkontinensia urin pada ibu nifas di Bogor. Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group. Sampel dengan tekhnik consecutive sampling, melibatkan 74 ibu pada periode nifas. Kejadian inkontinensia urin kelompok intervensi menurun dari 44,4% menjadi 16,7% setelah intervensi sedangkan pada kelompok kontrol meningkat dari 36,8% menjadi 44,7% (p= 0,02; α= 0,05). Berdasarkan hasil studi ini, direkomendasikan agar rumah sakit membuat program kelas prenatal dengan latihan mandiri sebagai salah satu komponen untuk pencegahan inkontinensia urin sejak kehamilan."
Akademi Keperawatan Mitra Keluarga Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pinem, Lina Herida
"ABSTRAK
Inkontinensia urin merupakan masalah yang umum terjadi pada periode postpartum yang dapat menurunkan kualitas hidup. Penderita malu memeriksakan diri ke tenaga kesehatan sehingga intervensi pencegahan jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ?efektivitas paket latihan mandiri terhadap pencegahan inkontinensia urin pada ibu postpartum? yang menggunakan desain quasy experiment dengan rancangan pre-post test with control group dengan tekhnik consecutive sampling.Sampel penelitian berjumlah 74 ibu yang melahirkan di RS PMI sebagai kelompok intervensi (n: 36) diberikan paket latihan mandiri (Kegel exercise, Bladder drill, dan menghindari kafein dan alkohol) selama 4 minggu . Kelompok kontrol (n: 38) ibu yang melahirkan di RS Salak. Karakteristik responden berumur rata-rata 29,55 tahun, berat lahir bayi rata-rata 3108,8 gram, lama kala II 33,74 menit, lebih banyak multipara (75,7%) dan mayoritas mengalami ruptur atau episiotomy (82,4%). Kejadian inkontinensia urin kelompok intervensi menurun dari 44,4 % menjadi 16,7 % setelah intervensi sedangkan pada kelompok kontrol meningkat dari 36,8 % menjadi 44,7% (p: 0,02 < 0,05). Nilai OR: 4,05, artinya ibu postpartum yang tidak melakukan paket latihan mandiri berisiko 4,05 kali mengalami inkontinensia urin (CI 95%: 1,37; 11,98). Paket latihan mandiri efektif mencegah inkontinensia urin pada periode postpartum. Direkomendasikan agar RS membuat program kelas prenatal dengan latihan mandiri sebagai salah satu komponen untuk pencegahan inkontinensia urin sejak kehamilan.

ABSTRACT
Urinary incontinence is common and troublesome in postpartum periode and there is a considerable reduction in the quality of life of patients with this condition. Many patients hesitate to seck medical advice due to embarrasment. This research aimed to know the Effectiveness of ?Self Exercise Package ? to prevent of urine incontinence in postpartum periode at Bogor. A quasi experimental with control group pretestposttest design was used in this study. The sample utilized consecutive sampling as 74 womens in postpartum periode. The womens whose delivered in PMI hospital as intervention group (n: 36) have ?self exercise package? : Kegel exercise, Bladder training and dietary (avoid of cafein and alcohol) for 4 weeks. The womens has delivered in Salak Hospital as control group (n: 38). The chi square were used for data analysis.The characteristic of respondens: mean of age is 29,55 years, weight of the babies 3108,8 gram,duration 2nd stage: 33,74 minutes, majority multiparous (75,7) and have ruptur and epiciotomy (82,4%).The proportion of urine incontinence in the intervention group decreased from 44,4% to 16,7% and in the control group increasedfrom 36,8% to 44,7% (p value : 0,02 < 0,05). OR: 4,05 meanwhile mother that doesn?t do self exercise package have opportunity to get urinnary incontinence in postpartum periode. The conclution of this study is the implementation of self exercise package is effective to prevent in urinary incontinence in postpartum periode.This result study is recommended to hospital, that it is needed to make the programme of prenatal class with self exercise package to prevent urine incontinence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Fajar Marta
"ABSTRAK
Tingkat Kesesuaian Dan Penerimaan Subjek Terhadap Uji Pembalut 20 Menit Dibandingkan 60 Menit Sebagai Metode Pengukuran Derajat Keparahan Inkontinensia Urin Tipe TekananKadek Fajar Marta, Fernandi MoegniDivisi uroginekologi dan rekonstruksi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia AbstrakMengingat prevalensi yang tinggi dan efek negatif dari SUI maka perlu dilakukan penanganan yang tepat. Pemilihan terapi sangat tergantung dari penilaian derajat keparahan SUI yang diderita. Diperlukan suatu metode akurat yang secara objektif dapat mengukur derajat keparahan SUI sehingga terapi dapat diberikan secara tepat. