Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 221235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lince Magriasti
"Permasalahan penelitian dan tulisan ini adalah bagaimana pola rekruitmen caleg perempuan yang dilakukan Partai Golkar dan PBB serta apa pengaruhnya terhadap keterwakilan perempuan dua parpol ini di DPRD Propinsi Sumbar pads Pemilu 2004. Penelitian yang dilakukan di Partai Golkar dan PBB ini diangkat karena di Propinsi Sumbar dari hasil Pemilu 1999 dan 2004 lalu, dua partai tersebut mengalami kenaikan perolehan suara clan jurnlah kursi di DPRD Propinsi Sumbar. Partai Golkar yang merupakan pemenang di dua pemilu terakhir, pada Pemilu 1999 berhasil menempatkan 4 orang perempuan dan 12 kursi yang diperolehnya, namun pada Pemilu 2004 ini meski terjadi kenaikan menjadi 16 kursi yang didapat justru tidak seorang pun perempuan. Sementara itu PBB yang tidak menempatkan perempuan pada Pemilu 1999, pada Pemilu 2004 ini menempatkan 2 orang perempuan.
Tulisan ini menggunakan teori Pipa Norris tentang sistem rekruitmen anggota legislatif, teori tersebut digunakan untuk melihat bagaimana rekruitmen yang dilakukan di dua partai tersebut. Selain itu, juga digunakan teori tentang kuota, hal ini untuk melihat dan menganalisa keterwakilan perempuan dua parpol tersebut. Di samping itu juga dipakai konsep tentang demokratisasi dan sistem pemilu serta konsep parpol yang mendukung teori di atas untuk menjawab permasalahan penelitian ini. Fokus penelitian ini adalah pola rekruitmen caleg di Partai Golkar dan PBB, kemudian memperbandingkannya serta melihat pengaruhnya terhadap keterwakilan perempuan.
Dengan menggunakan teknik wawancara dan studi pustaka, dikumpulkan data-data yang kemudian dianalisa menggunakan metode kualitatif dengan analisa deskriptif. Dari analisa tersebut, penulis menemukan bahwa ada tiga aspek perbedaan pola rekruitmen caleg antara Partai Golkar dan PBB untuk DPRD Propinsi Sumbar pada Pemilu 2004 ini, yaitu sumber rekruitmen caleg, usulan pencalonan serta dalam penyusunan dan penentuan nomor unit caleg. Secara keseluruhan, ketentuan internal dari di PBB lebih menguntungkan caleg perempuan untuk dapat terpilih daripada di Partai Golkar. Hal tersebut kemudian dapat dilihat pengaruh yang diberikannya terhadap keterwakilan perempuan di DPRD Propinsi Sumbar, bahwa caleg perempuan terpilih dari PBB ada dua orang sementara tidak ada dari Partai Golkar.

The research problem of this study is to find out the female legislators' recruitment pattern applied by Golkar Party and PBB and its impacts to the woman representation of these two political parties at the Legislative Council of West Sumatra Province in 2004 General Election. This research is carried out at the two political parties because in West Sumatra Province during the 2004 General Election, both parties gained an increasing votes and seats at the Legislative Council of West Sumatra Province. Golkar Party, which has been the winner of two consecutive elections, in 1999 Election has placed 4 women from 12 seats that it has achieved; however, in 2004 Election, none of its legislators is a woman although it has gained 16 seats. PBB, which did not place a female legislator in 1999 Election, has placed 2 female legislators in 2004.
The study employs theory of Pipa Norris about legislative recruitment system in order to find out how both parties conduct the recruitment process. In addition, the study also uses theory about quota to see and analyze woman representation in both parties. The study also uses concept on democratization and election system as well as the concept of political parties that support all theories that have been mentioned to answer the research problem. The research focuses on the legislative recruitment pattern at Golkar Party and PBB, then compare them and analyze the impacts to the woman representation.
