Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122906 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Koko Ratna Komara
"Memasuki awal tahun 2000 terjadi pertumbuhan penjualan yang pesat pada produk kredit pemilikan rumah (KPR) yang dipicu oleh pertumbuhan industri properti. Bank X merupakan salah satu pelaku dalam indutri perbankan yang berusaha menangkap peluang tersebut. Dalam industri perbankan, untuk memasarkan produk KPR setiap bank banyak bekerjasama dengan para pengembang karena produk ini spesifik ditujukan untuk konsumen yang hendak melakukan pembelian rumah atau properti lainnya. Pada penelitian ini Bank X melakukan kerjasama dengan para perusahaan pengembang tcrardiasi maupun non terafiliasi.
Pasca dikeluarkan produk KPR yang pertama pada tahun 1996, Bank X mampu mencetak penjualan produk KPR yang cukup tinggi yang dipicu dari pertumbuhan properti yang dimiliki perusahaan pengembang terafiliasi. Namun demikian, seiring dengan menurunnya penjualan properti perusahaan pengembang terafiliasi, maka penjualan KPR mengalami penurunan juga. Kondisi ini diperburuk dengan adanya tekanan dari pesaing yang mulai mengambil pangsa pasar Bank X.
Penelitian ini ditujukan kepada konsumen akhir dan marketing developer dimana masingmasing menggunakan 100 responden. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, dimana pada penelitian ini akan digambarkan pendapat konsumen akhir Iewat grafik dan tabei frekuensi. Pada penelitian marketing developer, dievaluasi kinerja Bank X dengan menggunakan analisis kesenjangan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan marketing developer terhadap proses pengambilan keputusan pemilihan KPR yang dilakukan oleh konsumen akhir. Tujuan kedua adalah untuk melakukan evaluasi performa Bank X terhadap ekspektasi para marketing developer.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pihak Bank X memasarkan produk KPR melalui kerjasama dengan perusahaan pengembang. Observasi dilapangan menunjukkan, konsumen memiliki interaksi yang kuat dengan para marketing developer dari perusahaan pengembang pada saat proses pengambilan keputusan pembelian rumah. Interaksi inilah yang selanjutnya akan diberdayakan oleh Bank X untuk memaksimalkan penjualan produk KPR. Lewat interaksi ini maka Bank X akan menggunakan marketing developer sebagai influencer pada keputusan pembelian pemilihan bank KPR yang akan dilakukan oleh konsumen.
Di sisi lain, terkait dengan keinginan untuk memberdayakan marketing developer maka Bank X berusaha untuk menjaga hubungan sebaik mungkin. Hubungan baik ini akan tercipta jika performa perusahaan sesuai dengan ekspektasi marketing developer. Jika terjadi kepuasan pada marketing developer terhadap performa Bank X maka akan memotivasi mereka untuk melakukan rekomendasi kepada konsumen akhir. Pada konsumen akhir, hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas konsumen mencari KPR pada saat bersamaan dengan mencari rumah maupun setelahnya. Hasil penelitian juga menunjukkan 85% responden mengatakan bahwa marketing developer terbukti berperan dalam setiap aktifitas keputusan pemilihan KPR.
Pada marketing developer, hasiI penelitian menunjukkan bahwa relationship antara account officer dengan marketing developer berlangsurig dengan baik. Kesenjangan terbesar terjadi adalah pada aspek insentif diikuti pada aspek proses. Namun demikian secara keseluruhan kesenjangan pada semua aspek yang diteliti berada pada tingkat yang rendah.
Rekomendasi yang dibangun berdasarkan penelitian meliputi beberapa hal. Pada konsumen akhir, perusahaan disarankan untuk memberdayakan marketing developer untuk menjadi influencer pada tahap proses pencarian informasi rumah, evaluasi rumah serta pada saat pembayaran uang muka. Pada marketing developer, perusahaan perlu mempercepat proses persetujuan kredit, serta meninjau kembali besaran insentif serta kecepatan proses pencairannya. Rekomendasi untuk penelitian lebih lanjut adalah dengan melakukan analisis kesenjangan pada konsumen akhir serta melakukan penelitian pada beberapa bank yang menyediakan KPR secara bersamaan.