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen silang sehingga hanya memerlukan satu kelompok sampel yang akan menjadi pembanding bagi dirinya sendiri. Pasien SUI yang terdiagnosis di Poliklinik Uroginekologi Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia dan memenuhi kriteria inklusi, mendapatkan dua kali uji pembalut yaitu uji pembalut 20 menit kemudian uji pembalut 60 menit atau sebaliknya dengan selisih jangka waktu satu minggu dan akan diwawancarai menggunakan kuisioner pada setiap uji pembalut selesai dikerjakan. Kuisioner ini dibuat oleh peneliti dan sebelum digunakan ke subjek penelitian, dilakukan uji coba pada 5 orang pasien perempuan yang didiagnosis SUI. Hasil Kappa R = 0,84 yang menunjukkan uji pembalut 20 menit memiliki uji kesesuaian yang baik dengan uji pembalut 60 menit. Pada tingkat kepuasan didapatkan 25 responden 83,3 mengatakan puas pada uji pembalut 20 menit, bahkan 5 responden 16,7 mengatakan sangat puas. Sedangkan pada uji pembalut 60 menit, 3 responden 10 mengatakan kurang puas dan sisanya mengatakan puas. Terdapat kesesuaian yang baik antara pemeriksaan uji pembalut 20 menit dan 60 menit dalam menilai derajat keparahan inkontinensia urin. Pada pemeriksaan uji pembalut selama 20 menit didapatkan persentase subjek yang menyatakan puas dan sangat puas lebih tinggi dibandingkan dengan uji pembalut selama 60 menit. Kata kunci: Uji pembalut 20 menit, uji pembalut 60 menit, tingkat kesesuaian dan penerimaan subjek

ABSTRACT
Level of agreement and Acceptance of 20 Minute versus 60 Minutes Sanitary Pad Test as a Method of Measuring Severity Degree of Stress Urinary IncontinenceKadek Fajar Marta, Fernandi MoegniUrogynecology Reconstruction Surgery Division, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia AbstractLevel of agreement and Acceptance of 20 Minute versus 60 Minutes Sanitary Pad Test as a Method of Measuring Severity Degree of Stress Urinary IncontinenceGiven the high prevalence and negative effects of SUI is necessary to do the appropriate treatment. Selection of therapy depends on the assessment of the severity of SUI. An accurate method is needed which can objectively measure the severity of SUI so that therapy can be administered appropriatelyThis study used cross-experimental design so that it only requires one sample group that will be compared to itself. The subject are SUI patients in Urogynecology Polyclinic Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia and met the inclusion criteria. Two times sanitary pad test was obtained, the first test was 20 minutes pad test and then followed with 60 minutes pad test or vice versa within one-week period. Subjects will be interviewed using questionnaire at the end of each pad test. The questionnaire was prepared by the researcher and a trial was performed on 5 patients prior the use to the subject of the study.Results Kappa R = 0.84 indicating that a 20-minute sanitary pad test had a good level of agreement to 60-minute. On the level of satisfaction, 25 respondents 83,3 stated that they were satisfied with 20 minute pad test and 5 respondents 16,7 stated that they were very satisfied. On the other hand, 3 respondents 10 stated that they were less satisfied with the 60-minute sanitary pad test, and the others was satisfied.There is a good agreement between the 20 minute and 60 minute sanitary pad test in assessing the severity of urinary incontinence. Compared to 60 minutes sanitary pad test, 20 minutes pad test obtained higher percentage of subject rsquo;s satisfaction. Keywords: 20 Minutes Sanitary Pad Test, 60 Minutes Sanitary Pad Test, Stress Urinary Incontinence
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Yunita
"ABSTRAK
Inkontinensia urin tekanan sering ditemukan padakehamilan dengan prevalensi tertinggi pada empat minggu terakhir kehamilan. Diketahui bahwa kelemahan otot dasar panggul merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan otot dasar panggul dengan inkontinensia urin tekanan pada perempuan hamil trimester ketiga akhir, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan melibatkan perempuan hamil 36-40 minggu di poli Obstetri dan Ginekologi RSUK TebetJakarta. Data yang diperoleh berupa hasil anamnesis, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , pemeriksaan fisik, perineometer, dan tes batuk. Sampel berjumlah 142 orang dengan 54,2 diantaranya mengalami inkontinensia urin tekanan. Diketahui bahwa kekuatan otot dasar panggul dan taksiran berat janin memiliki perbedaan bermakna dengan inkontinensia urin tekanan p = 0,002, < 0,001, secara berurutan . Uji multivariat menunjukkan bahwa kekuatan otot dasar le; 25,5 cmH2O panggul dan TBJ ge; 3.100 gram paling mempengaruhi kejadian inkontinensia urin tekanan OR = 2,52, p= 0,021 dan OR = 3,34, p= 0,001, secara berurutan . Uji probabilitas menunjukkan bahwa apabila TBJ >3.100 gram dan kekuatan otot dasar panggul ABSTRACT
