Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122581 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Nurhayati
"Salah satu sisi HKI yang tidak dapat dielakkan terutama dewasa ini adalah semakin erat pengaruh HKI dalam perdagangan internasional. HKI menjadi semakin penting mengingat perannya yang begitu besar bagi kehidupan industri dan perdagangan intemasional. Dalam kebijakan HKI nasional, Indonesia telah turut serta dalam komunitas global, dengan telah meratifikasi Persetujuan WTO (Agreement Establishing the World Trade Organization) melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1994, dengan demildan Indonesia terikat dengan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh WTO, termasuk kesepakatan TRIPS (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights). Dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur pula mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi.
Karya sinematografi merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images). Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan. Perlindungan selain terhadap sinematografi dan karya cipta yang dilindungi sebagaimana diatur dalam undang-undang, perlindungan juga dapat diberikan terhadap semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu. Sehingga tanpa kita sadari karya cipta yang dihasilkan oleh seseorang dengan intelektualnya menciptakan sesuatu, secara cepat telah terjadi peniruan atas karya ciptanya.
Permasalahan yang menjadi pembahasan sejauhmana Undang-undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur perlindungan hak cipta atas karya film sinematografi dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran, dalam melindungi karya sinematografi dan hambatan-hambatan apakah yang di had api oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran dalam melindungi karya sinematografi.
Karya cipta atas sinematografi merupakan salah satu obyek perlindungan hak cipta, dan rekaman atas filmnya dilindungi oleh hak yang berkaitan hak eksklusif. Langkah yang ditempuh oleh pencipta atau pemegang hak cipta dan lembaga penyiaran berupa preemtif, preventif dan represif. Hambatan-hambatan yang dihadapi berupa Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya perlindungan hak cipta, kurangnya koordinasi nasional dari para penegak hukum, kurangnya tenaga dan keahlian teknis di lapangan, serta kurangnya sarana pendukung operasional di kalangan penegak hukum."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hariani
"Penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual ("HKI")di negara-negara berkembang, bukan hanya mengalami ketertinggalan dari sudut peraturan perundang-undangan. Ketertinggalan yang lebih jauh adalah pemahaman terhadap prinsip perlindungan HKI. Ketertinggalan dimaksud terjadi karena terdapat permasalahan utama bahwa di negara-negara berkembang asumsi yang mengatasnamakan kepentingan publik di semua bidang masih amatlah kental. Ini mengakibatkan bahwa ketentuan-ketentuan HKI yang ada dalam peraturan perundang-undangan menjadi berbenturan dengan pemahaman seperti itu yang masih melekat dalam peraturan perundangundangan lain.
Hal demikianlah yang terjadi pada karya cipta sinematografi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Perlindungan hak cipta yang terdiri dani hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta yang menciptakan karya Sinematografi adalah terlahir dengan sendirinya. Namun ternyata perlindungan tersebut secara riil tidak dapat diberikan karena berbenturan dengan peraturan perundangundangan di bidang perfilman khususnya yang mewajibkan setiap karya film harus disensor dengan mengatasnamakan kepentingan kebudayaan.
Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta telah dikesampingkan dalam hal sensor film terhadap sebuah karya cipta sinematografi. Henturan ketentuan sensor film dengan prinsip perlindungan hak cipta yang utama merupakan benturan dengan hak moral yang melarang adanya perubahan dalam bentuk apapun terhadap ciptaan; sedangkan penolakan secara utuh sebuah karya sinematografi oleh Lembaga Sensor film telah mengakibatkan matinya hak-hak ekonomi pencipta."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Kanta Germansa
"Dalam pengaturan pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi. Dalam menciptakan suatu karya sinematografi, dapat dilakukan dengan cara proses penggandaan atau reproduksi suatu karya sinematografi yang ada lebih dahulu menjadi karya yang baru berdasarkan film aslinya atau yang terdahulu. Dalam Pasal 1 ayat 12,Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.Suatu karya Sinematografi merupakan suatu karya seni yang menampilkan suatu Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual oleh pihak-pihak yang ahli dibidang sinematografi berdasarkan pengembangan ide dan kreativitas yang bersifat pribadi dan khas/original. Perwujudan ide yang menghasilkan suatu karya Sinematografi secara nyata mendapatkan perlindungan hak cipta sebagaimana diatur pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hasil nyata karya sinematografi melekat suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh UUHC 2014. Pencipta dan atau pemegang hak cipta karya Sinematografi tersebut, memiliki hak ekslusive terhadap karya sinematogafi baik itu hak ekonomi, moral, dan hak terkait. Dalam pengaturan perlindungan hak cipta karya Sinematogarfi yang telah diwujudkan secara nyata tersebut, tidak hanya mendapat perlindungan hukum terhadap UUHC 2014 namun juga mendapatkan perlindungan berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional Di Indonesia baru-baru ini telah terjadi suatu masalah yang hangat mengenai dugaan pelanggaran hak cipta karya sinematografi terhadap penggandaan atau reproduksi (film ke film ) serial Korea You Who Came From The Stars menjadi sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang. Terhadap dugaan pelanggaran penggandaan/reproduksi yang dilakukan pihak Production House Sinemart sebagai pemegang Hak Cipta sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang perlu dilakukan analisa dan pembuktian yang akurat terhadap perwujudan Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual yang mengambil ide dan ekspresi ide dari serial KoreaYou Who Came From The Stars.

In Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights on the works that are protected as copyrights, among others is cinematography works. In creating one cinematography work, one of the methods is reproduction of a previous cinematography works that had been around into a new one. In Article 1 verse 12, Reproduction is a process, an act, or a method of reproducing a copy of a work and/or phonogram or more with whatever means or forms, either permanently or temporarily. A work of cinematograph is a work of art that shows a creation in the form of moving images in actual, either visually or with audio conducted by professionals in cinematography based on idea and creativity expansion which are personal and original. The form of ideas that creates a work of cinematography actually gained copyright protection as stated in Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights. In an actual cinematography work, attached protection from the law given by UUHC 2014. The creator or the owner of that Cinematography Copyright, gets the exclusive rights to such work, either economic rights, moral rights, and other rights attached to it. In such actual Cinematography Copyright Protection, it gets not only the law protection from UUHC 2014, but also protection based on International Convention. In Indonesia today, there is an emerging problem regarding allegation on Cinematography Copyright violation in regards to the reproduction (movie to movie ) of Korean series titled You Who Came From The Stars being retitled as Kau Yang Berasal Dari Bintang. To this allegation conducted by Production House Sinemart as the copyright owner of series Kau Yang Berasal Dari Bintang needs to be analyzed and an accurate evidence regarding the actual works on moving images, visually and with audio that grabs the idea and expression featured in Korean series Who Came From The Stars."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Arifin Rusli
"Indonesia sebagai salah satu Negara yang telah meratifikasi Persetujuan TRIPs melalui Persetujuan WTO, mempunyai konsekwensi untuk menerapkan TRIPs didalam Undang-undang Hak Ciptanya. Hal tersebut telah dilakukan Indonesia dengan menyesuaikan Undang-undang Hak Ciptanya dengan Ketentuan didalam TRIPs. Penyesuaian yang paling akhir adalah dibuatnya Undang-undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-undang Nomor 19 tahun 2002. Isi dari Undang-undang ini pada dasamya merupakan penerapan dari ketentuan minimal yang ada didalam persetujuan TRIPs.
Dalam rangka penyelesaian sengketa hak cipta, Undang-undang hak cipta menentukan dapat dilakukan melalui jalur litigasi dari alternatif penyelesaian sengketa. Maksudnya jalur litigasi adalah melalui proses perdata dan pidana. Dalam memeriksa pelanggaran hak cipta melalui jalur perdata, dasar hukumnya adalah Undang-undang Hak Cipta. Apabila Undang-undang Hak Cipta tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah KUHPerdata untuk hukum materilnya dan HIR untuk Hukum formilnya.
Memeriksa pelanggaran hak cipta melalui jalur pidana, dasar hukunmya adalah Undang-undang Hak Cipta. Apabila Undang-undang Hak Cipta tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah Hukum pidana umum yaitu, KUHP untuk hukum materiiInya dan KUHAP untuk hukum formilnya.
Yang menjadi masalah adalah mengenai penetapan sementara pengadilan, apakah dapat diterapkan oleh Pengadilan, sebab yang dimaksud dengan penetapan ini adalah penetapan yang dikeluarkan pengadilan sebelum gugatan perkara pelanggaran hak cipta didaftarkan di Pengadilan. Pembatasan jangka waktu pemeriksaan perkara perdata pelanggaran hak cipta di pengadilan yang ditentukan didalam Undang-undang Hak Cipta, bertujuan agar pemeriksaan perkara tidak terlalu lama. Tapi persoalannya keterlambatan pemeriksaan perkara biasanya dikarenakan oleh para pihaknya sendiri. Sementara itu tidak sanksi bagi para pihak yang memperlambat perkara tersebut.
Alternatif penyelesaian sengketa yang diuraikan disini hanya Arbitrase dan Mediasi, karena cara ini yang paling dikenal di Indonesia. Sementara itu Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang sedang dikembangkan di peradilan di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T15438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Arold Lambok Leondy
"

Jaminan fidusia pada hak cipta merupakan suatu hal yang tegolong baru di Indonesia. Hal ini membuat banyak pihak mulai dari pelaku industri kreatif hingga industri jasa keuangan harus mengambil sikap terkait hal ini. Tidak adanya aturan yang tegas dari pihak regulator membuat kondisi ini menjadi area yang kabur dan dapat merugikan semua pihak. Di sisi lain bentuk dukungan terhadap indutri kreatif yang mengedepankan hak kekayaan intelektual salah satunya adalah hak cipta sudah semakin banyak.

