Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irma Rochima Puspita
"Beberapa penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh memandikan bayi baru lahir terhadap kejadian hipotermia dan faktor risiko hipotermia telah banyak dilakukan, namun data tentang angka kejadiannya masih kurang terutama di Indonesia. Penelitian tentang hipotermia pada bayi akibat dimandikan setelah lahir umumnya dilakukan di rumah sakit dengan penanganan bayi baru lahir secara khusus yaitu dengan membuat lingkungan sekitar bayi secara optimal. Penanganan bayi baru lahir di rumah sakit yang dimandikan segera setelah iahir dilakukan secara khusus yang terdiri dari penggunaan radiant warmer setelah lahir maupun setelah mandi, penggunaan air mandi yang hangat (35-38°C) dan suhu ruangan mandi yang hangat (lebih dari 28°C). WHO menyarankan bayi baru iahir cukup bulan dimandikan dengan air hangat dan ruangan yang hangat, namun tidak menyatakan derajat suhu air hangat maupun ruang mandi yang aman untuk bayi. Pada prakteknya penanganan bayi setelah iahir maupun penanganan bayi setelah mandi di beberapa puskesmas dan rumah bersaiin swasta di Jakarta tidak dilakukan di bawah radiant warmer, melainkan hanya di bawah lampu pijar. Selain itu pada saat mandi, petugas kesehatan tidak melakukan pengukuran suhu air mandi maupun suhu ruangan.
Data mengenai insidens hipotermia dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipotermia yang disebabkan prosedur memandikan bayi baru iahir di puskesmas atau di rumah bersalin dengan keterbatasan alat sampai saat ini belum ada. Hasil pengamatan awal yang dilakukan di sebuah puskesmas di Jakarta Selatan dan rumah bersalin swasta di Jakarta Timur didapatkan sebesar 50% dari 20 bayi baru lahir mengalami hipotermia setelah dimandikan Iebih dari 6 jam sesudah iahir. Peneliti kemudian memberikan penyuluhan tentang hipotermia dan persiapan mandi yang lebih balk diantaranya meliputi suhu segera sebelum mandi, usia saat mandi, air mandi yang hangat, ruang mandi dan suhu lingkungan bayi yang hangat, serta penghangatan sebelum maupun sesudah mandi yang memadai. Insidens hipotermia pada bayi baru iahir yang dimandikan Iebih dari 6 jam sesudah iahir dengan persiapan yang Iebih balk setelah mendapatkan penyuluhan tentang hipotermia diharapkan Iebih rendah. OIeh karena itu dipandang perlu dilakukan penelitian tentang insidens dan faktor-faktor risiko hipotermia akibat memandikan bayi baru iahir cukup bulan setelah mendapatkan penyuluhan tentang hipotermia.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan risiko hipotermia pada kelompok yang telah melakukan persiapan mandi yang Iebih balk dengan yang tidak melakukan persiapan dengan balk setelah mendapatkan penyuluhan ?
2. Ingin mengetahui faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya hipotermia pada bayi baru lahir cukup bulan yang dimandikan lebih dari 6 jam sesudah iahir."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saudale, Magdalena Kristi Daradjati
"Latar belakang: Hipotermia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi, terutama pada bayi prematur dan atau dengan berat lahir kurang. Membungkus bayi menggunakan plastik terbukti mengurangi hipotermia. Saat ini terdapat Neohelp suatu plastik dengan desain baru yang diharapkan lebih efektif mencegah hipotermia. Tujuan: Mengetahui angka kejadian hipotermia bayi baru lahir dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai normotermia pada resusitasi bayi prematur menggunakan plastik polietilen lembaran dibandingkan dengan plastik Neohelp, serta mengetahui faktor risiko dan komplikasi hipotermia. Metode: Dilakukan randomized controlled trial pada 48 bayi baru lahir usia gestasi ≤ 32 minggu, pada 5 rumah sakit. Faktor lingkungan berupa suhu ruangan, kelembaban, waktu transport dari ruang bersalin ke ruang perawatan serta penggunaan 2 macam plastik untuk mencegah hipotermia, dianalisis secara bivariate menggunakan Uji Chi-square, Fisher exact, t-test dan Man-Whitney test. Hasil: Didapatkan nilai angka hampir sama antara kelompok plastik poietilen lembaran dibanding Neohelp untuk mencapai normotermi di ruang bersalin (4,5 menit vs 5 menit), serta rerata suhu tubuh ketika tiba di ruang perawatan (35,6⁰C vs 35,4⁰C). Suhu dan kelembaban ruangan, waktu tempuh dari ruang bersalin ke ruang perawatan, dan 2 jenis plastik tidak terbukti merupakan faktor risiko terjadinya hipotermia. Kesimpulan: Plastik Neohelp tidak terbukti lebih unggul dibanding polietilen lembaran dalam mencegah hipotermia. Peranan petugas kesehatan sangat besar dalam mencegah hipotermia, apapun jenis plastik yang digunakan.