Stess urinary incontinence is the most frequent found during pregnancy with the highest prevalence in the last four weeks of pregnancy. It is known that weaken pelvic floor muscle is one of the causes of stress urinary incontinence. This study aims to know the relationship between the strength of pelvic floor muscle and stress urinary incontinence in late third trimester of pregnancy and its associated factors.A cross-sectional study was conducted involving women with 36 until 40 weeks of pregnancy at Obstetric and Gynecology clinic of Tebet Subdistrict Hospital, Jakarta. Collected data included medical interview, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , physical examination, perineometer, and cough test. Among 142 samples, 54.2 had stress urinary incontinence. Discovered that pelvic floor muscle, and estimated fetal weight had significant differences with SUI p = 0.002, < 0.001, respectively . Multivariate analysis showed the strength of pelvic floor muscle le; 25.5 cmH2O , and EFW ge; 3,100 gram were the most influenced factors for SUI OR = 2.52, p = 0.021 dan OR = 3.34, p = 0.001, respectively . The likelihood of SUI was 75.39 if the strength of PFM was le; 25.5 cmH2O,and EFW ge; 3,100 gram. Weaken pelvic floor muscle, and EFW were the factors influencing SUI."
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Yunita
"Inkontinensia urin tekanan sering ditemukan padakehamilan dengan prevalensi tertinggi pada empat minggu terakhir kehamilan. Diketahui bahwa kelemahan otot dasar panggul merupakan salah satu penyebab inkontinensia urin tekanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekuatan otot dasar panggul dengan inkontinensia urin tekanan pada perempuan hamil trimester ketiga akhir, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan melibatkan perempuan hamil 36-40 minggu di poli Obstetri dan Ginekologi RSUK TebetJakarta. Data yang diperoleh berupa hasil anamnesis, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , pemeriksaan fisik, perineometer, dan tes batuk. Sampel berjumlah 142 orang dengan 54,2 diantaranya mengalami inkontinensia urin tekanan. Diketahui bahwa kekuatan otot dasar panggul dan taksiran berat janin memiliki perbedaan bermakna dengan inkontinensia urin tekanan p = 0,002, < 0,001, secara berurutan . Uji multivariat menunjukkan bahwa kekuatan otot dasar le; 25,5 cmH2O panggul dan TBJ ge; 3.100 gram paling mempengaruhi kejadian inkontinensia urin tekanan OR = 2,52, p= 0,021 dan OR = 3,34, p= 0,001, secara berurutan . Uji probabilitas menunjukkan bahwa apabila TBJ >3.100 gram dan kekuatan otot dasar panggul
Stess urinary incontinence is the most frequent found during pregnancy with the highest prevalence in the last four weeks of pregnancy. It is known that weaken pelvic floor muscle is one of the causes of stress urinary incontinence. This study aims to know the relationship between the strength of pelvic floor muscle and stress urinary incontinence in late third trimester of pregnancy and its associated factors.A cross sectional study was conducted involving women with 36 until 40 weeks of pregnancy at Obstetric and Gynecology clinic of Tebet Subdistrict Hospital, Jakarta. Collected data included medical interview, Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis QUID , physical examination, perineometer, and cough test. Among 142 samples, 54.2 had stress urinary incontinence. Discovered that pelvic floor muscle, and estimated fetal weight had significant differences with SUI p 0.002, 0.001, respectively . Multivariate analysis showed the strength of pelvic floor muscle le 25.5 cmH2O , and EFW ge 3,100 gram were the most influenced factors for SUI OR 2.52, p 0.021 dan OR 3.34, p 0.001, respectively . The likelihood of SUI was 75.39 if the strength of PFM was le 25.5 cmH2O,and EFW ge 3,100 gram. Weaken pelvic floor muscle, and EFW were the factors influencing SUI. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rafika
"Latar Belakang: Inkontinensia urin (IU) merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi dan beban yang cukup tinggi di dunia. Inkotinensia urin tekanan (SIU) merupakan salah satu bentuk inkontinensia urin dengan prevalensi di Indonesia berkisar antara 14,57-52%. Latihan otot dasar panggul merupakan salah satu pencegahan dan tatalaksana yang direkomendasikan untuk inkontinensia urin. Namun, perbandingan antara efektivitas latihan yang dilakukan selama masa kehamilan dan pasca persalinan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap terjadinya inkontinensia urin tekanan yang menetap pasca persalinan.
