Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Winowatan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang persiapan pelaksanaan musyawarah perencaaan pembangunan (Musrenbang) yang dilaksanakan pada tahun 2005 di Kelurahan Pondang Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara dan berpedoman pada Surat Edaran Bersama Mendagri dan Kepala Bappenas No. 0259/M.PPN/I/2005 mengenai Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Musrenbang Tabun 2005, yang bertujuan untuk mengumpulkan aspirasi dari tingkat desalkelurahan, untuk dibawa ke tingkat kecamatan hingga kabupaten yang dijadikan sebagai dasar perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten.
Saat ini kebijakan yang disusun oleh pemerintah masih banyak yang belum rnenjawab kebutuhan asli masyarakat, pendekatan yang sentralistis membuat kebijakan tersebut menjadi bias dalam pelaksanaannya, sehinga program pembangunan sering tidak menempatkan manusia sebagai pusat dari kegiatan pembangunan (people center development), sehingga perlu untuk melihat bagaimana persiapan kebijakan itu terjadi di tingkat pelaksana terbawah (street level bureaucrat) mempersiapkan implementasi kebijakan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling terhadap aparat pemerintah daerah, di tingkat kelurahan dengan jumlah 18 orang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan dilandasi kebijakan mengenai perencanaan pembangunan dan kerangka pemikiran tentang implementasi kebijakan, perencanaan pembangunan partisipatif, serta faktor-faktor yang menghambat persiapan pelaksanaan kebijakan.
Langkah-langkah persiapan yang dilakukan di Kelurahan Pondang meliputi pengorganisasian dan interpretasi, langkah pengorganisasian dilakukan dengan membentuk tim penyelenggara Musrenbang Kelurahan, setelah itu tim penyelenggara menyiapkan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan musrenbang. Langkah berikutnya adalah langkah interpretasi yaitu usaha pihak pelaksana dalam memahami isi dari petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tersebut. Sebelum pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian dari tahap interpretasi juga diadakan rapat penjaringan aspirasi di tingkat lingkungan, dimana hasil penjaringan aspirasi di tingkat lingkungan dijadikan sebagai dasar untuk pelaksanaan Musrenbang Kelurahan.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa proses persiapan pelaksanaan musrenbang di kelurahan Pondang dibagi dalam dua tahapan besar yaitu tahap pengorganisasian dan tahap interpretasi. Dalam tahap pengorganisasian dimana pada tahap tersebut panitia dibentuk dan melaksanakan tugas-tugasnya masih sangat didominasi oleh pihak pemerintah dan tidak melibatkan masyarakat dalam kepanitiaan. Tidak ada perekrutan sesuai dengan kebutuhan kebijakan yang akan dilaksanakan. Namun struktur organisasinya mengikuti struktur yang ada dalam kelurahan. Sedangkan pada tahap interpretasi, dimulai dari proses kemampuan dari pelaksana untuk memahami bagaimana seharusnya pelaksanaan musrenbang tersebut dilaksanakan menjadi faktor yang penting dan tidak didasarkan pada pengalaman saja. Hal-hal tersebut adalah pemahaman mengenai tujuan kebijakan, sumber daya yang akan digunakan, proses dalam kebijakan itu sendiri, serta aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan bagaimana mereka berintraksi. Di Kelurahan Pondang hal tersebut tidak seluruhnya dapat dipahami oleh perangkat kelurahan karena keterbatasan pengetahuan mengenai perencanaan pembangunan partisipatif. Sedangkan untuk hambatan terdiri atas kegagalan komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan sikap dari pelaksana kebijakan itu sendiri. Dari hambatan-hambatan tersebut masalah waktu dan dana yang terbatas serta sikap yang tidak antusias terhadap musrenbang menjadi hambatan terbesar dalam persiapan pelaksanaan musrenbang.
