Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185171 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Koswara
"Penelitian ini difokuskan pads pengkajian dua varian kapitalisme yang berkembang di Indonesia. Adapun dua varian kapitalisme adalah kapitalisme neoliberal dan kapitalisme rente. Kapitalisme neoliberal rnasuk ke Indonesia di masa pemerintahan Orde Baru dimulai yang ditandai adanya kebijakan Penanaman Modal Asing, dan kemudian diikuti dengan kebijakan deregulasi ekonomi inti gagasan neoliberalisme adalah percaya pada mekanisme pasar bebas. Gagasan tersebut, paradoks dengan realitas Indonesia dimana dinamika perekonomian Indonesia tidak Iepas dari peran dan campur tangan Negara. Adanya dua varian kapitalisme di Indonesia banyak membawa persoalan yang merugikan rakyat sebaliknya menguntungkan segelintir investor dan pejabat. Ketika Indonesia mempraktekan liberalisasi politik dengan menerapkan kebijakan otonomi daerah dan pilkada langsung mendorong kelahiran "raja-raja" kecil di daerah Implikasinya pilkada langsung yang diorientasikan untuk penguatan demokrasi tingkat lokal justru menjadi arena kontestasi dua varian kapitalisme.
Penelitian ini bertolak dari pemikiran Yoshihara Kunio; dalam bukunya "Kapitalisme Semu Asia Tenggara" (Kunio,1990 : 1) yang menjelaskan ada dua bentuk kapitalisme. Pertama kapitalisme semu atau ersatz yang berkembang di Asia Tenggara dan kedua kapitalisme murni yang berkembang di eropa.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu sebuah pendekatan yang dirasa relevan untuk meneliti fenomena yang terjadi pads suatu masyarakat. Pengamatan yang diarahkan pada latar belakang dan individu secara holistic (utuh) dan memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Untuk itu, dalam pengumpulan data menggunakan tiga cara: wawancara mendalam, pengamatan dan studi dokumenter.
Adapun hasil penelitian adalah pertama dua kapitalisme telah lama ada di Cilegon, di mana kelahirannya ditopang oleh Negara melalui perusahaan yang didirikan Negara. Kedua Keterlibatan kapitalisme dalam pilkada tercermin dari adanya kandidat yang merepresentasikan dua varian kapitalisme, kuatnya pengaruh partai yang dipicu oleh ketentuan tentang rekrutmen calon hares melalui partai atau gabungan partai yang mendapat minimal 15%dari total suara. Adanya ketentuan tersebut memberi peluang pada partai dan calon untuk melakukan transaksi. Bentuk lain dari kapitalisasi pilkada bukan hanya dari partai dan kandidat akan tetapi dari si pemilih yang pragrnatis. Ketiga temuan panting lainnya adalah isu yang diusung untuk mempengaruhi pemilih adalah: Demokratisasi, Pemerintahan yang bersih dan isu seperti agama dan primordial (putra daerah).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah dua varian kapitalisme scat ini berkembang di Cilegon. Kapitalisme neoliberal di tandai dengan swastanisasi yang tergabung dalam perusahaan kawasan industri dimana didalamnya banyak perusahaan-perusahan multinasional (MNC). Sedangkan kapitalisme rente ditandai dengan intervensinya pemerintah daerah dalam ekonomi daerah. Sentuk kongkritnya pemerintah daerah terlibat dalam akumulasi modal dengan mendirikan berbagai perusahan atas nama pemerintah seperti PT. Cilegon Mandiri yang mengelola 21 pelabuhan yng dulunya dikelola oleh Pelindo untuk melegalisasi perusahaan ini diterbitkan Perch No.1 tahun 2001 tentang kepelabuhanan. Keterlibatan pemerintah dalam ekonomi dibuktikan dengan terbitnya regulasi-dan retibusi untuk pemasukan pada kas daerah. Adanya pilkada langsung oleh dua varian kapitalisme dijadikan arena kontestasi untuk pemenuhan kepentingan ekonomi dan politiknya. Untuk itu pilkada di Cilegon tidak lebih sebagai praktek pembelajaran demokrasi bukan sebuah keberhasilan penguatan demokrasi di daerah. Karena dalam perjalannya pilkada langsung di Cilegon masih terdapat persoalan yang memerlukan perenungan dan pengkajian lebih dalam agar urgensi pilkada langsung benar-benar terwujud sebagaimana yang diharapkan semua masyarakat.