Metode: Dilakukan penelitian dengan desain uji klinis acak terkontrol dan kerangka konsep etiologik. Populasi penelitian yaitu semua ibu hamil dengan gejala inkontinensia urin tekanan. Dalam kurun waktu penelitian didapatkan sampel sebanyak 70 ibu hamil dengan gejala inkontinensia urin tekanan pasca persalinan yang dibagi dalam kelompok tanpa intervensi, kelompok latihan otot dasar panggul sejak masa kehamilan, dan kelompok latihan otot dasar panggul pasca persalinan. Data dianalisis dengan metode analisis bivariat kategorik tidak berpasangan dua kelompok.
Hasil: Dari hasil penelitian ini, didapatkan adanya hubungan yang bermakna pada ibu hamil yang diberikan latihan otot dasar panggul baik sejak masa kehamilan (p-value = 0.002) maupun pasca persalinan (p-value = 0.006) dengan penurunan proporsi kejadian inkontinensia urin tekanan menetap pasca persalinan. Namun, tidak didapatkan adanya perbedaan hasil yang bermakna secara statistik antara kelompok ibu hamil yang diberikan latihan otot dasar panggul sejak masa kehamilan dengan yang diberikan latihan pasca persalinan (p-value = 1.000).
Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan. Namun, latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan terbukti efektif dalam pencegahan dan pengobatan terhadap terjadinya inkontinensia urin tekanan yang menetap pasca persalinan dibandingkan dengan yang tidak melakukan.

Background: Urinary incontinence (UI) is one of the problematic health problems with high prevalence and monetary burden in the world. Stress urinary incontinence is one form of UI with a prevalence of 14.57 -52% in Indonesia. Pelvic floor muscle training (PFMT) is one of its recommended preventive and curative measures. Nevertheless, comparison between PFMT initiated during pregnancy period and postpartum period has never been studied before.
Objective: This study aims to determine the effectiveness of pelvic floor muscle exercises during pregnancy and after childbirth as prevention and treatment of the occurrence of persistent postpartum urinary incontinence.
Method: A randomized controlled trials with an etiological conceptual framework was done in this study. The study population were all pregnant women with symptoms of urinary incontinence. In the study period, a sample of 70 pregnant women with symptoms of postpartum urinary incontinence consisting of no-intervention group, pregnancy PFMT group, and postpartum PFMT group. The data were analyzed by two groups of unpaired categorical bivariate analysis methods.
Results: It was found that there was a significant association between pregnant women given pelvic floor muscle training (PFMT) both during pregnancy (p-value = 0.002) and postpartum (p-value = 0.006) with decline of persistent postpartum urinary incontinence proportion. However, there was no statistically significant difference of outcome found in the group of pregnant women given PFMT since pregnancy with those who were given after childbirth, p-value = 1,000.