Background: Hypothermia is one of the primary causes of morbidity and mortality in newborn period, particularly preterm and low birth weight babies. Prevention of hypothermia by wrapping newborns with plastic sheets has been proven helpful. Neohelp is a specially designed plastic wrap for neonates to prevent hypothermia. Aim: We aimed to determine the prevalence of hypothermia of the newborn and time to reach normothermia on preterm newborn resuscitation using polyethylene plastic sheet compared to Neohelp. We also aimed to determine the risk factors and complications of hypothermia following the resuscitation. Method: This is a randomized control trial of 48 newborn ≤ 32 weeks age of gestation in 5 hospitals. The environmental factors assessed were room temperature, humidity, time of travel from delivery room to the care unit and the use of two types of plastic wrap to prevent hypothermia. All of the variables were analyzed using Chi-square, Fischer exact, t-test, and Mann-Whitney. Result: We found only slight difference between polyethylene plastic sheet and Neohelp to reach normothermia in delivery room (4.5 minutes vs 5 minutes). Average temperature on arrival in care unit was not also not significantly different (35.6 centigrade vs 35.4 centigrade). Room temperature, humidity, time of travel from delivery room to care unit, and the type of plastic wrap used were not proven as risk factors of hypothermia. Conclusion: Neohelp was not proven to be superior to polyethylene sheet in preventing hypothermia. Skill of the healthcare personnel has been the biggest role in preventing hypothermia, regardless of the type of plastic used."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan
"Latar belakang. Penelitian sebelumnya menjumpai kasus campak sebelum usia imunisasi yang semestinya masih terlindungi karena memiliki maternal antibodi campak yang diperoleh selama dalam kandungan. Besarnya titer yang diterima bayi dipengaruhi faktor ibu dan janin yang nantinya memengaruhi lamanya perlindungan.
Tujuan. Mengetahui kadar maternal antibodi campak bayi baru lahir dan menganalisis faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian potong lintang dilakukan sejak Maret – April 2015 pada bayi baru lahir di RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Bayi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih secara consecutive nonprobabality sampling. Dilakukan wawancara terhadap orangtua, pemeriksaan New Ballard Score, dan pengambilan darah tali pusat bayi baru lahir. Uji t digunakan untuk mengetahui rerata titer berdasarkan jenis kelamin, berat badan lahir, usia gestasi, usia ibu, paritas, dan penyakit ibu. Analisis regresi logistik dipakai untuk mencari faktor yang memengaruhi kadar titer antibodi campak.
Hasil. Dari 68 bayi dijumpai 64 diantaranya memiliki maternal antibodi campak positif. Rerata titer total adalah (2277,7 ± 1830,7) IU/l, bayi kurang bulan (2061,94 ± 1554,44) IU/l dan (3006,83 ± 1613,79) IU/l untuk bayi cukup bulan. Bayi laki-laki, lahir kurang bulan, berat badan lahir tidak sesuai masa kehamilan, dan ibu dengan penyakit penyerta mempunyai titer lebih rendah namun tidak bermakna secara statistik.