Saran yang dapat dikemukakan dalam tesis ini yaitu : pertama, peningkatan komunikasi antara pihak kabupaten dan pihak kelurahan. Hal ini penting karena dengan adanya komunikasi maka akan tercipta proses transfer of knowledge yang dapat berdampak pada pemahaman pelaksana di tingkat desa/kelurahan akan semakin baik dan pada akhirnya tercapainya tujuan dari pelaksanaan musrenbang tersebut. Kedua, perlu adanya usaha untuk meningkatkan kapasitas pelaksana Musrenbang terutama di tingkat kelurahan/desa, terutama kemampuan dalam perencanaan pembangunan partisipatif. Usaha ini dapat ditempuh dengan cara mengadakan pelatihan atau seminar mengenai perencanaan pembangunan partisipatif. Dengan adanya kemampuan tersebut maka dengan sendirinya akan meningkatkan kualitas dari hasil musrenbang itu sendiri dan dapat menjamin partisipasi masyarakat dalam Musrenbang itu sendiri."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamal Bake
"Analisis pelembagaan demokrasi difokuskan pada: Pertama, sejauh mana nilai-nilai demokrasi sebagaimana dikemukakan Dahl dan Smith seperti jaminan terhadap hak warga masyarakat berpartisipasi dalam penyelenggaraan kebijakan publik di tingkat lokal, keterwakilan stakeholders, kesamaan hak dalam proses pengambilan keputusan, penyebarluasan informasi kebijakan, responsivitas dan kontrol masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan masyarakat diwujudkan. Kedua, tingkat kepedulian dan konsistensi masyarakat berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, yang oleh Arnstein dapat diamati dalam beberapa level. Ketiga, menguji faktor-faktor individu yang mempengaruhi yang dan yang berhubungan dengan partisipasi warga dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Variabel dianalisis adalah tingkat pemahaman tentang anggaran publik, persepsi perlunya mengetahui proses pengelolaan program, persepsi tentang manfaat berpartisipasi, sikap rasa memiliki anggaran program, persepsi tentang pemberian "uang saku" kepada partisipan, rasa tanggung jawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, pendidikan, umur, dan pendapatan keluarga, yang dalam banyak referensi, dijelaskan, sering berpengaruh, dan berhubungan dengan partisipasi warga masyarakat dalam proses penyelenggaraan kebijakan publik, termasuk dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
Diperoleh kesimpulan: Pertama, penerapan nilai-nilai demokrasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Jakarta Utara, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan relatif berkembang. Jaminan hak warga untuk berpartisipasi, keterwakilan stakeholders, persamaan hak dalam pengambilan keputusan, penyebarluasan informasi mengenai program, responsivitas serta kontrol masyarakat mulai diwujudkan meskipun belum maksimal. Kedua, masyarakat diberikan keleluasaan merencanakan, melaksanakan dan mengontrol pengelolaan program, menggambarkan bahwa, partisipasi berada pada level degree of citizen power. Warga masyarakat juga memiliki kepedulian berpartisipasi, meskipun belum konsisten berpartisipasi dalam semua tahapan kegiatan proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Ketiga, partisipasi warga masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, baik secara bersama-sama, dipengaruhi oleh tingkat pemahaman tentang anggaran program pemberdayaan masyarakat, persepsi perlunya mengetahui proses pengelolaan program, persepsi mengenai manfaat berpartisipasi dan sikap rasa memiliki anggaran program, ?pemberian uang saku", rasa tanggung jawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, pendidikan, umur dan pondapatan. Namun secara parsial, hanya tingkat pemahaman makna anggaran, persepsi perlunya mengetahui pengelolaan program, sikap rasa memiliki, rasa tanggungjawab sosial, harapan mempengaruhi keputusan, dan tingkat pendidikan yang menunjukkan pengaruh signifikan, dan berkorelasi positif dengan partisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat, sedangkan persepsi tentang manfaat berpartisipasi, "pemberian uang saku", umur, dan pendapatan tidak menunjukkan pengaruh signifikan.
Semua aspek yang berpengaruh secara signifikan, menunjukkan hubungan positif dengan partisipasi. Artinya, semakin mengetahui bahwa anggaran program pemberdayaan masyarakat berasal dari rakyat, dan harus dimanfaatkan untuk kepantingan masyarakat, maka semakin tinggi persepsinya akan perlunya mengetahui proses pangelolaan program. Sikap rasa memiliki yang tinggi tentang anggaran program, didorong oleh rasa tanggung jawab sosialnya sebagai wakil warga, adanya harapan mempengaruhi keputusan dalam pengelolaan program, serta tingkat pendidikan tinggi menjadikan partisipasi warga masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program juga semakin tinggi.