By using in-depth interview technique and library research, the data is collected and analyzed using qualitative method by descriptive analysis. From such analysis, the researcher finds out that there are three aspects of different patterns in legislative recruitment at Golkar Party and PBB for the Legislative Council of West Sumatra Province in 2004 General Election. The aspects include legislative recruitment resource, candidacy proposal and the composition and the rank of the legislative candidates. In overall, internal mechanism of PBB is more beneficial for female candidates to be selected than that of Golkar Party. Then its impacts to the woman representation at the Legislative Council of West Sumatera Province can be seen: that there are two female legislators from PBB and no female legislator from Golkar Party.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulastri
"Dilihat dari jumlahnya, perempuan merupakan warga negara terbesar di Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga negara ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah yang sedemikian besar menunjukkan bahwa suara perempuan sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum. Dan kelompok perempuan pulalah yang merupakan konsumen terbesar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun perempuan merupakan obyek kebijakan politik yang terbesar, namun keikut sertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan tersebut justru sangat terpinggirkan, hal ini terlihat dari kecilnya jumlah perempuan yang duduk dalam lembaga-lembaga politik pengambil kebijakan publik, termasuk didalamnya lembaga legislatif. Dalam lembaga legislatif hasil Pemilihan Umum tahun 1999 jumlah perempuan hanya mencapai 9 persen. Sedikitnya jumlah perempuan ini tidak lepas dari peranan partai politik sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana proses rekruitmen partai politik pada pemilu 1999. Dan sebagai studi kasus diambil Partai Persatuan Pembangunan, dengan pertimbangan partai ini merupakan partai lama, namun ternyata dalam rekruitmen perempuannya justru yang terendah, dibandingkan partai lain termasuk partai-partai baru.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Adapun pengambilan data ditempuh melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber yang diwawancara adalah pengurus partai politik PPP dan kader PPP dimana penentuan respondennya dipakai sistem purposive. Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa selama ini perempuan dalam lembaga legislatif Indonesia sepanjang kesejarahannya selalu menempati posisi minoritas, baik di lembaga-lembaga legislatif pusat maupun daerah. Dan perempuan-perempuan yang ada dalam lembaga legislatif tersebut -meskipun secara kuantitas masih rendah- memiliki kualitas yang tinggi. Ini terlihat dari tingkat pendidikan anggota legislatif perempuan yang semakin meningkat.
Pada Pemilihan Umum tahun 1999, jumlah perempuan yang direkrut oleh PPP hanya mencapai 9,41 % dari keseluruhan caleg DPR RI. Rendahnya jumlah caleg perempuan ini disebabkan karena PPP dalam rekrutmen caleg perempuan, sering menggunakan standar ganda. Dan penentuan akhir untuk pilihan caleg diserahkan kepada Lembaga Penetapan Caleg dimasing-masing tingkatan pengurus. Anggota Lantap ini terdiri dari Ketua Pimpinan Partai dan beberapa orang anggota lain dari pengurus. Sedangkan dari hasil penelitian juga didapat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan ini sangat terbatas.
Struktur Organisasi yang sangat elitis, dimana penentu kebijakan adalah sebagian kecil elit tersebut, dan elit yang dimaksud didominasi oleh laki-laki menjadikan perempuan semakin terpinggirkan termasuk untuk memperoleh kesempatan direkrut menjadi caleg. Kondisi ini diperparah dengan adanya perspektif gender elit politik partai PPP yang ternyata dan hasil penelitian ini menunjukkan belum sensitif jender. Artinya banyak elit politik PPP yang belum menyadari tentang kesetaraan gender bahkan beberapa elit rnasih tidak menyetujui perempuan duduk dalam lembaga politik. Perspektif elit yang demikian ini disebabkan karena digunakannya ideologi Islam konservatif yang memberikan tafsiran Al Qur'an maupun Hadist, dengan perspektif maskulin. Perspektif gender elit PPP dan penafsiran atas ideologi Islam yang digunakan merupakan faktor perpektif teologis yang amat berpengaruh dalam rekruitmen caleg perempuan termasuk faktor lain yaitu belum melembaganya organisasi PPP dalam bentuk aturan-aturan yang belum jelas dan terlembaga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rieta Fuad
"Kepatuhan partai politik untuk menerapkan kuota perempuan 30 % di DPR RI masih merupakan suatu proses panjang dengan Pemilu 2004 sebagai titik awal. Pengertian kuota adalah penetapan jumlah tertentu, dimana kuota sebagai affirmative action diperlukan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan, kliususnya lembaga legislatif, yang merupakan penentu kebijakan umum, anggaran negara, dan legislasi. Namun demikian, apakah partai-partai politik peserta Pemilu (Golkar, PDI-P dan PKB) dalam penyusunan dan pengajuan calon anggota DPR RI telah memenuhi ketentuan kuota perempuan 30%? Jika telah memenuhi ketentuan kuota perempuan 30% dalam pencalonan anggota legislatif, apakah perempuan calon anggota yang diajukan diletakkan pada urutan calon jadi? Inilah pertanyaan permasalahan yang hendak dijawab dalam penulisan tesis ini. Hal ini menarik untuk diteliti, terulama jika dikaitkan dengan dominasi budaya partriarki selama ini yang menekankan pada superioritas Iaki-laki dimana perempuan ditempatkan pada posisi inferior.