Simpulan. Mayoritas bayi memiliki maternal antibodi campak positif dengan rerata titer keseluruhan adalah (2277,7 ± 1830,7) IU/l. Tidak dijumpai variabel yang bermakna memengaruhi titer maternal antibodi campak pada bayi baru lahir.

Background. Prior field studies showed cases of measles before the age of immunization when newborn should still be protected by their maternal measles antibody acquired during pregnancy. The amount of titre received by newborn is influenced by maternal and fetal factors which will affect the length of protection.
Objective. To know the level of maternal measles antibody in newborn and to analyze the influencing factors.
Method. A cross sectional study was conducted from March to April 2015 at RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Newborns who met the inclusion and exclusion criteria were selected through consecutive nonprobability sampling. The parents were interviewed, the New Ballard Score were examined, and the umbilical cord blood was retrieved. T-test was performed to determine the mean titre by sex, birth weight for gestational age, gestational age, maternal age, parity, and mother with comorbidity. Logistic regression analysis was used to find the factors influenced measles antibody titer.
Results. Sixty four of 68 newborns were found to have positive maternal measles antibodies. The mean total titre was 2277.7 ± 1830.7 IU/l, 2061.94 ± 1554.44 IU/l for preterm and 3006.83 ± 1613.79 IU/l for term babies. Baby boys, preterm, birth weight inappropriate for gestational age, babies whose mother had comorbidity had lower titre, however these findings were not statistically significant.
Conclusion. The majority of newborns had positive maternal measles antibodies with the mean total titre of 2277,7 ± 1830,7 IU/l. There were no significant variables that influenced maternal measles antibody titre in newborns.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Oka Lely
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1995
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Meivita Dewi Purnamasari
"ABSTRAK
Bayi baru lahir berisiko mengalami hipotermia karena ketidakstabilan sistem
termoregulasi untuk menghadapi perubahan suhu lingkungan. Risiko hipotermia
semakin meningkat selama periode hospitalisasi. Edukasi merupakan cara untuk
meningkatkan pemahaman perawat terkait pencegahan hipotermia pada bayi baru
lahir di ruang perawatan. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh edukasi
berbasis pencegahan kehilangan panas terhadap pengetahuan dan perilaku perawat
dalam mencegah potensi hipotermia pada bayi baru lahir. Desain penelitian adalah
quasi eksperimen dengan pendekatan one group pre-post test design, dengan
sampel 21 perawat neonatus yang diambil secara consecutive sampling. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan dan perilaku perawat
yang signifikan sebelum dan setelah pemberian edukasi berbasis pencegahan
kehilangan panas pada bayi baru lahir (p value < 0,001; α=0,05). Penelitian ini
merekomendasikan penyelenggaraan edukasi berbasis pencegahan kehilangan
panas sebagai langkah meningkatkan pengetahuan dan perilaku perawat dalam
pencegahan potensi hipotermia.

ABSTRACT
Newborns are at risk of developing hypothermia due to the instability of the
thermoregulation system to deal with changes in ambient temperature. It increases
as hospitalization. Education is a way to improve the nurse's understanding of the
prevention of hypothermia in newborns in ward. The purpose of the study was to
analyze the influence of heat loss prevention based education to the knowledge
and behaviour of the nurse in preventing hypothermia in the newborn. The design
was quasy experiment with one group pre-post test design, which sample 21
neonatal nurse taken by consecutive sampling. The result showed there was
significant differences in the knowledge and behaviour of the nurses pre and post
education treatment (p value < 0,001; α=0,05). This research recommended heat
loss prevention based education as a step to increase the knowledge and behavior
of nurses in the prevention of potential hypothermia."