Conclusion: In this study there was no significant difference of outcome between PFMT during pregnancy and after delivery. However, PFMT during pregnancy and after childbirth have been proven effective in the prevention and treatment of the occurrence of postpartum urinary incontinence compared with those who did not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada lansia, masalah inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalah inkontinensia urin pdaa lansia mempunyai dampak psikologis seperti rasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, takut keluar, dan tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Peningkatan prevalensi malah inkontinensia urin dapat dicegah apabila ada pemahaman tentang inkonstinensia urin sebelum seseorang memasuki usia yang lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin dengan keinginan untuk sembuh."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Ridlo Nizomy
"Latar Belakang: Inkontinensia urin (IU) menurut ICS didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol, yang secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial dan higienis. Pada perempuan, gangguan fungsi berkemih ini sering kali didapatkan pasca-operasi koreksi kelainan Prolaps Organ Panggul (POP). Inkontinensia Urin Tekanan de novo (IUT de novo) adalah IU yang terjadi pada pasien POP pasca-operasi pervaginam yang tidak didapatkan sebelum operasi.
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berhubungan pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta.
Metode: Studi klinis potong lintang yang dilakukan pada 75 orang pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2017. Penilaian kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berperan dilakukan berdasarkan data Rekam Medik, lembar penilaian Kuesioner QUID (Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis) versi Indonesia dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan Cough Stress Test secara kualitatif dan tes pembalut pad test secara kuantitatif.
Hasil: Dari 75 subyek penelitian didapatkan angka kejadian IUT de novo sebesar 8% (6/75). Uji analisis statistik menunjukkan hanya 2 faktor risiko yang berperan secara bermakna (p < 0,05) terhadap kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di RSCM Jakarta, yaitu derajat POP yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus dengan nilai OR 0,13 (95% CI 0,02-1,63) dan 23,75 (95%CI 2,29-590,2).
Kesimpulan: Pada penelitian ini, angka kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervagnam adalah 8% dengan faktor risiko yang berperan adalah derajat POP preoperatif yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus.

Background: Stress Urinary Incontinence remains a main women's health problem due to its devastating impacts to the quality of life. Some patients with pelvic organ prolapse (POP) may suffer from stress urinary incontinence (SUI) named de novo SUI after pelvic floor reconstruction2. The epidemiology study of de novo SUI in Indonesia is not known yet. In the world, a few studies have reported a wide range (2-43%) in incidence of de novo SUI following surgical repair of POP in previously continent patients. This study aimed to investigate the occurrence of de novo SUI and determined related risk factors after vaginal surgery on POP patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta. Methods: This is a cross-sectional study of 108 patients who underwent pelvic floor vaginal surgery due to pelvic organ prolapse (POP) at the Department of Obstetry and Gynecology, Urogynecology and Recontruction Division in Indonesian University-Ciptomangunkusumo Hospital from January 2016 to December 2017. According to the inclusion and exclusion criteria, 75 patients were enrolled in the study with consecutive sampling technique. The occurrence of de novo SUI was determined 6-12 months postoperatively by using Indonesian version of Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID), and objectively by positive Cough Stress Test (CST) during gynecological examination after negative Preoperative Prolapse Reduction Stress Test (PPRST). The clinical characteristic of positively de novo SUI patients identified were age, parity, Body Mass Index, menopause periode before surgery, degree of Pelvic Organ Prolapse based on POP-Q system, type of vaginal surgery and clinical result of Diabetes Mellitus. Thes significant risk factors that contribute for the occurrence of de novo SUI determined by multivariate statistical analysis (95% CI and 𝛼 0.05).
Results: The occurrence of de novo SUI was 8% or 6 from 75 patiens 6-7 month postoperative for pelvic floor reconstruction due to POP. Average of age, parity, BMI, menopause periode before surgery, respectively were 56.17 ± 4.67, 3.17 ± 1.07, 28.58 ± 5.18, and 12,8 ± 7,0. There were 50,0% (3/6) patients with severe degree of POP and 50% (3/6) with mild degree of POP with most of them 66,7% (4/6) had underwent non colpocleisis procedure for POP reconstruction. All of the patient but one were positively Diabetes Mellitus according to clinical hystory and laboratory finding, and most of them about 83,3% (5/6) were in menopause state. There were two significant risk facors that contribute to the occurrence of de novo SUI which are severe degree of preoperative POP (p 0.038; OR 0.13 95% CI 0,02-0,63) and Diabetes Mellitus (p 0.02; OR 23.75 95% CI 2.29-590.2).
Conclusion: The occurrence of de novo SUI after vaginal surgery of Pelvic Organ Prolapse patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta was 8%. Most of them were average of age < 60 years old, parity < 4, non- obese women, in menopausal periode, and diabetic patient. The determinant significant risk factors contribute to the occurrenceof de novo SUI were evere degree of preoperative POP and Diabetes Mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>