Pembahasan difokuskan pada kepatuhan Partai Golkar, PKB dan PDT-P terhadap pemberlakuan kuota perempuan 30 % bagi caleg DPR RI. Pembahasan akan antara lain akan ditinjau dari sudut pandang teori Simone de Beauvoir dan hubungannya dengan budaya patriarki, teori participatory democracy Iris Marion Young tentang ketidakadilan struktur, serta pola rekrutmen pada partai politik. Akan dianalisis sistem seleksi caleg dan penempatan nomor unit, perbandingan strategi ketiga parpol, serta pencapaian dari persebaran caleg perempuan partai Golkar, PDI-P dan PKB dalam memenuhi kuota perempuan 30% bagi caleg DPR RI. Adapun pemilihan ketiga partai sebagai objek penelitian dikarenakan ketiga partai adalah pemenang Pemilu 2004 yang meraih suara terbanyak.
Sebagai studi kualitatif, penulisan tesis ini menggunakan data primer berupa hasil wawancara mendalam terhadap informan, dalam hal ini terdiri dari pengurus DPP dan anggota DPR RI dari parpol terkait, serta aktifiis perempuan. Selain itu, juga digunakan data sekunder dari berbagai literatur. Teknik analisis data penulisan tesis adalah analisis domain. Adapun perdebatan utama dalam tesis ini adalah apakah pencalonan perempuan sebagai calon anggola DPR hanya sekedar memenuhi kuota perempuan 30% tanpa memperhatikan nomor urut, dan apa sebenarnya kendala utama yang dihadapi ketiga parpol dalam upaya mendukung pemberlakuan kuota perempuan perempuan 30 % bagi caleg DPR RI.
Berdasarkan kuantitas caleg perempuan, ketiga partai sekilas terlihat sudah mempunyai political will (itikad politik), dengan banyaknya caleg perempuan dalam daftar caleg mereka. Golkar dan PDI-P mempunyai komposisi perempuan 28,3 % pada daftar caleg mereka, sementara PKB bahkan mencapai 37,6%. Namun demikian, sebagian besar caleg perempuan tersebut hanyalah menempati nomor unit bawah yang disebut banyak orang sebagai "nomor sepatu", dan akhirnya tidak jadi terpilih menjadi anggota DPR RI. Dengan kata lain, bisa dikatakan political will yang ditunjukkan oleh parpol dan pemerintah masih sebatas wacana atau basa-basi.
Adapun implikasi teoritis adalah berdasarkan teori jender dari Simone de Beauvoir. ketidaksungguhan laki-laki memberikan kesempatan lebih banyak kepada perempuan dalam dunia politik disebabkan oleh sosialisasi jender, yaitu "naskah" pembagian peran yang kita mainkan bahwa ruang publik adalah milik laki-laki, dan perempuan hanyalah di ruang domestik. Jika ditilik dari teori participatory democracy" Iris Marion Young, keadaan ini bisa dikategorikan sebagai dominasi (kaum laki-laki) dan penindasan (terhadap kaum perempuan) yang disebabkan karena ketidakadilan struktur.