2017
T48002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurti Yunika Kristina Gea
"Bayi baru lahir post SC sangat rentan mengalami hipotermia, bagaimana upaya untuk mencegah dan mengatasinya merupakan tanggung jawab perawat dan tim memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Tujuan karya ilmiah ini adalah untuk menganalisis optimalisasi asuhan keperawatam pada bayi baru lahir Post SC dengan pendekatan Teori Konservasi Levine. Metode karya ilmiah ini adalah studi kasus. Terdapat tiga kasus Bayi Post SC di ruang Perinatologi yang diberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan Teori Konservasi Levine. Aplikasi Teori Konservasi Levine dengan memperhatikan Konservasi energi dan tiga konteks Integritas yaitu Integritas Struktural, Integritas Personal dan Integritas Sosial. Intevensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan evidence based nursing yaitu rantai hangat dan manajemen suhu tubuh. Edukasi kepada perawat baru dengan menggunakan video dan lembar checklist persiapan SC, didapati efektif meningkatkan pengetahuan perawat untuk dapat mempersiapkan diri dan alat untuk pelaksanaan SC dengan tepat dan baik sesuai standard pada lembar cheklist yang ada.

Post SC newborns are very susceptible to hypothermia. Nurse and other clinicians are responsible to prevent hypothermia particularly in the first period of newborn life. The aim of this study is to analyze how to improve nursing care for Post SC newborns using concept of Levine's Conservation Theory. This study using a case study method. Respondents were three cases of Post SC neonatal in the Perinatology room were given nursing care with Levine's Conservation Theory concept. Application of Levine's Conservation Theory by recognizing to energy conservation and the three contexts of Integrity, that are Structural Integrity, Personal Integrity and Social Integrity. Nursing interventions based on evidence based nursing are warm chains and body thermal management. Education for new nurses using videos and SC preparation checklist sheets are effectived to improve the knowledge of nurses for preparing themselves and tools to appropriate a good SC implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kurniati Hardaningsih
"ABSTRAK
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling sesuai untuk bayi karena ASI mengandung semua zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan serta perkembangan bayi dan juga mengandung zat-zat yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi (Sastroamidjojo, 1989).
ASI mempunyai banyak kelebihan dibanding susu sapi. Protein ASI lebih mudah dicerna daripada protein susu sapi, selain itu ASI mempunyai susunan asam amino esensial yang secara biologik paling sesuai bagi bayi (Ebrahim, 1979; Heine, dkk, 1991).
Pemberian nutrisi yang optimal pada bayi kurang bulan adalah pemberian nutrisi yang akan memberikan pertumbuhan yang cepat seperti pertumbuhan dalam kandungan pada trimester ke-III sehingga dapat dicapai tumbuh kembang yang memuaskan sekarang dan pada masa yang akan datang (American Academy of Pediatrics Commitee on Nutrition, 1977).
Protein penting untuk menunjang pertumbuhan. Bila bayi kurang bulan diharapkan tumbuh dengan memuaskan, maka harus terjadi kondisi keseimbangan nitrogen yang positif atau terdapat nitrogen yang tertahan dalam tubuh dalam jumlah yang cukup dan terus menerus, sehingga pertumbuhan dapat berlangsung normal (Davies, 1977; Atkinson, dkk, 1981; Lau, dkk, 1986; Brooke, dkk, 1987 dan De Curtis, 1987).
Hal tersebut telah terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Atkinson, dkk, (1981), dimana bayi kurang bulan yang mendapatkan ASI dari ibunya sendiri akan menunjukkan keseimbangan nitrogen yang positif, penambahan berat badan, pertumbuhan linear dan lingkar kepala yang bermakna, dibandingkan dengan bayi kurang bulan yang mendapatkan ASI dari bank ASI (ASI ibu kurang bulan mengandung protein yang sesuai dengan kebutuhan bayi).
Lemak merupakan sumber energi terbesar didalam ASI (35-45%), juga merupakan bahan penyusun yang penting bagi sistem saraf yang mengalami perkembangan cepat pada waktu bayi, berperan dalam pengangkutan vitamin yang larut dalam lemak. Selain itu lemak merupakan unsur penting dari membran sel dan merupakan prekursor hormon (Benson, 1981).