Pemahaman mengenai anggaran, persepsi tentang program pemberdayaan masyarakat, dan faktor pendidikan, menunjukkan hubungan positif satu sama lain. Semakin memahami makna anggaran pemberdayaan masyarakat, semakin tinggi pula persepsi akan perlunya mengetahui proses pengelolaan program dan anggarananya, karena semakin tingginya sikap rasa memiliki anggaran tersebut, seiring dengan rasa tanggung jawab sosial tinggi untuk berpartisipasi di dalamnya, dengan harapan dapat mempengaruhi proses pengambilan kepulusan terkait pengelolaan program tersebut. Pendidikan tinggi, disertai dengan pemahaman yang kuat dalam membela kepentingan publik, akan membentuk sikap rasa memiliki yang tinggi anggaran program pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari angaran publik.
Melalui pelaksanaan program pembangunan yang partisipasi sebagai suatu pola pelembagaan demokrasi, manjadikan masyarakat dapat belajar mengenal dan memahami permasalahannya, serta dapat merumuskan cara mengatasinya secara bersama. Untuk itu itu, ruang partisipasi perlu dikembangkan, kesadaran dan pemahaman masyarakat perlu ditingkatkan melalui pencerahan oleh pemerintah, masyarakat sipil maupun media masa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk mewujudkannya, diperlukan komltmen dan konsistensi para individu yang memiliki kekuasaan, mempunyai kewenangan, serta keberperanan para pemangku kepentingan termasuk para pembayar pajak. Perlu studi lebih lanjut tentang demokratisasi program pemberdayaan masyarakat dengan memasukkan variabel lain, seperti persepsi tentang kewajiban membayar pajak.
Proses pelembagaan demokrasi melalui pengembangan sistem perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang partisipatif, responsif, transparan, akuntabel, diIakukan secara jujur, mengutamakan kepentingan bersama, patuh pada aturan, proporsional, dan berkeadilan sesuai dengan prinsip tatakelola pemerintahan lokal yang baik (good local governance), perlu diwujudkan secara konsisten dan borkelanjutan. Penerapannya secara baik dapat mendorong kreativitas dan keswadayaan masyarakat dalam pembangunan, sekaligus merupakan perwujudan dari penyelenggaraan kebijakan, dan pelayanan publik, serta pembangunan berbasis kerakyatan, melalui pendekatan pemberdayaan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat secara umum, dan bagi masyarakat lokal secara khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
D830
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Chandra Destianto
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses pemberdayaan masyarakat melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) Fase II termasuk faktor pendukung dan penghambat serta upaya untuk mengatasinya. Program ini merupakan kebijakan Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan dengan menitikberatkan pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan operasionalnya. Pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan masyarakat agar mampu mengatasi permasalahan hidup sehingga mereka bisa keluar dari Iingkaran kemiskinan. Sumber dana pelaksanaan PPK Fase II keseluruhan berasal dari pemerintah pusat (Full Grant). Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, Desa Kupu merupakan salah satu desa yang mendapatkan program ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling terhadap aparat pemerintah daerah, FK dan FD bidang pemberdayaan, Camat dan Kepala Desa, tokoh masyarakat dan kelompok sasaran dengan jumtah 14 orang. Hasil penelitian ini dianalisis dengan dilandasi kebijakan PPK dan kerangka pemikiran tentang kemiskinan, pembangunan sosial, pengembangan masyarakat dan peran petugas pendamping.
Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa proses pemberdayaan masyarakat dalam PPK Fase Il Tahun Ketiga dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan kegiatan, tetapi belum mencakup tahap pelestarian program. Partisipasi masyarakat mulai sejak sosialisasi program, perencanaan kegiatan sampai pelaksanaan. Petugas yang terlibat Iangsung di lapangan adalah FK dan FD yang berperan untuk melakukan pendampingan dan memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok sasaran dan warga masyarakat.