Entering the year of 2000, there has been a rapid sale growth for the product of housing ownership credit (KPR) which is triggered by the property industry growth. Bank X is one of stakeholders in the banking industry which endeavor to catch this opportunity. In the banking industry, in order to market the KPR product, many banks established cooperation with some developers, because this product is specifically intended for the consumers wishing to purchase a house or other properties. In this research, the Bank X has established cooperation with the affiliated developers and non- affiliated ones.
After the first launch of KPR product in the year of 1996, Bank X has been able to obtain a high sale for the KPR product which is triggered by the growth of properties owned by the affiliated developers. However, in line with the decreasing sale of properties produced by the affiliated developers, then the sale of KPR has also decreased. This condition has been deteriorated by the existence of pressure from the competitors which take over the market share of Bank X.
This research is directed to the end consumer and marketing developer, which use 100 respondents. The type of research applied is descriptive research, in which the opinions of the end consumers will be described through the graph and frequency table. In the marketing developer research, the performance of the Bank X is evaluated by using the imbalance analysis.
This research is aimed at identifying the role of marketing developer in the process of decision making on the KPR selection by the end consumers. The second aim of this research is to perform an evaluation on the performance of Bank X relating to the expectation of the marketing developer.
As suggested previously, that Bank X has marketed the KPR product through the cooperation with the developer company. The field observation reveals that the consumers have a substantial interaction with the marketing developer from the developer company at the time of making decision on purchasing a house.
It is this interaction that will subsequently be empowered by the Bank X to maximize the sale of KPR product. It is through this interaction that the Bank X will employ the marketing developer as the influencer in making decision on selecting the KPR bank by the consumers.
On the other side, in its relation to the eagerness of empowering the marketing developer, then Bank X has endeavored to maintain a good relationship as much as possible. This good relationship can only be maintained if the performance of the company is appropriate to the expectation of the marketing developer. If there is a satisfaction on the marketing developer regarding the performance of Bank X, then it will motivate them to provide a recommendation to the end consumers.
For the end consumers, the results of research reveal that majority of consumers find the KPR simultaneously with finding the house or after that. The results of research also reveal that 85% of respondents said that marketing developed proved to have a role in every decision making activity relating to the KPR.
At the marketing developer, the results of research reveal that the relationship between the account officers with the marketing developer can be well maintained. The largest discrepancy is on the incentive aspect followed by the process aspect. Nevertheless, as a whole, the discrepancy on all aspects being research is placed on the low level.
Recommendation built on this research involves some matters. At the end consumer, the company is recommended to empower the marketing developer to become the influencer in the process of finding information on the house, evaluation on the house and at the time of paying the down payment. At the marketing developer, the company should accelerate the credit approval process. The recommendation for further research is by performing a discrepancy analysis at the end consumer as well as performing the research on several banks which provide the KPR simultaneously.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Apriliyah Nuraini
"Penelitian ini berfokus pada pemenuhan hak masyarakat oleh pihak pengembang dan Pemerintah Daerah melalui konsep hubungan peran yang terjadi di antara para pelaku. Unit analisisnya adalah masyarakat sebagai konsumen perumahan yang memiliki hak dan sikap terhadap status hukum bangunan rumah; pihak pengembang perumahan sebagai pihak swasta yang memiliki orientasi terhadap keuntungan, namun sekaligus harus bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya; serta Pemerintah Daerah sebagai pelindung hak masyarakat, pembuat kebijakan, pengawas dan pengendali dari berlakunya suatu kebijakan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode instrumental case study. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada para pemilik rumah yang bangunannya belum memiliki IMB, masyarakat/warga Perumahan X dan Y, pihak pengembang, dan pihak Pemerintah Daerah terkait dengan pembangunan perumahan; observasi; serta studi literatur, baik institusional maupun teori keilmuan.
Hasil penelitian diketahui bahwa : (1) Masyarakat sebagai konsumen memiliki kelebihan muatan peran berupa : peran terlalu besar, peran tidak jelas, dan peran saling bertentangan. Konsumen mengembalikan kelebihan muatan peran tersebut kepada pihak pengembang; (2) Terdapat peran yang saling menguntungkan antara pihak pengembang dan Pemerintah daerah ketika dilakukan perubahan site plan yang disebut sebagai negosiasi peran; (3) Pemerintah Daerah menghilangkan peran sebagai pengawas terhadap ketidaksesuaian pembangunan perumahan, dan menguatkan peran dalam mengesahkan dan/atau memberi ijin pembangunan perumahan melalui perubahan site plan, yang memicu terjadinya negosiasi peran.