Laktosa merupakan salah satu karbohidrat yang paling menonjol di dalam ASI. Kadar laktosa ASI lebih tinggi daripada laktosa susu sapi. Tekanan osmotik dalam ASI harus seimbang dengan plasma, keadaan ini diatur oleh kadar laktosa dan ion-ion Na, dan Cl (ion monovalen). Dalam hal ini laktosa memegang peran penting. Bila kadar laktosa lebih tinggi, maka kadar ion-ion monovalen akan lebih rendah daripada di dalam susu sapi. Keadaan ini sangat menguntungkan karena cairan dengan kadar ion monovalen yang rendah tidak membebani ginjal (Lawrence, 1989 c)."
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Dharmasetiawani
"ABSTRAK
Latar Belakang
Bayi kurang bulan masih merupakan masalah karena mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Selain morbiditas yang tinggi, bayi kurang bulan juga sering mengalami pertumbuhan yang kurang baik jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Gangguan yang berhubungan dengan saluran cerna ialah gagal tumbuh dan malnutrisi. Penyebab gagal tumbuh terbanyak pada bayi ialah masalah pada saluran cerna, terutama maldigesti, malabsorpsi, dan diare kronik. Bayi kurang bulan dengan imaturitas saluran cerna mempunyai aktivitas enzim yang rendah, yang akan menyebabkan digesti dan absorpsi nutrien yang rendah dan pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembangnya. Beberapa enzim pencernaan, yaitu laktase dan elastase 1 pankreas, akan diteliti. Laktase adalah enzim pencernaan yang terdapat di usus halus dan bekerja menghidrolisis laktosa yang merupakan karbohidrat utama pada susu. Elastase 1 pankreas dihasilkan oleh pankreas dan merupakan enzim pemecah protein.
Apakah aktivitas enzim bayi kurang bulan yang rendah pada saat lahir akan dapat mencapai perkembangan aktivitas enzim bayi cukup bulan? Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut.
Metodologi
Dilakukan studi prospektif observasional analitik pada 25 bayi kurang bulan dan 22 bayi cukup bulan di RSB Budi Kemuliaan Jakarta, dalam periode Agustus 2003 sampai dengan Juli 2004. Aktivitas laktase dilakukan pada bayi umur 1, 14, dan 28 hari, serta pemeriksaan kadar elastase 1 pankreas dilakukan pada umur 1, 7, dan 10 hari. Aktivitas laktase dinyatakan dalam rasio ekskresi laktulosa dan laktosa. Pemeriksaan aktivitas laktase dilakukan dengan cara memberi minum bayi dengan larutan laktulosa dan laktosa (1:1) setelah puasa 2 jam, kemudian urinenya ditampung. Penetapan kadar laktulosa dan laktosa dalam urine dilakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi. Kadar elastase 1 pankreas dalam tinja diukur dengan cara Elisa.
Hasil Penelitian
Rerata aktivitas laktase bayi kurang bulan secara bermakna lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan pada saat lahir. Pada umur 14 dan 28 hari, aktivitas laktase bayi kurang bulan sudah tidak berbeda bermakna dengan perkembangan aktivitas laktase bayi cukup bulan pada umur yang sama. Rerata kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan secara bermakna lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan pada saat lahir. Pada umur 7 dan 10 hari, kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan sudah tidak berbeda bermakna dengan perkembangan kadar elastase 1 pankreas bayi cukup bulan.
Simpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa aktivitas laktase bayi kurang bulan yang relatif rendah pada saat lahir sudah mencapai perkembangan aktivitas laktase bayi cukup bulan pada umur 14 hari. Kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan yang relatif rendah pada saat lahir sudah mencapai perkembangan kadar elastase l pankreas bayi cukup bulan pada umur 7 hari.