Pelaksanaan PPK mencakup kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yaitu pembuatan saluran Drainase dan Kegiatan Usaha Ekonomi Produktif, serta Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan. Proses pemberdayaan masyarakat terlihat sejak dilakukannya sosialisasi program yang melibatkan masyarakat sebagai kelompok sasaran dengan membentuk kelompok campuran dan kelompok perempuan. Pembentukan kelompok dilakukan untuk mempermudah penggalian gagasan terutama dalam penentuan dan penetapan jenis kegiatan sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Kegiatan yang ditentukan bersama baru sampai pada pelaksanaan program. Partisipasi kelompok sasaran sejak sosialisasi sampai pelaksanaan program menggambarkan keberhasilan proses pemberdayaan masyarakat dalam pelaksanaan PPK.
Proses pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional PPK Fase II Tahun 2002. Dalam pelaksanaan kegiatan PPK terdapat faktor pendukung yaitu tingginya partisipasi masyarakat melalui swadaya. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat adalah rendahnya sumber daya manusia warga Desa Kupu sehingga sang at berpengaruh terhadap pemahaman program, dan pemilihan kegiatan. Namun kendala tersebut dapat diatasi oleh Petugas Pendamping maupun Kepala Desa melalui pendekatan personal maupun diskusi kelompok secara formal maupun informal. Kurangnya koordinasi antar pelaku PPK di tingkat kecamatan dan kurangnya kerjasama antar anggota kelompok terutama setelah pelaksanaan kegiatan menjadi faktor penghambat yang cukup berpengaruh terhadap keberhasilan program.
Saran yang dapat dikemukakan dalam tesis ini yaitu : Petugas Pendamping, FK dapat dikurangi luas wilayah kerjanya dengan penambahan jumlah FK, atau FD mengikuti pelatihan-pelatihan (dalam bentuk pelatihan berjenjang) yang mencakup pemahaman tentang PPK dalam bentuk sosialisasi termasuk pelaksanaan teknis, proses pemberdayaan dalam pelaksanaan program serta pemantauan dan evaluasi; Pelaku PPK, pelaksanaan kegiatan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum, partisipasi pemerintah seyogyanya lebih besar dad pada partisipasi warga masyarakat, proses sosialisasi kebijakan dapat dikurangi agar dapat menambah pemberdayaan pelaksanaan program serta koordinasi antar pelaku program; Aparat qesa, berperan aktif dalam pemantauan pelaksanaan program; Kelompok Sasaran, kerjasama antar anggota kelompok sasaran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amri Sujama
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Kinerja Organisasi Lokal dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). Juga dibahas tentang faktor penghambat Kinerja Organisasi Lokal. Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) merupakan kelanjutan dan pengembangan dan program P3DT yang dilaksanakan sejak tahun 1995/1996 hingga tahun 2000. Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) adalah bertujuan untuk mendukung pembangunan ekonomi regional, pemerataan dan pemberdayaan masyarakat desa serta mengurangi kemiskinan di perdesaan. Proyek ini dilaksanakan dengan penekanan peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat perdesaan (Organisasi Masyarakat Setempat).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Penelitian ini juga menggunakan konsep penelitian yang didasarkan pada pengertian kinerja oleh Suyadi dan teori variabel yang mempengaruhi kinerja Organisasi Lokal dan Esman 8 Uphoff.
Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling yakni: Pimpro, Pimbagpro, Tim Teknis Lapangan, Camat Pegasing, Kepala Desa, Ketua sekretaris dan anggota OMS, Tokoh Masyarakat dan Warga masyarakat dengan jumlah keseluruhan 30 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang Kinerja dan Organisasi Lokal. Kinerja masing-masing OMS terlihat dalam proses dan hasil dari pelaksanaan pembangunan paket program P2D (fisik dan nonfisik) yang diawali sejak penandatanganan Surat Perjanjian Pemberian Pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor Kecamatan. Dalam tahap pelaksanaan, peran OMS berusaha untuk menggerakkan warga masyarakat masing-masing desa untuk melaksanakan pembangunan di masing-masing desa. OMS Al-Amal di Desa Uning, OMS Kelompok Tani Mara Utama di Desa Pedekok telah mampu menggerakkan warga masyarakat bergotong-royong sehingga mampu menghemat biaya yang selanjutnya dipergunakan untuk meningkatkan volume kerja. Namun OMS AI-Latifah cenderung kurang mampu menggerakkan warga masyarakat.