The obedience of political party to apply women quota 30% at Indonesian Parliament (DPR RI), still has to go a long way. General Election 2004 is definitely not a final destination, but a starting point instead. The definition of women quota is mainly to set the certain quantity, and as an affirmative action, quota is needed to raise women representation, especially in parliament which has an important role to set public policy, nation budget, and legislation. However, are political parties involved in general election 2004 (Golkar Party, PDI-P, and PKB) have been accomplishing women quota 30% in arranging their legislative candidates? If they have fulfilled the requirement, are the women candidates placed on winnable numbers? These are predicament questions that would be answered in this thesis, based on the angle of the patriarchy culture that emphasized men superiority that place women in inferior position
The analysis will be focused on the obedience of Golkar Party, PKB, and PDI-P in complying the application of women quota 30% for legislative candidates at Indonesia Parliament (DPR RI). The analysis will be done from the angle of Simone de Beauvoir's jender theory and the connection to patriarchy culture, participatory democracy of Iris Marion Young concerning structure injustice, and recruitment pattern of political parties. Also, it will be analyzed the selection of legislative candidates and the placed number, the comparison of strategy of the three political parties, and the spread of women legislative candidates from Golkar, PDI-P and PKB in complying women quota 30% for legislative candidates at Indonesian Parliament. Moreover, the three political parties have been chosen as the research object because they are the three winners that get most votes in General Election 2004.
As a qualitative research, this thesis use primary data which is in-depth interview with informant from concerned political parties, and secondary data from various literatures. As technical data analysis is used domain analysis. The main argument in this thesis is whether or not the placement of women legislative candidates is only to fulfill women quota 30% without paying attention to the placement number? And what main barriers the three political parties face to in comply the application of women quota 30% for legislative candidates at Indonesian Parliament.
Based on the quantity of women legislative candidates, Golkar, PDI-P, and PKB has shown their political will to support the quota. Golkar and PDI-P have composition 28,3% women in their legislative candidates lists. PKB is even better with 37,6 women legislative candidates, often labeled as "shoes number, resulting they are not elected as the parliament member. Fn other words, the political will that has been shown either by political parties or government, is only a theory so far.
In addition, the theoretical implication is based on gender theory from Simone de Beauvoir. Regarding the hesitation of men to give more women more opportunities in politics is basically caused by the gender socialization. It is like a "script" that divided our role we play; public spaces are for men, while women are only placed in domestic spaces. If it is reviewed form participatory democracy from Iris Marion Young, this condition could be defined as a domination (of men) and oppression (toward women) that caused by structure injustice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelly Adelina
"Banyaknya calon legislatif (caleg) perempuan gagal masuk ke lembaga legislatif (DPR RI) merupakan kenyataan yang memrihatinkan tentang perempuan di tampuk kekuasaan dan pengambilan keputusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perjuangan caleg perempuan Indonesia menghadapi hambatan dalam partai dan sistem politik yang berlaku di negeri ini untuk menjadi anggota lembaga legislatif. Penelitian ini juga bertujuan mengungkap implikasi negatif dari UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu terhadap perjuangan caleg perempuan, serta memaparkan sikap para caleg perempuan gagal dalam memaknai hambatan dan kegagalan yang mereka hadapi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan dengan menerapkan teknik pengumpulan data melaiui wawancara mendalam (in-depth interview).
Temuan penelitian ini adalah: (1) parpol yang seharusnya menjadi wadah pendukung ternyata tidak berperan efektif dan cenderung menghambat para caleg perempuan dalam perjalanan dan perjuangan menuju ke lembaga legislatif; (2) UU No.31 tahun 2002 tentang parpol dan UU No.12 tahun 2003 tentang pemilu telah berimplikasi negatif terhadap caleg perempuan dalam upaya mereka meraih posisi di lembaga legislatif; (3) kegagalan menjadi anggota lembaga legislatif akibat hambatan dalam parpol dan sistem politik yang diberlakukan, ternyata masih bisa dimaknai secara positif oleh para caleg perempuan subjek penelitian ini. Kegagalan pada pemilu 2004 lalu tidak menyurutkan semangat mereka untuk berjuang lagi meraih posisi kekuasaan di dalam struktur kepengurusan parpol dan di lembaga legislatif pada pemilu mendatang.

There were many Indonesian woman candidates failed to legislative (parliament) was a fact that showed unlucky condition about woman in the hierarchy of power or the public policy.
This research aimed to examine the struggle or the fight of Indonesian woman for legislative candidates who faced many obstacles in the politic party and the political system which was obtained in this country to become a member of parliament. This research aimed not only uncover negative implication of constitution No.31/2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election concerning the fight of woman candidates, but also to explain about the attitude of the failed woman candidates to explain their barriers and failures. This research was based on qualitative approach with woman's perspective and applied data collecting technique by means of in-depth interview.