ABSTRACT
Premature infants are problematic. As they have a high morbidity and mortality rate. In addition, the growth and development of premature infants is often also not as good as that of full term infants. Problems related to digestion can cause failure to thrive and malnutrition. The most common cause of failure to thrive are problems in the digestive system particularly maldigestion, malabsorption and chronic diarrhea. Premature infants with immature digestive systems have low enzyme activity which can cause low digestion and absorption of nutrients which will eventually inhibit their growth. Several digestive enzymes i.e. lactase and pancreatic elastase I will be studied. Lactase is a digestive enzyme that is found in the intestinal viii and it hydrolyzes lactose which is the main carbohydrate in milk. Pancreatic elastase 1 is produced by the pancreas and is the enzyme that breaks down protein.
Will the low enzyme activity of premature infants at birth be able to reach the level of activity of full term infants? This research tries to answer that question.
Methodology
A prospective observational analytical study was carried out on 25 premature infants and 22 full term infants in Budi Kemuliaan Maternity Hospital over the period August 2003 to July 2004. Lactase activity was examined at age 1, 14 and 28 days. An examination of the concentration of pancreatic elastase I was done at age 1, 7, and 10 days, Lactase activity is expressed in a ratio of excretion of lactulosa and lactose. The study of lactase activity was done by feeding the infants a solution of lactulose and lactose (1:1) after a 2-hour fasting period. Urine samples were then taken. The determination of the concentration of lactulose and lactose in the urine was carried out using high performance liquid chromatography. The concentration of pancreatic elastase 1 in the stool was measured using the Elisa method.
Results
The average lactase activity in premature infants is significantly lower compared to that of full-term infants at the time of birth. At age 14 and 28 days, the lactase activity of premature infants is not significantly different from that of full-term infants of the same age. The average concentration of pancreatic elastase 1 of premature infants is significantly lower than that of full-term infants at birth. However, at age 7 and 10 days, the difference in concentration of pancreatic elastase 1 in premature infants and that of full term infants is not significant any more.
Conclusion
This study shows that the activity of lactase in premature infants which is relatively low at birth, will reach the development of lactase activity of full term infants of the same age at age 14 days. Whereas, the concentration of pancreatic Elastase 1 of premature infants, which is relatively low at birth, will reach the development of pancreatic elastase I concentration of full term infants of the same age at age 7 days.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D596
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Dharmasetiawani
"Bayi kurang bulan masih merupakan masalah karena mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Selain morbiditas yang tinggi, bayi kurang bulan juga sering mengalami pertumbuhan yang kurang baik jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Gangguan yang berhubungan dengan saluran cerna ialah gagal tumbuh dan malnutrisi. Penyebab gagal tumbuh terbanyak pada bayi ialah masalah pada saluran cerna, terutama maldigesti, malabsorpsi, dan diare kronik. Bayi kurang bulan dengan imaturitas saluran cerna mempunyai aktivitas enzim yang rendah, yang akan menyebabkan digesti dan absorpsi nutrien yang rendah dan pada akhirnya akan mengganggu tumbuh kembangnya. Beberapa enzim pencernaan, yaitu laktase dan elastase 1 pankreas, akan diteliti. Laktase adalah enzim pencernaan yang terdapat di usus halus dan bekerja menghidrolisis laktosa yang merupakan karbohidrat utama pada susu. Elastase 1 pankreas dihasilkan oleh pankreas dan merupakan enzim pemecah protein.
Apakah aktivitas enzim bayi kurang bulan yang rendah pada saat lahir akan dapat mencapai perkembangan aktivitas enzim bayi cukup bulan? Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut.
Metodologi
Dilakukan studi prospektif observasional analitik pada 25 bayi kurang bulan dan 22 bayi cukup bulan di RSB Budi Kemuliaan Jakarta, dalam periode Agustus 2003 sampai dengan Juli 2004. Aktivitas laktase dilakukan pada bayi umur 1, 14, dan 28 hari, serta pemeriksaan kadar elastase 1 pankreas dilakukan pada umur 1, 7, dan 10 hari. Aktivitas laktase dinyatakan dalam rasio ekskresi laktulosa dan laktosa. Pemeriksaan aktivitas laktase dilakukan dengan cara memberi minum bayi dengan larutan laktulosa dan laktosa (1:1) setelah puasa 2 jam, kemudian urinenya ditampung. Penetapan kadar laktulosa dan laktosa dalam urine dilakukan dengan cara kromatografi cair kinerja tinggi. Kadar elastase 1 pankreas dalam tinja diukur dengan cara Elisa.