Dalam melaksanakan pembangunan di masing-masing desa, OMS yang telah memiliki kepercayaan dari warga masyarakat secara mandiri menentukan tempat dan waktu pertemuan dengan warga masyarakat, tanpa dicampuri oleh pihak lain. Dalam pertemuan, OMS memberikan kesempatan kepada peserta pertemuan untuk bertanya serta memberikan saran. Pelaksanaan pembukaan jalan di Desa Uning dikerjakan secara gotong-royong dimana warga masyarakat diberikan makan sIang, kopi dan rokok. di Desa Pedekok pelaksanaan pembangunan bak tampung air dilaksanakan dengan cara gotong-royong dan diberikan makan siang, kopi dan rokok. Namun di Desa Kayukul, pelaksanaan pembangunan MCK dikerjakan oleh OMS dan dibantu oleh warga masyarakat yang diberikan upah. Dalam pelaksanaan proyek P2D di masing-masing desa secara umum menghasilkan fisik (Jalan, Bak Tampung Air dan MCK) dan Non Fisik (peningkatan ekonorni, manfaat-manfaat sosial, tingkat keadilan, pengurangan diskriminasi pria dan wanita serta partisipasi warga masyarakat dalam pengambilan keputusan).
Dalam pelaksanaan Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D masih terdapat Faktor penghambat yang dirasakan oleh masing-masing anggota OMS yakni rendahnya tingkat pendidikan yang didominasi tamatan SD dan SLTP yang berpengaruh terhadap penyusunan admisnistratif. Walaupun sebelumnya beberapa pengurus OMS dan anggota OMS tetah mengikuti pelatihan di kantor kecamatan, namun masih dirasakan kesulitan dalam penyusunan administratif. Faktor penghambat lain yang secara umum dirasakan oleh masing-masing OMS adalah kesulitan untuk mengumpulkan iuran dari warga masyarakat untuk perawatan serta perbaikan bangunan hasil proyek P2D di desa mereka masing-masing hal ini dikarenakan adanya kecenderungan bahwa yang bertanggung jawab adalah pemerintah daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermanu Dwi Atmono
"Sampai saat ini masalah kemiskinan masih merupakan fenomena sosial yang terus berkembang. Walaupun banyak upaya untuk mengatasi kemiskinan, tetapi secara mendasar masalah ini belum pernah terselesaikan dengan baik. Secara politis, issue kemiskinan (termasuk kemiskinan di perkotaan) masih diperdebatkan.
Mengatasi kemiskinan di perkotaan pada hakekatnya merupakan upaya pemberdayaan orang miskin kota untuk dapat mandiri. Namun perlu disadari bahwa kemiskinan di perkotaan adalah masalah multi dimensi yang penanggulangannya tidak dapat hanya dengan pemberdayaan ekonomi semata. Masyarakat miskin perkotaan bukanlah kelompok yang tidak berdaya sama sekali, melainkan pada dasarnya mereka juga mempunyai potensi tertentu yang dapat diberdayakan. Agar mereka dapat melepaskan diri dari problema kemiskinan.
Perkembangan pelaksanaan kegiatan bina ekonomi PPMK yang semula ditujukan untuk pemberdayaan "orang miskin", telah bergeser kepada "orang yang perlu diberdayakan yang mempunyai usaha", sehingga dalam beberapa tingkat sudah tidak tepat sasaran. Utamanya lagi, tingkat pencapaian penerima manfaat secara persentase masih kecil. Demikian pula untuk jenis kegiatan bina sosial, pemanfaatan tidak diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan, tetapi lebih fokus kepada kegiatan karitas dan pemberi santunan padahal tugas ini dapat dicakup dari program lain. Dalam konteks ini, mungkin merupakan cara trickle down effect alit lokal terhadap kondisi tidak diberinya pinjaman dana bagi penduduk miskin. Di sisi lain, kegiatan bina fisik sudah lebih terfokus pada peningkatan prasarana dan sarana kesehatan Iingkungan, meski di sisi lain, berpotensi pula menimbulkan kesenjangan antar RT.