Implikasi teoritik adalah dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, kapitalisme menjadi mainstream dalam pilkada langsung. Maka tak heran jika kontestasi dalam pilkada pemenangnya adalah logika kapitalisme Asia Tenggara. Pilkada di Cilegon cukup unik bila dibanding dengan daerah lainnya. Keunikan itu menjadi karakteristik dari pads perkembangan kapitalisme didaerah itu sendiri. Di mana dalam pilkada langsung di Cilegon pengaruh agama dan budaya cukup kuat. Sehingga keduanya menjadi dinamika dalam lingkungannya sendiri Dalam pilkada langsung agamadan budaya ditempatkan oleh penguasa dalam relasi pusat-pusat kekuasaan. Implikasinya agama diterapkan sebagai alat legitimasi, justifkasi dan hegemoni pusat-pusat kekuasaan. Jadi agama bukan lagi sebagai langit suci, (Berger), bukan lagi kesadaran kolektif (Durkheim) dan bukan lagi sebagai human salvation (Weber) Dengan demildan moralitas kekuasaan telah menggantikan bentuk-bentuk pemaknaan atas agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amirudin
Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Mapilu-PWI, 2006
342.02 AMI p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Muhtar Habbodin
"Buku ini membahas tentang pilkada langsung sebgai terobosan dalam memilik kepala daerah."
Malang: UB Press, 2016
328.334 5 MUH d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Agustino
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009
324 LEO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Burhan Djabir Magenda
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Thabita Carolina
"Lepas dari kontroversi yang ada dan pengertian yang diputuskan oleh mahkamah Konstitusi bahwa Pilkada bukan Pemilu atau sebaliknya, Pilkada tetap merupakan sebuah ajang politik, proses pelembagaan demokratisasi dalam rangka memilih kepala pemerintahan di tingkat regional untuk rnendapatkan legitimasi politik yang kuat dari rakyat. Dalam prosesnya, tenw ada banyak kepentingan - kepentingan politik yang bermain, secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi proses pemilihan dan kualitas cut-put yang dihasilkan. Tidak terlepas juga purnawirawan TNI dan Polri sebagai salah satu komponen keluarga besar ABRI, yang secara hukum mereka adalah masyarakat sipil yang tidak lagi bertugas di kesatuan dan mempunyai hak untuk dipilih dan memilih, turut menjadi kekayaan keragaman latar belakang pemilih di Indonesia.
Pada kegiatan Pilkada Kota Bandar Lampung yang lalu purnawirawan TNI dam Polri yang berdomisili di Kota Bandar Lampung turut memberikan aspirasi politiknya dalam kegiatan tersebut. Perubahan politik internal ABRI tersebut dengan sendirinya juga membawa perubahan pada Purnawirawan baik secara institusi ataupun secara individu sebagai komponen dari Keluarga Besar ABRI, hal tersebut sangat dimungkinkan mengingat selain hubungan yang ada selama ini secara institusional, juga disebabkan kenyataan yang ada seperti yang dikatakan oleh Brigjen TNI Saurip Kadi dalam Dwi Fungsi dan Penampilan TNI adalah, menyadari bahwa purnawirawan walaupun secara struktural maupun secara institusional tidak punya hubungan dengan lembaga ABRI di era reformasi, namun kenyataannya lingkungan di mana mereka berada tidak terpebaskan dari pengaruh kultur ABRI yang mereka bawa (semasa anggota ABRI aktif), hal ini cukup menggugah perhatian peneliti untuk mengetahui kecenderungan prilaku memilih pumawirawan TNI dan Poin Kota Bandar Lampung pada kegiatan Pilkada Kota Bandar Lampung.
Pokok masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: bagaimana cara purnawirawan TNI dan Poin memberikan suaranya pada Pilkada Kota Bandar Lampung 2005, dan bagaimana purnawirawan TNI dan Poin menyatakan aspirasinya mengenai isu - isu yang dinyatakan para kandidat peserta Pilkada Kota Bandar Lampung 2005, serta bagaimana pendapat pumawirawan TNI dan Paid terhadap kandidat yang ikut di dalam Pilkada Kota Bandar Lampung 2005.
Tujuan dari penelitian ini adalah; mencoba mengetahui dan menganalisis cara purnawirawan TN! dan Polri memberikan suaranya pada Pilkada Kota Bandar Lampung 2005, kemudian mencoba mengetahui dan menganalisis pumawirawan TNI dan Polri dalam menyatakan aspirasinya mengenai isu - isu yang dinyatakan para kandidat peserta Pilkada Kota Bandar Lampung 2005, serta mencoba mengetahui dan menganalisa pendapat pumawirawan TNI dan Polri terhadap kandidat yang ikut di dalam Pilkada Kota Bandar Lampung 2005.