Hasil Penelitian
Rerata aktivitas laktase bayi kurang bulan secara bermakna lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan pada saat lahir. Pada umur 14 dan 28 hari, aktivitas laktase bayi kurang bulan sudah tidak berbeda bermakna dengan perkembangan aktivitas laktase bayi cukup bulan pada umur yang sama. Rerata kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan secara bermakna lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan pada saat lahir. Pada umur 7 dan 10 hari, kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan sudah tidak berbeda bermakna dengan perkembangan kadar elastase 1 pankreas bayi cukup bulan.
Simpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa aktivitas laktase bayi kurang bulan yang relatif rendah pada saat lahir sudah mencapai perkembangan aktivitas laktase bayi cukup bulan pada umur 14 hari. Kadar elastase 1 pankreas bayi kurang bulan yang relatif rendah pada saat lahir sudah mencapai perkembangan kadar elastase l pankreas bayi cukup bulan pada umur 7 hari.

Premature infants are problematic. As they have a high morbidity and mortality rate. In addition, the growth and development of premature infants is often also not as good as that of full term infants. Problems related to digestion can cause failure to thrive and malnutrition. The most common cause of failure to thrive are problems in the digestive system particularly maldigestion, malabsorption and chronic diarrhea. Premature infants with immature digestive systems have low enzyme activity which can cause low digestion and absorption of nutrients which will eventually inhibit their growth. Several digestive enzymes i.e. lactase and pancreatic elastase I will be studied. Lactase is a digestive enzyme that is found in the intestinal viii and it hydrolyzes lactose which is the main carbohydrate in milk. Pancreatic elastase 1 is produced by the pancreas and is the enzyme that breaks down protein.
Will the low enzyme activity of premature infants at birth be able to reach the level of activity of full term infants? This research tries to answer that question.
Methodology
A prospective observational analytical study was carried out on 25 premature infants and 22 full term infants in Budi Kemuliaan Maternity Hospital over the period August 2003 to July 2004. Lactase activity was examined at age 1, 14 and 28 days. An examination of the concentration of pancreatic elastase I was done at age 1, 7, and 10 days, Lactase activity is expressed in a ratio of excretion of lactulosa and lactose. The study of lactase activity was done by feeding the infants a solution of lactulose and lactose (1:1) after a 2-hour fasting period. Urine samples were then taken. The determination of the concentration of lactulose and lactose in the urine was carried out using high performance liquid chromatography. The concentration of pancreatic elastase 1 in the stool was measured using the Elisa method.
Results
The average lactase activity in premature infants is significantly lower compared to that of full-term infants at the time of birth. At age 14 and 28 days, the lactase activity of premature infants is not significantly different from that of full-term infants of the same age. The average concentration of pancreatic elastase 1 of premature infants is significantly lower than that of full-term infants at birth. However, at age 7 and 10 days, the difference in concentration of pancreatic elastase 1 in premature infants and that of full term infants is not significant any more.
Conclusion
This study shows that the activity of lactase in premature infants which is relatively low at birth, will reach the development of lactase activity of full term infants of the same age at age 14 days. Whereas, the concentration of pancreatic Elastase 1 of premature infants, which is relatively low at birth, will reach the development of pancreatic elastase I concentration of full term infants of the same age at age 7 days.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D763
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Hidayah
"[ABSTRAK
Latar belakang: Hipotermia pada bayi baru lahir (BBL) masih merupakan masalah utama dan menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas. Angka kejadian hipotermia pada BBL rujukan saat datang di rumah sakit masih tinggi.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara hipotermia saat masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan mortalitas pada BBL rujukan di RSUD Dr. Moewardi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi. Pengumpulan data dilakukan pada 1 Januari sampai 31 Maret 2015 terhadap pasien BBL rujukan.Variabel tergantung adalah mortalitas dan variabel bebas meliputi umur kehamilan, berat lahir, sepsis, gangguan napas berat, dan suhu saat masuk IGD. Data dianalisis dengan menggunakan metode chi-square dan regresi logistik dengan nilai p<0,05 dan 95 % Confidence Interval (CI).