 


Fiduciary guarantee of copyright is a new thing in Indonesia. This makes many parties ranging from creative industry players to the financial services industry have to take a stand in this regard. The absence of strict rules on the part of the regulator makes this condition a vague area and can be detrimental to all parties. On the other hand, forms of support for creative industries that prioritize intellectual property rights, one of which is that copyright has increased.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pervidia Indraswari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putu Ayu Wulansari
"Perjanjian memiliki peranan dalam industri musik. Terbukti dengan adanya kontrak-kontrak yang dibuat antara pencipta dengan para pengguna karya cipta milik pencipta. Namun, kenyataannya para pelaku industri musik kurang sadar akan pentingnya hukum perjanjian yang berkaitan dengan hak cipta, terbukti dengan adanya sengketa-sengketa yang terjadi antara pencipta lagu dan produser rekaman suara. Adanya hal tersebut, beberapa pencipta mengalihkan haknya untuk dikelola oleh pihak lain sehingga pihak tersebut bertanggung jawab terhadap hak pencipta. Salah satu pengelola hak cipta lagu milik pencipta di Indonesia ialah KCI (Karya Cipta Indonesia)yang menerima kuasa dari pencipta untuk mengelola hak cipta lagu dan menjadi kuasa atas pencipta dalam hal pengeksploitasian hak-hak milik pencipta yang digunakan pihak lain, salah satunya produser rekaman suara. Berdasarkan uraian tersebut, studi ini mengkaji perjanjian pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Studi ini mengkaji perjanjian antara pencipta, KCI, produser rekaman suara. Adapun permasalahan yang dikaji yakni bagaimana pengaturan pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu menurut hukum Indonesia, bagaimana bentuk pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri rekaman suara di Indonesia,bagaimana praktek pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dalam industri musik rekaman suara di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji permasalahan ialah pendekatan normatif yuridis. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak KCI. Teknik analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif kualitatif. Ketentuan mengenai pengalihan pengelolaan dan lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (selanjutnya disebut UUHC) jo Pasal 45 UUHC.Bentuk pengalihan diwujudkan dengan perjanjian yang ketentuannya secara umum tunduk pada buku III KUHPerdata.Prakteknya, pencipta mengalihkan pengelolaan hak atas karya cipta lagu kepada KCI, selanjutnya KCI atas kuasa pencipta mengadakan perjanjian lisensi penggunaan hak atas karya cipta lagu dengan produser rekaman suara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Merdithia Mahadirja
"Kajian ini membahas tentang pengaturan dan penerapan hak moral, terutama di film. Hak moral adalah doktrin yang diakui dalam undang-undang tentang hak cipta di mana seorang penulis memiliki hak yang di luar hak ekonominya. Tapi karena tidak adanya standar minimal yang harus diterapkan oleh negara-negara anggota Dunia Organisasi Perdagangan, dalam penerapannya doktrin ini menimbulkan masalah terutama untuk karya turunan seperti film yang tidak bisa disamakan dengan sastra atau karya seni pada umumnya. Di Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengidentifikasi hak moral dalam produksi film yang baik untuk film itu sendiri dan untuk karya lain yang merupakan bagian dari film. Selanjutnya dibahas pula tentang hak-hak moral yang dimiliki oleh produsen, sutradara, aktor/aktris, penulis naskah, sutradara musik dan kru film. Diskusi Hal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konseptual dan a komparatif karena perbedaan konsep hak moral yang ada di negara-negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia. Dalam analisis penelitian ini dapat diketahui bahwa untuk mengidentifikasi hak moral dari film itu sendiri dan bagian-bagiannya harus diketahui terlebih dahulu, apakah sudah diakui atau belum sebagai penciptaan. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa pihak-pihak dalam produksi film dapat hak moral mereka dilindungi jika pekerjaan mereka adalah bagian dari film telah diterbitkan sebelumnya.

This study discusses the regulation and application of moral rights, especially in films. Moral rights are doctrines recognized in copyright laws in which an author has rights that are beyond his economic rights. However, because there is no minimum standard that must be applied by member countries of the World Trade Organization, in its application this doctrine creates problems, especially for derivative works such as films that cannot be equated with literature or works of art in general. This study discusses how to identify moral rights in good film production for the film itself and for other works that are part of the film. Furthermore, it is also discussed about the moral rights of producers, directors, actors/actresses, scriptwriters, music directors and film crews. Discussion This is done using a conceptual and a comparative approach because of the different concepts of moral rights that exist in the member countries of the World Trade Organization. In the analysis of this research, it can be seen that in order to identify the moral rights of the film itself and its parts, it must be known first, whether it has been recognized or not. creation. In addition, it can also be seen that the parties in film production can have their moral rights protected if their work is part of the film previously published.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>