Finding of the research were: (1) the politic party which had to become a supporting institution exactly had not an effective role and was dispose restricting the efforts of woman candidates to gain their goal to parliament; (2) constitution No.31 /2002 about the politic party and constitution No.12/2003 about the general election had a negative implication to woman candidates; (3) the failure to become a member of parliament caused by politic party and political system apparently still could be positive meaning by woman informants of this research. The failure at the general election in 2004 had not sent down the spirit of the woman candidates to fight again and to obtain the leader position at the structure of politic party and the parliament in the next general election.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16848
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. D. Kusumaningtyas
"Alasan untuk menulis judul ini adalah karena masih kurangnya penelitian yang secara spesifik menyorot persoalan perempuan dalam dunia politik Islam, secara lebih spesifik dalam dunia kepartaian Islam di Indonesia, Tulisan ini disusun sebagai hasil analisis penelitian dari 5 partai politik Islam peserta pemilu 2004 di Indonesia dan wawancara yang dilakukan kepada 9 orang subjek penelitian yang terdiri dari politisi perempuan dari kelima partai tersebut. Kelima partai politik Islam yang dimaksud adalah PBB, PPP, PAN, PKB, dan PKS.
Terdapat 6 pertanyaan penelitian yang diharapkan dapat dijawab di akhir penelitian ini. Yaitu : (1) Bagaimanakah pandangan yang berkembang di dalam komunitas muslim mengenai perempuan berpolitik? (2) Alasan apa sajakah yang membuat para politisi perempuan ini memilih partai Islam? (3) Seperti apakah representasi perempuan di berbagai partai politik Islam di Indonesia? (4) Bagaimanakah konsep atau pencitraan perempuan yang ditawarkan oleh partai-partai politik ini berdasarkan rumusan platform dan programnya? (5) Apa dampak pencitraan tersebut terhadap berbagai agenda politik perempuan? (6) Bagaimana politisi muslim perempuan memaknai kehadiran mereka di kancah politik melalui partai-partai Islam yang dipilihnya ?
Sejumlah konsep yang membabas tentang partai politik Islam, representasi, dan politik Islam mengantarkan berbagai kajian yang dipandang dari beberapa kombinasi teori polar feminis. Representasi politik perempuan tergambarkan dalam jumlah keterwakilan perempuan di dalam partai politik di parlemen, isu-isu dan kepentingan perempuan yang terumuskan dalam agenda, platform, dan program partai; seria penghayatan pribadi subjek sebagai politik yang bertindak "atas nama" dan "untuk kepentingan" kaum perempuan dan sebagai muslim.
Dari penelitian ini, penulis menemukan bahwa terdapat 2 jenis kategorisasi partai Islam dalam merespon berbagai persoalan perempuan. Yaitu adanya partai yang merniliki sikap yang limitatif ierhadap hak-hak perempuan yang diwakili oleh partai-partai yang menyebut diri secara formal sebagai partai Islam seperti PBB, PPP, dan PKS. Selain itu juga terdapat partai-partai yang memiliki sikap liberatif terhadap hak-hak perempuan yang dalam hal ini direpresentasikan oleh partai yang bersifat lebih inklusif dalam menafsirkan pemahaman mereka tentang Islam maupun lebih dikategorikan sebagai partai yang mengandalkan basis massa Islam seperti PAN dan PKB. Dan perempuan, selalu berjuang untuk memperbaiki posisi politik maupun menyuarakan berbagai kepentingan mereka melalui strategi pemberdayaan perempuan melalui sayap-sayap organisasi yang dibentuk di dalam partai maupun mencoba menembus batas di lintas partai, tennasuk pada partai-partai yang tidak memiliki kepentingan primordial yang sama pada identitas Islam mereka.

The reason of choosing this topic is the lack of research which specifically talking about women in Islamic political world, especially in Islamic political parties in Indonesia. This study investigates Islamic political parties which participated in General Election 2004 by interviewing of 9 moslem women politicians from five Islamic parties. who become subjects of the research. Those five parties are: PBB, PPP, PAN , PKS.
There are 6 research questions that I hope will be answered at the end of the research. Those questions are : (I) how are the developing concepts in moslem community about women and politics (2) what are the reason's of Moslem women politician in choosing Islamic political parties (3) how are women represented in Islamic political parties (4) what kind of concept about "women" which are constructed by those parties through their agenda, platform and program (5) what is the impact of that to women political agenda (6) and what the moslem women politicians mean their existence in political world within the political parties they had chooses.