Metodologi yang digunakan didalam penelitian ini adalah menggunakan paradigma positivisme, dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Dengan teknik pengumpulan data melalui dua cara yaitu data sekunder dan data primer. Untuk data primer, informasi akan diperoleh melalui wawancara mendalam - in-depth interview, dan dibantu dengan suatu guide interview . Laporan akan dituangkan dalam bentuk naratif. Untuk menjamin keabsahan penelitian, perlu adanya kredibilitas sumber tentang isu - isu yang potensial , hal itu menjamin keotentikan dart informasi yang diperoleh. Sedangkan untuk data sekunder, diperoleh dari data ? data kepustakaan baik dari menelusuri studi - studi atau literatur - literatur yang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
Kerangka Teori yang digunakan dalam penelitian ini, bernaung didalam ilmu Komunikasi Politik diantaranya Teori Perilaku Pemilih, Persuasi, Propaganda, dan Retorika. Penelitian ini juga menggunakan tradisi penelitian konstruktivis, dan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
Hasil penelitian ini adalah kepatuhan akan sebuah kebijakan yang diteruskan dengan suatu perintah adalah merupakan karakteristik kaum militer, adanya sistem komando yang mengharuskan setiap anggota untuk tunduk dan patuh pada perintah atasannya, serta para purnawirawan dalam menentukan suaranya terjadi proses membujuk dan dibujuk didalam perbincangan antara sesama pumawirawan tersebut, dan berdasarkan landasan pandangan yang sudah ada didalam tiap - tiap diri purnawirawan serta informasi yang masing - masing mereka miliki, didalam proses komunikasi interpersonal tersebut terjadi saling bujuk dan memberikan informasi tambahan sebagai referensi untuk direnungkan kemudian oleh para purnawirawan TNI dan Polri. Perhatian purnawirawan TNI dan Polri terhadap isu atau program yang ditawarkan kandidat peserta pemilu, lebih banyak menyoroti isu pendidikan. Agar pandangan mereka terhadap permasalahan yang dihadapi Kota Bandar Lampung ini dapat dijadikan masukan bagi pihak kandidat, dan dijadikan salah satu perhatian atau prioritas dalam program kerja kandidat jika terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota Bandar Lampung perode 2005 - 2010, sebagian pumawirawan atau key informan lebih banyak menggunakan jalur hubungan personal antar para purnawirawan, hal ini memperlihatkan solidaritas tinggi dengan sesama purnawirawan.
Personal kandidat, bagi purnawirawan TNI dan Polri merupakan seberapa mampu dan sebaik apa tingkat pendidikan yang dimiliki kandidat peserta Pilkada Kota Bandar Lampung. Selain itu personal kandidat bagi purnawirawan adalah dengan melihat karir yang dimiliki oleh kandidat pada saat mencalonkan diri sebagai kandidat peserta Pilkada Kota Bandar Lampung 2005, serta tidak pernah bermasalah dengan hukum di negara kita. Penampilan fisik juga menjadi landasan personal kandidat baik atau tidak menurut key informan, seorang calon pemimpin yang baik ia juga harus mempunyai penampilan personal yang baik, adapun pesona personal yang dimaksud adalah penampilan, pembawaan yang segar, rapih dan gagah serta berkharisma. Key informan mengetahui siapa dan bagaimana kandidat atau personal kandidat peserta pilkada Kota Bandar Lampung, mereka mengetahuinya melalui media dan non media, mulai dari surat kabar, selebaran, melalui kegiatan kampanye, sampai pada dimana informasi diperoleh dan orang - orang terdekat key informan seperti istri, anak dan juga teman - teman sesama purnawirawan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail Fajar
"ABSTRAK
Isu penistaan agama yang ilakukan oleh petahana Gubernur DKI Jakarta, Basuki Ahok Tjahaja Purnama menjelang Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 sempat menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Perdebatan tersebut ramai terjadi di media sosial, menunjukkan adanya kontestasi pro dan kontra terkait penetapan Ahok sebagai penista agama di ranah pidana. Kontestasi wacana di media sosial tersebut terus berlangsung sehingga menyebabkan polarisasi yang berpotensi menyebabkan terjadinya perpecahan di masyarakat. Dari kajian-kajian sebelumnya, diketahui bahwa terjadinya kontestasi dapat disebabkan oleh ekspresi kebangkitan identitas kepentingan pragmatis elit politik serta perkembangan media baru. Namun, studi-studi tersebut cenderung membahas kontestasi secara parsial dan tidak melihat adanya keberagaman aktor serta kepentingan yang melatarbelakanginya. Maka, dalam menjelaskan kontestasi wacana penistaan agama di media sosial, tulisan ini berargumen bahwa kontestasi wacana penistaan agama di media sosial disebabkan oleh adanya isu identitas yang di bingkai melalui media sosial dengan tujuan untuk memobilisasi pemilih dalam pemilihan. Pihak-pihak yang berkontestasi dalam pemilihan menggunakan strategi pembingkaian framing dengan memanfaatkan aktor-aktor di media sosial relawan, buzzer dan juga selebritis mikro sehingga menyebabkan terjadinya aktivitas saling membingkai di media sosial.