This research focuses on meeting people's rights by the developer and the local government through the concept of the role which occur in the relationship between the actors. The unit of analysis is the community as a residential consumer who has the rights and attitudes towards the legal status of the house; housing developer as private parties who have an orientation towards profit, but at the same time be responsible in conducting its business; and local government as a protector of people's rights, policy-makers, supervisor and controller of the effect of a policy.
This research used a qualitative approach with instrumental case study method. The data was collected through interviews with the homeowners whose property has not yet IMB, community/citizen housing X and Y, the developers, and the local government associated with residential development; observation; and the study of literature, both institutional and scientific theory.
Results reveal that: (1) People as consumers have a role overload: too large a role, the role is not clear, and conflicting roles. Consumer returns that role overload to the developer, (2) There is a mutually beneficial role between the developer and the local government when it made changes to the site plan referred to as a role negotiation, (3) Eliminating the role of local government as a watchdog against mismatches housing development, and strengthen the role in validating and/or give permission housing development through site plan changes, negotiations which led to a role.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Slamet
"ABSTRAK
Pada saat ini persaingan antar bank semakin ketat terutama dalam upaya memperebutkan dana masyarakat yang semakin terbatas. Untuk bank dituntut untuk mempunyai berbagai alternatif strategi guna memenangkan persaingan tersebut seperti perluasan jaringan pemasaran, peningkatan teknologi, perbaikan kualitas SDM, melakukan promosi secara agresif dan sebagainya.
Memperluas jumlah Cabang Pembantu sebagai salah satu bentuk perluasan jaringan pemasaran merupakan strategi guna memenangkan persaingan tersebut. Tetapi Cabang Pembantu (Capem) sebagai unit usaha strategik dituntut untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya, artinya Capem harus dapat menghasilkan pendapatan yang lebih besar daripada biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini karena di satu pihak Capem berfungsi sebagai penghimpun dana tetapi di pihak lain Capem juga berfungsi untuk memasarkan kredit. Atau dengan kata lain Capem harus dapat menghasilkan pendapatan yang optimal, tingkat efisiensi yang tinggi, dan laba yang wajar bagi perusahaan.
Keberadaan Capem perlu dievaluasi secara ekonomis baik sebagai anggota saluran pemasaran maupun kinerja Capem itu sendiri. Sebagai anggota saluran pemasaran artinya operasional Capem tidak dapat terlepas dari Kantor Wilayah maupun Kantor Besar di mana ketiga unit organisasi ini merupakan anggota saluran pemasaran yang berfungsi memindahkan jasa Bank, yang bermuara dari Kantor Besar kemudian diteruskan ke kantor Wilayah, lalu ke Cabang lnduk/Capem dan berakhir ke konsumen. Rangkaian jalur ini akan dianalisis dari segi pengawasan maupun komunikasi. Sedangkan Capem sebagai unit organisasi yang berdiri sendiri akan dievaluasi kinerjanya dengan metode analisis penjualan yaitu untuk mengetahui jenis dana apa yang dominan di wilayah ini dan di mana sumber dana yang potensial. Selanjutnya juga akan digunakan metode analisis pangsa pasar di mana kinerja Capem ini akan dibandingkan dengan beberapa Capem dari Bank X di wilayah Jawa Timur dan juga akan dibandingkan dengan BRI dan Bank Jatim yang ada di Sampang. Analisis ini dimaksudkan untuk mengungkap bagaimana kinerja Capem dibandingkan pesaingnya. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat efisiensi kinerja Capem akan digunakan analisis keuangan khususnya analisis rasio baik yang menyangkut neraca maupun rugi/laba.