Atas pertimbangan di atas, maka PPMK cenderung memiliki potensi untuk membangun segregasi dan enclave baru di tingkat komunitas yang diciptakan oleh alit lokal. Intervensi negara ke dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, tanpa memperhatikan aspek pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat itu sendiri membawa peluang bagi rejim yang berkuasa untuk kepentingan kelompok mereka. Akibatnya masyarakat menjadi sangat tergantung kepada bantuan pemerintah. Irnplikasinya bukan hanya menambah keuletan dan ketangguhan melainkan ketergantungan.

Until now, poverty problem is still social phenomenon. Although many poverty evaluation has been introduced, but not finished yet with successful. As political issue (include poverty in city), poverty is debate table.
The bottom line of Poverty alleviation in city is empowerment effort, to the poor for independence. But we should realize that poverty is multi dimension problem. So the effort of alleviation can not do in economic aspect itself. The city poorer have specific potential to empowerment for them, so they can solver their problem.
The activity of economic train in PPMK has changed from empowerment "the poor people" to "the people who need the empowerment and who own the business". So we can say that objective is not right. Especially the target do not cover high percentage many people. In social train, the use of loan not directed to for increase capacity building, but focus in charity activity. In this context is the way to tricle down effect local ellite on condition not gives loan to the poor. In other side physical train activity had focus on health infrastructure improvement although have potential effect on infrastructure gap in RT Level.
For that reason, PPMK tend to make segregation and new enclave in community level which created by local elite. State intervention to daily social and economic life without concern to empowerment and self fulfillment community can create the government to influence the community. So the community can highly dependent to aid of government."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Siti Rohaeti
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21013
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Pratomo
"Program desa mandiri energi (DME) pada awalnya dilaksanakan sebagai sebuah program pemerintah untuk menghadapi gejolak harga minyak mentah dunia di tahun 2005, dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Berbagai sumber bahan bakar alternatif dikembangkan di berbagai daerah, termasuk salah satunya adalah minyak jarak. Program DME berbasis minyak jarak ini, berawal dari adanya kebutuhan dari PT RNI untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar bagi pabrik-pabrik gula yang dimilikinya. Dalam perkembangannya, program ini terus berkembang di berbagai daerah.
Salah satu daerah yang menjadi DME minyak jarak ini adalah Desa Tanjungharjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Desa ini kemudian dicanangkan sebagai DME berbasis jarak oleh Presiden SBY, yang sekaligus menjanjikan bantuan kepada para kelompok tani untuk pengembangan tanaman jarak. Dana bantuan yang telah diberikan oleh PERTAMINA juga sudah disalurkan dan dibelikan mesin pengolah minyak jarak di Kecamatan Toro. Namun dalam perkembangannya, DME yang ada tersebut tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya berhenti. Kegagalan inilah yang kemudian dicoba untuk diteliti dalam penelitan ini. Khususnya terkait dengan aspek sosial yang menyebabkan kegagalan DME tersebut. Selanjutnya dengan SSM, penelitian ini mencoba melakukan rekonstruksi model pemberdayaan masyarakat yang cocok untuk pengembangan DME ke depan.

Energy independent village program (DME) was initially implemented as a government program to cope with price volatility of crude oil in 2005, and simultaneously reduce dependence on fuel. Various sources of alternative fuels developed in various areas, including the one of which is castor oil. DME program is based on castor oil, originated from the need of RNI to meet the needs of fuel for sugar mills owned. In its development, this program continues to grow in many areas.