Hasil: Didapatkan 56 BBL rujukan dengan angka kejadian hipotermia 60,7% dan mortalitas 19,6%. Dari analisis chi-square didapatkan variabel umur kehamilan dan berat lahir tidak memenuhi syarat analisis multivariat (p>0,25). Dari analisis multivariat regresi logistik didapatkan gangguan napas berat berhubungan dengan mortalitas pada BBL rujukan yang secara statistik tidak bermakna (OR=5,250; IK 95%=0,894-30,820). Setelah dilakukan analisis multivariat regresi logistik untuk mendapatkan OR terkontrol didapatkan hubungan yang bermakna antara suhu saat masuk IGD (OR=11,04; IK 95%=1,180-103,274) dan sepsis (OR=8,028; IK95%= 1,650-39,053) dengan mortalitas BBL rujukan.
Simpulan: Angka kejadian pada BBL rujukan hipotermia masih tinggi. Hipotermia saat masuk IGD dan sepsis merupakan faktor risiko mortalitas pada BBL rujukan.

ABSTRACT
Background.Hypothermia still as a mayor cause of neonatal morbidity and mortality. The incidence of hypothermia on admission is high.
Objective. To analyzed the risk of mortality associated with hypothermia on admission in newborns reffered to Moewardi hospital
Methods.A cohort prospectif study of neonate referred at Moewardihospital from January 1st to March 31st, 2015. Analyzed variables were gestational age, birth weight, septicaemia, severe respiratory distress and temperature on admission. Data were analyzed by chi-square and logistic regretion with 95% confidence interval (CI)
Results. Out of 56 neonates referred, the incidence of hypothermia was 60,7% and mortality was 19,6%. Gestational age and birth weightwere not significant associated with neonates referred mortality (p>0,25). Multivariat logistic regression analysis revealed that severe respiratory distress was not statistically significant associated with neonates referred mortality (OR=5,250; 95% CI =0,894-30,820). Multivariat logistic regression analysis revealed that hypothermia on admission (OR=11,04; 95% CI= 1,180-103,274) and septicaemia [OR=8,028; 95% CI=1,650-39,053) were statistically significant associated with neonates referred mortality.
Conclusion. The incidence of hypothermia on admission is high. Hypothermia on admission to be a risk factor for neonatal mortality., Background.Hypothermia still as a mayor cause of neonatal morbidity and mortality. The incidence of hypothermia on admission is high.
Objective. To analyzed the risk of mortality associated with hypothermia on admission in newborns reffered to Moewardi hospital
Methods.A cohort prospectif study of neonate referred at Moewardihospital from January 1st to March 31st, 2015. Analyzed variables were gestational age, birth weight, septicaemia, severe respiratory distress and temperature on admission. Data were analyzed by chi-square and logistic regretion with 95% confidence interval (CI)
Results. Out of 56 neonates referred, the incidence of hypothermia was 60,7% and mortality was 19,6%. Gestational age and birth weightwere not significant associated with neonates referred mortality (p>0,25). Multivariat logistic regression analysis revealed that severe respiratory distress was not statistically significant associated with neonates referred mortality (OR=5,250; 95% CI =0,894-30,820). Multivariat logistic regression analysis revealed that hypothermia on admission (OR=11,04; 95% CI= 1,180-103,274) and septicaemia [OR=8,028; 95% CI=1,650-39,053) were statistically significant associated with neonates referred mortality.
Conclusion. The incidence of hypothermia on admission is high. Hypothermia on admission to be a risk factor for neonatal mortality.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>