Untuk dapat lebih meningkatkan kinerjanya maka Capem ini perlu dilengkapi dengan ATM, perlu menjalin kerja sama dengan organisasi masyarakat, Instansi Pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bryan Imanuel
"Kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan penting bagi semua orang. Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan terbatasnya ketersediaan tanah di masa sekarang, pihak pengembang mulai membangun pembangunan rumah tinggal dalam bentuk rumah susun. Rumah susun atau apartemen adalah bentuk dari perumahan vertikal yang dimiliki secara pemilikan bersama dengan perbandingan proporsional. Namun dalam perkembangannya pembangunan rumah susun mengalami berbagai macam kendala, salah satu di antaranya berupa kendala dalam hal pembangunan dan kendala finansial yang dapat berujung pada pihak pengembang dinyatakan pailit. Contohnya kasus Apartemen Bliss Park dimana pihak pembeli dan pengembang melakukan PPJB dengan akta di bawah tangan. Tak lama kemudian, pengembang Apartemen Bliss Park dipailitkan oleh para kreditornya karena alasan finansial. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang kedudukan hukum dan hak pembeli satuan rumah susun yang membeli rumah susun tersebut, dan bagaimanakah seharusnya PPJB dibuat oleh pihak pengembang. Penelitian ini mengunakan metode penelitian yuridis normatif dengan bentuk penelitian deskriptif analitis dimana penulis menelaah dan menjelaskan permasalahan yang diteliti secara analitis. Hasil penelitian ini adalah bahwa kedudukan hukum bagi pembeli yang mengunakan akta di bawah tangan tidak begitu kuat di mata hukum karena akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, namun pembeli dapat menuntut haknya kepada pelaku pembangunan setelah proses kepailitan selesai dilaksanakan. Selain itu, Peraturan PUPR No. 11 Tahun 2019 dibuat untuk melindungi kepentingan pembeli rumah susun. Peraturan PUPR No. 11 Tahun 2019 menetapkan bahwa akta PPJB jual beli rumah harus dibuat di hadapan Notaris dan mengikuti format yang telah ditentukan dalam PUPR tersebut.

The need of housing is an important need. With the increase of population and the limited availability of land, developers started to build housing in the form of flats. Flats are a form of vertical housing that is owned jointly in proportion. Along the development of flats, it had experienced various obstacles, one of them being construction and financial problems that lead into the bankruptcy of said developer. For example, the case of Bliss Park Apartment where the buyers and developers had made Sale and Purchase (S&P) in a privately made deed. The developer was then declared bankrupt by its creditors for financial reasons. The problems raised in this study are the legal status and rights of the buyers of the apartments, and how the S&P deed should be made by the developers. This study uses a normative juridical research method with a descriptive analytical research where the research will analyse and explain the problem of the study in an analytical way. This study finds that the legal position for buyers with a privately made deed is not legally strong because privately made deeds do not have perfect proof of strength, but the buyers can claim their rights to the developers after the bankruptcy process is completed. In addition, PUPR Regulation No. 11 of 2019 was made to protect the interests of apartment buyers, which stipulates that the S&P deed of houses must be made before a notary and following the format specified in the PUPR"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desta Rian Hidayat
"Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS) telah mengatur mengenai pelaksanaan jual beli secara pre-project selling dimana pengembang rumah susun selaku penjual dapat melakukan pemasaran sebelum rumah susun selesai dibangun dengan memenuhi persyaratan Pasal 42 dan Pasal 43 UURS, namun dalam pelaksanaannya penjual tidak memenuhi persyaratan tersebut. Sebagaimana dalam kasus Ciputat Resort Apartment, rumah susun yang dijual oleh PT. Megakarya Maju Sentosa yang dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 282/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst. Para pembeli satuan unit rumah susun tidak memperhatikan ketentuan Pasal 42 dan Pasal 43 UURS, dimana penjual tidak memenuhi persyaratan kemudian pembeli menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Permasalahan muncul ketika penjual dimohonkan PKPU dan para pembeli sebagai kreditur konkuren dalam hal pemenuhan ganti ruginya ditempatkan sebagai pihak yang memperoleh pembagian secara proporsional. Oleh karenanya, dalam tesis ini permasalahan yang akan diangkat oleh penulis mengenai tanggung jawab keabsahan PPJB yang dibuat tanpa memenuhi persyaratan Pasal 43 UURS dan penyelesaian terhadap kewajiban penjual yang dipailitkan kepada para pembeli selaku kreditur konkuren. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian preskriptif, data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier, pengumpulan data dengan studi dokumen dan wawancara, metode analisis kualitatif serta bentuk hasil penelitian preskriptif analitis. Terhadap PPJB yang tidak memenuhi persyaratan Pasal 43 UURS adalah tidak sah apabila para pihak masih berusaha memenuhinya maka masih dianggap sebagai suatu perjanjian yang mengikat. Sedangkan tanggung jawab penjual yang dipailitkan dalam memenuhi kewajibannya diatur sesuai dengan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU

purchase by pre-project selling method, where the condominium developer as the seller
could carry out marketing while the condominium is under construction by fulfilling the requirements of Article 42 and 43 of the Indonesian Condominium Law, in fact the seller not always meet these requirements. Based on The Ciputat Resort Apartment’s case, the condominium sold by PT. Megakarya Maju Sentosa which requested a Postponement of Debt Settlement Obligation toward Commercial Court Verdict Number 282/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst. The purchaser of this
condominium had an absence with due observance of the provisions of Article 42 and 43 of the Indonesian Condominium Law. Where the purchaser were not eligible but sign the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building. The problem arises when the seller is petitioned by Postponement of Debt Settlement Obligation and the purchaser as the concurrent creditor for their fulfillment of compensation was placed as the party who receives a proportionate share or commonly called by paripassu. Therefore, the main problem of this thesis is about the liability of the validity of the Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building which was made without completing the requirements given by Article 43 of the Indonesian
Condominium Law. Besides, about the settlement of the seller’s bankruptcy which mainly concerning about their responsibility to their concurrent creditor. This research uses normative judicial research, prescriptive research typology, secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials, data collection by documents and interview, qualitative analysis method and the result of this research by prescriptive analytical. The Sale and Purchase Binding Agreement on Land and Building that does not meet the requirements of Article 43 of the Indonesian Condominium Law is invalid. In case of the parties insist to fulfill it, it will consider as a binding agreement. Meanwhile, the responsibility of the seller who declared bankruptcy is regulated in the Indonesian Bankruptcy Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Library Harun
"Tanah yang luas dimiliki oleh bangsa Indonesia tidak seenaknya saja untuk dimiliki oleh masyarakat tanpa adanya pengaturan akan kebutuhan perumahan tersebut, adanya instansi yang terkait dengan interaksi tersebut baik segi pemerintah, swasta dengan masyarakat yang ingin memiliki rumah. Objek atas tanah yang dilukakan dalam perumahan berupa tanah yang diatasnya terdapat bangunan rumah maupun tanah yang berupa tanah kavling yang dilakukan pematangan terlebih dahulu sebelum tanah itu dijual kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Hubungan hukum tersebut berupa tanah yang dibebaskan untuk dimiliki yang kegiatannya dilaksanakan oleh swasta (perusahaan pengembang) untuk kemudian dijual kepada masyarakat yang membutuhkan berupa tanah matang. Adanya kepentingan pemerintah dengan hubungan hukum itu terutama dengan kepentingan untuk melaksanakan roda perekomian pemerintah berupa pemungutan pajak atas transaksi jual-beli tanah dalam bentuk BPHTB dan PPN karena adanya transaksi perusahaan dengan pihak lain dengan tanahnya berupa pematangan tanah. Pajak yang timbul dari pematangan tanah yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pungutan atas PPN atas tanah matang masih banyak yang belum mengetahuinya, karena