One area that became DME castor oil is Tanjungharjo Village, District Ngaringan, Grobogan, Central Java. The village was later proclaimed as DME-based distance by the President, who also promised assistance to farmers' groups for the development of Jatropha. A grant has been given by Pertamina also been distributed and bought machinery processing castor oil in the District of Toro. But in its development, the DME that is not working as expected and eventually stopped. Failure is then attempted to be studied in this research. Particularly with respect to social aspects that led to the failure of the DME. Furthermore, the SSM, this study tries to reconstruct a model of community empowerment that is suitable for the future development of DME."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Rizky Wirastuti
"Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan merupakan program yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat DKI Jakarta. Program ini dibuat sejak tahun 2002 hingga sekarang. Sejak tahun 2002 Kelurahan Kampung Melayu telah melaksanakan program PPMK, namun pada pelaksanaan program PPMK di Kelurahan Kampung Melayu menunjukan bahwa pencapaian tujuan program PPMK untuk menciptakan masyarakat yang swadaya di dalam penataan dan perbaikan lingkungan serta peningkatan kemampuan masyarakat menjadi mandiri belum tercapai. Penelitian ini bertujuan adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program PPMK di Kelurahan Kampung Melayu. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat pada program PPMK di Kelurahan Kampung Melayu adalah sosialisasi PPMK, dana program PPMK, sumber daya manusia, koordinasi, pengawasan, pendamping program,dan lingkungan fisik wilayah, sosial, dan ekonomi.

Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) is a program created by the Government of Jakarta that aims to empower the people of Jakarta. This program was made from 2002 until now. Since 2002 the PPMK program had been implemented in the village of Kampung Melayu. The implementation of the PPMK program in Kampung Melayu shows that the achievement of program for creating a society that is self-supporting in the structuring and improvement of the environment and improving the ability of people to become independent has not been achieved. The aim of this study is to analyze the factors that affect the civil participation in PPMK program in Kampung Melayu . The approach used in this study is a qualitative approach, with in-depth interviews and a literature study. These results indicate that the factors that affect the civil participation in PPMK are socialization PPMK, PPMK program funding, human resources, coordination, supervision, companion programs, and the physical, social and economy environtment of the region."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Susiyanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Pengembangan Masyarakat dalam Pengelolaan Air Besih Berbasis Kelembagaan Lokal yang dilakukan oleh paguyuban Tirta Mandiri di desa Dadapan, Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam dengan 23 informan yang terdiri dari tokoh masyarakat, kepala desa, pengelola paguyuban Tirta Mandiri dan anggota paguyuban.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa terjadi keefektifan pengelolaan air bersih yang dikelola kelembagaan lokal melalui bentuk mekanisme keorganisasian sehingga memunculkan partisipasi aktif anggota pada proses pengembangan masyarakat. Keberadaanya memberikan manfaat bagi masyarakat dalam mengakses air bersih dan terpeliharanya nilai dan budaya lokal di masyarakat.

ABSTRACT
The thesis discusses about community development through clean water management based local institution done by Tirta Mandiri community in Dadapan village, Lumajang regency, Jawa Timur province. The research used a qualitative approach to the type of descriptive study research. While collecting data using in-depth interviews with 23 informants which consists of natural leader dan head of village, managers of Tirta Mandiri and formal members.
The results of this study show that the effectiveness in water clean management by local institution through organized mechanism with the result that active participation of members in processing community development . This benefits the society in accessing clean water and nurturing local values and culture in the society. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Yulianto Rhahmadi
"Skripsi ini membahas mengenai peran fasilitator dan co-fasilitator pada keberhasilan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Desa Ligarmukti. Pada pelaksanaan program ini fokus pada upaya pengembangan masyarakat melalui perubahan perilaku kesehatan masyarakat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain desktirptif. Hasil dari penelitian ini ingin menggambarkan peran fasilitator dan co-fasilitator sebagai community worker dalam keberhasilan pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Selain itu, hasil penelitian ini juga memaparkan hambatan yang dialami oleh fasilitator dan co-fasilitator serta upaya yang dilakukan fasilitator dan co-fasilitator dalam pelaksanaan program STBM.

This thesis discusses the role of the facilitator and co-facilitator in the STBM program in desa ligarmukti. The implementation of this program focuses on community development efforts through community health behavior change. This research is a qualitative descriptive interpretative research. The results of this study describe the role of facilitator and cofacilitator as a community worker in the succession of the implementation of the STBM program. In additional, the results of this study also describe the deficulties experienced by the facilitator and co-facilitators as well as the efforts made facilitator and co-facilitator in overcoming those dificulties in the implementation of the program STBM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>