ABSTRACT
The issue of religious blasphemy carried out by DKI Jakarta Governor, Basuki 39 Ahok 39 Tjahaja Purnama before elections of DKI Jakarta in 2017 had become a heated debate among the people of Indonesia. The debate is rife in social media, indicating the existence of pros and contras contestation related to Ahok 39s determination as a religious blasphemy defendant in the criminal realm. Contestation of discourse in social media continues to cause polarization that has the potential to cause division in society. From previous studies, it is known that the occurrence of contestation can be caused by the expression of identity resurgence the pragmatic interests of the political elite as well as the development of new media. However, these studies tend to discuss partial cause and do not see any diversity of actors and the underlying interests. Thus, in this paper argues that the discourse contestation of religious blasphemy in social media is caused by the issue of identity that is framed through social media with the aim to mobilize voters in the election. Election winning parties use framing strategies by utilizing actors in social media volunteers, buzzers and micro celebrities, leading to framing activities in social media. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistira Adnyana
"Masalah penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku memilih pasangan Anak Agung Gde Agung - Sudikerta dalam pilkada di Kabupaten Badung tahun 2005. Dari beberapa pendekatan yang dikemukakan Dennis Kavanagh, penelitian ini menggunakan dua pendekatan yakni: pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memilih adalah, kepemimpinan, identifikasi pat-tai, isu-isu politik dan identifikasi "kasta".
Dari 386 responden yang diambil secara purposive di 62 desa menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan lebih dominan mempengaruhi perilaku memilih. Sebagian besar responden berpendapat kepemimpinan Anak Agung Gde Agung mempengaruhi perilaku memilih mereka. Preferensi memilih Anak Agung Gde Agung sebagian besar karena unsur "kharisma" dari kebangsawanannya disamping kemampuannya "Kharisma" bangsawan menurut Anderson harus dilihat secara antropologis-kultural, di mana "kharisma" lebih merupakan sifat yang menurut anggapan dari para pengikutnya ada pada pemimpin itu. Ini menunjukkan preferensi memilih bersifat carnpuran antara unsur tradisioiial dan rasional.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bahwa dalam pemilihan langsung terdapat kecenderungan bahwa faktor kepemimpinan lebih dominan mempengaruhi perilaku memilih. Signifikansi teoritis penelitian ini adalah dalam pemilihan langsung di tingkat lokal di mana kultur tradisionalnya masih kuat, perilaku memilih dipengaruhi oleh pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis secara bersamaan. Menurut Anak Agung Gde Putra Agung, unsur "kharisma" dari bangsawan didukung oleh sistem "kasta", merupakan pendekatan sosiologis. Sementara preferensi terhadap kemampuan rnencenninkan orientasi individual pemilih, merupakan pendekatan psikologis.
Penelitian ini merekomendasikan beberapa hal. Pertama, diperlukan peningkatan sosialisasi politik oleh ages-agen sosialisasi untuk mengintemalisasikan nilai-nilai demokrasi sehingga dapat mengembangan demokrasi di masa datang. Kedua, diperlukan kajian-kajian tentang perilaku memilih secara lebih luas dan mendalam terutama untuk mengetahui karakteristik pendukung partai-partai di Bali pada pemilu-pemilu pasca Orde Baru.

The subject of this research is what factors influencing the behavior for electing deputy and vice of regent candidates Anak Agung Gde Agung - Sudikerta in the local regent election in Badung Regency in 2005. From some approaches reveal by Dennis Kavanagh, this research had used approaches those are sociological approach and psychological approach. The factors influencing the behavior to vote are the leadership, party identification, political issues and "caste" identification.
From 386 respondents taken purposively in 62 villages had indicated that more dominantly, leadership factors had influenced. Most of respondents had made opinion that Anak Agung Gde Agung leadership had influenced their behavior to vote. Respondents' preference to vote for Anak Agung Gde Agung mostly because of nobility status besides because of his competences. According to the Anderson it should be viewed in cultural and anthropological natures. By which charisma more representing that of according to the followers inherent to this leader. Variedly , it reflected the preference to vote focused on the traditional and rational/modern element.
The conclusion drawn from this research that there was the tendency in which more dominantly, leadership factors influencing voting behavior. was more dominant compared to other factors. The theoretical significance from this research was that in the direct election at local level in which its traditional culture is still strong and simultaneously, the voting behavior trend to be influenced by psychological and sociological. approaches. According to Anak Agung Gde Putra Agung, the charisma element of nobility supported by "caste" system as sociological approach. Meanwhile the preference to the capability reflected orientation of voting behavior a psychological approach.
This research recommends some issues. The First, it is required the increasing of political socialization through agents who socialize the political issues in order to internalize values of democracy to be developed in the future. Secondly, it is required studies on voting behavior both more deeply and diversely specially, to know the characteristics of supporting parties in Bali for general elections post New Order Regime.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>