PPN dipungut atas pertambahan nilai dari penyerahan BKP/JKP, sehingga masih banyak yang belum melakukan pemotongan pajak tersebut. Pemotongan pajak ini harus dilakukan sesuai dengan pembukuan peraturan perpajakan dan harus dilakukan pencatatan pembukuan untuk kepentingan perpajakan, tetapi tidak dilakukan oleh Perusahaan Pengembang yang menyebabkan adanya penyimpangan, oleh kekurangan-mengertian staf pelaksana perusahaan walaupun peraturan yang ada cukup jelas. Bisa juga terjadi karena adanya unsur kesengajaan dengan memanfaatkan celah hukum yang kurang mengaturnya. Untuk itu bahasan yang kami lakukan dengan adanya penyimpangan dari pengenaan PPN. Biar bagaimanapun tidak ada peraturan yang dibuat Secara sempurna semakin ada peraturan semakin timbul adanya penyimpangan dengan memanfaatkan celah hukum tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T18958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veda Rachmawati
"ABSTRAK
Perjanjian Kredit Kepemilikan Kios Pasar Parungpanjang dibuat antara Bank Jabar Cabang Bogor, Koperasi Pedagang Pasar Parung Panjang dan debitur sebagai anggota dari koperasi tersebut, guna pembelian kios atau los Pasar Parungpanjang yang dibangun oleh PT Bangun Bina Primasarana sebagai pengembang. Dalam Perjanjian Kredit tersebut Koperasi bertindak sebagai Penanggung yang menanggung utang debitur ketika debitur wanprestasi. Selain terikat dengan Perjanjian Kredit, antara Bank, Koperasi dan Debitur juga terikat dengan 'Kesepakatan Bersama' yang mengatur mengenai kewajiban para pihak, dimana dalam kewajiban pihak ketiga yaitu PT Bangun Bina Primasarana terdapat kewajiban untuk menyerahkan jaminan berupa Buy Back Guarantee atau jaminan beli-kembali yang diikat secara notariil, yang mengatur kewajiban pengembang untuk membeli kembali kios atau los tersebut apabila debitur menunggak angsuran minimal 3 (tiga) bulan berturut-turut serta dapat menjual kembali kios/los tersebut kepada pihak lain, dan menyediakan 25 % (dua puluh lima persen) Deposito Beku dari nilai kredit, di mama balk bunganya maupun pokoknya hanya dapat digunakan untuk menjamin kelancaran kredit. Dalam pemberian Kredit Pemilikan Kios ini ketika debitur dinyatakan telah wanprestasi, tindakan beli-kembali yang telah disepakati oleh Bank dengan pihak Pengembang harus dilaksanakan dan penanggungan oleh Koperasi hanya merupakan cadangan jika Perjanjian Beli kembali tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan hanya merupakan syarat yang diajukan oleh Bank bagi Koperasi Pedagang Pasar Parungpanjang dalam Perjanjian Kredit, agar pihak Koperasi ikut bertanggung jawab atas kelancaran pembayaran angsuran oleh debitur kepada Bank.

ABSTRACT
Credit agreement of an ownership Parungpanjang market kiosk made by and between Jabar Bogor Bank, Koperasi of Parungpanjang market merchants, and Debtor as a member of the Koperasi, for buying a kiosk or a lot in Parungpanjang market which is build by Bangun Bina Primasarana Company as the developer. In the credit agreement, Koperasi of Parungpanjang market merchants acted as a guarantor that guarantees the full payment of the debtor's debt in case the debtor defaults. Besides the credit agreement with the Bank, Koperasi and debtor also legally binded by an "Agreement" that regulates the parties obligations, whereas in the third party obligations which is Bangun Bina Primasarana Company, there is an obligation to give as collateral in form of a notaries buy back guarantee clause, that stipulated developer's obligation to buy back the kiosk or the lot if the debtor had not paid the minimum payment 3 (three) months in a row and the right to sell the kiosk/lot to other parties, and to provide 25% (twenty five percent) from fixed deposit of the credit value, where the interest and the main deposit can only be used for the liquidity of the credit. When the debtor is stated default, the buy back which already agreed by the bank and the developer must be executed and guarantor obligation by Koperasi will only be applied when the effort of the collection and the effort of collateral take over to be sold or to be bought back by the developer were not successful. So it can be said that the guarantee by the Koperasi will only be a requirement stated by the Bank for Koperasi of Parungpanjang market merchants in the Credit Agreement, so that the Koperasi will also be held responsible for the liquidity of debtor payment to the Bank."
2007
T19562
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Caesarrano Saifullah
"Bank memiliki fungsi sebagai intermediasi yaitu mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Manajemen bank telah mengubah proses bisnis kredit segmen kecil dari pemroses kredit terdiri dua officer kredit menjadi satu officer kredit. Perubahan antara dua proses kredit tersebut terjadi berulang kali. Maka dilakukan analisis proses bisnis menggunakan metode flowchart dan service blueprint untuk mengetahui proses bisnis mana yang lebih efektif. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa proses kredit saat ini lebih efektif dibandingkan dengan proses kredit sebelumnya. Variabel yang digunakan untuk membandingkan kedua proses bisnis tersebut adalah waktu proses kredit, persentase realisasi baki debet terhadap target dan Non-Performing Loan. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dan hasil wawancara. hasil analisa mengindikasi diperlukan perbaikan bisnis proses saat ini, maka bisa dilakukan usulan perubahan proses bisnis ke depan dengan menggunakan metode BPR Busieness Process Reengineering . Perubahan proses bisnis yaitu pemangkasan alur proses bisnis, reorganisasi dan penyederhanaan formulir analisis kredit. Dengan waktu proses bisnis yang cepat maka penyaluran kredit semakin cepat sehingga bunga yang didapatkan semakin besar dan pendapatan bank meningkat.

Bank functions as the intermediary who collects funds from the public and channels back in the form of credit. The Policy of Bank rsquo s management to reduce the number of credit officers assigned to small segment credit business process from two to one credit officer. Changes between two credit processes occur repeatedly hence an analysis of business process is conducted with flowchart method and service blueprint to determine which business process is more effective. This paper reflects that the current credit process is more effective than the previously ones. Variables used to compare both business processes are processing time for credit realization, percentage of the outstanding balance to the target , and Non Performing Loan. Data is collected through secondary data and interviews. The analysist result indicated need to improvement that can be done, changes could be proposed for future business process using Business Process Reengineering Process. These business process changes are simplification of business process flow, reorganization and shortern credit analysis form. A shorter business process time then credits could be delivered faster thus greater interest could be earned and bank interest could be increased."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Retno Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana penerapan manajemen risiko berbasis strategi (strategic risk management) pada sebuah perusahaan yang bergerak di dalam bidang pengembangan perangkat lunak (software). Strategic risk management memasukkan risiko sebagai bagian dari perencanaan strategi perusahaan, sehingga dapat menciptakan nilai bagi perusahaan. Industri teknologi informasi memiliki risiko operasional yang relatif tinggi sehingga pendekatan manajemen risiko berbasis strategi dapat lebih membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode studi kasus pada satu perusahaan yang mengembangkan software untuk ERP dan HR. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan manajemen puncak perusahaan serta menyebarkan kuisioner yang harus diisi oleh seluruh department head yang berjumlah 12 orang. Selain itu penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan dokumen yang tersedia di perusahaan, laporan keuangan, daftar bad debt AR serta data kepuasaan pelanggan untuk dapat mengobservasi penerapan manajemen risiko berdasarkan ISO 27001:2013 berupa IT Risk Management. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun strategi bisnis perusahaan sudah searah dengan visi, misi dan core value perusahaan, namun penerapan manajemen risiko pada PT. Y dapat dikategorikan sebagai manajemen risiko tradisional yang belum terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan dan belum memasukkan risiko sebagai bagian dari perencanaan strategic, selain itu mengindikasikan pula bahwa department head yang bertugas sebagai risk officer belum menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai risk officer dan tidak mengerti prosedur kerja seorang risk officer sehingga risiko bisnis perusahaan tidak dikelola sebagaimana harusnya.

The aims of this study is to analyze how a company enganged in software development implement strategic risk management approach. Strategic risk management incorporates risk as a part of the companys stategic planning, hoping that in can create value for the company. The information technology industry has relatively high operational risk thus a strategy-based risk management approach shall contribute the company to achieve its objectives easier. This study uses a case study method approach in a company with the core business is developing HR and ERP software. Data collection was conducted through interviews with the top management of the company and distributing questionnaires filled by 12 companys department heads. In addition, this research also carried out using documents available in the company, financial reports, lists of bad debt AR and customer satisfaction data used to observe the implementation of risk management based on IT Risk Management of the ISO 27001: 2013. This study finds that the companys business strategy is in line with the companys vision, mission and core value, however the application of risk management in the company categorized as traditional risk management that has not been integrated with the companys business strategy, and has not been embedded yet into its strategic planning. Furthermore this study also found that almost all of the department head assigned as risk officer is not aware of their duties and responsibilities as a risk officer and does not understand the work procedures of a risk officer, consequently companys business risk is not managed as it should be."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>