Several concepts which talk about Islamic political party, representation, and Islamic politics have developed several discourses that we can see from the various feminist political theories. Women political representation has been described in the amount of women representation in political parties or as parliament members, in the women issues and interest that will be implemented in the political parties' agendas, platforms, and programs. The reflection of subject as a politician that always "stand for" and "act for" both moslem and women.
From this research, the writer tries to elaborate 2 categories of Islamic political party in responding women issues. First the limitative party in responding women's rights, that are represented by the Islamic political party that call themselves as "Islamic parties" like PBB, PPP, PKS. Second, we can also find the liberalize party in responding women's rights. These kind of parties are represented by the inclusive interpretation of Islam that becomes guidance for party. We can call this type as a moslem organization based party like PAN and PKB. And in those two kinds of party, women try to advocate their interest through raising higher political position, using women's wings of the party as their strategies and engage in inter parties .women network. Including parties without primordial connection to them, in using "Islam? as a political identity.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evida Kartini
"Penulisan tesis ini dilandasi dengan rasa ketertarikan penulis terhadap permasalahan perempuan di Indonesia yang selama ini termarjinalkan dalam ruang publik. Pemilu 2004 dianggap sebagai suatu titik tolak dalam upaya merubah kondisi perempuan ke arah yang lebih baik apalagi dengan dimasukkannya sistem kuota untuk keterwakilan perempuan di DPR. Oleh karena itu, permasalahan utama dalam penelitian tesis ini adalah untuk melihat bagaimana pelaksanaan sistem kuota 30% terhadap perempuan di DPR pada pemilu legislatif 2004 di Indonesia. Selain itu penulis juga melihat faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi hasil pelaksanaan sistem kuota tersebut.
Tulisan ini menggunakan teori-teori yang relevan digunakan untuk menganalisis permasalahan yang ada, seperti Teori Demokrasi Irish Marion Young, Sistem Pemilu yang dikemukakan oleh Arend Lijphart, Rekruitmen politik oleh Pipa Norris, serta teori-teori lainnya yang berkaitan erat dengan penulisan ini seperti Sistem Kuota, Representasi Perempuan, Gerakan Perempuan, dan Budaya Politik.
Dengan menggunakan studi pustaka dan metode kualitatif serta analisa deskriptif, penulis menemukan bahwa pelaksanaan sistem kuota di Indonesia menuai hasil tidak seperti yang diharapkan. Faktor tidak adanya political will dari pemerintah, kurangnya komitmen partai politik terhadap isu kuota, masih kuatnya budaya patriarki di Indonesia serta gerakan perempuan yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam mengedepankan isu kuota menjadi penyebab utama mengapa sistem kuota 30% tidak terpenuhi di DPR pada Pemilu 2004 kali ini dan teori-teori yang berperspektif gender ini seperti Iris Marion Young, Pippa Norris, Anne Philips, Sonia Alvarez, dan Guida West dan Blumberg relevan dalam menjawab permasalahan tentang pelaksanaan kuota perempuan di Indonesia, meskipun Arend Lijphart sendiri tidak memberikan alternatif varian sistem pemilu lain yang mendukung upaya pemenuhan kuota ini.

The process of writing this thesis based on interest about women's problems in Indonesia which often delimited in public area. The legislative election in 2004 was deemed as a point to change women's condition for better life moreover with quota system inside for women representation in parliament. So, the main problem in this thesis is to see and analyze the implementation of 30% quota system for women representation in parliament at 2004 legislative election in Indonesia. This thesis also discerns about factors which had influence the output.
This thesis used relevant theories to analyze the problem such as theory of democracy by Irish Marion Young, election system theory which proposed by Arend Lijphart, political recruitment by Pipa Norris, and others which interrelated between such as theory of quota system, women representation, women's movement, and political culture.
By using literature study, qualitative method, and descriptive analyzed, I found that the implementation of 30% quota system reaps unexpected output like what we actually wanted. So many factors play a role such there is no political will from Indonesian government like wish less commitment from almost all political party to make this system succeed. Patriarchal culture which mixed up with bias religion interpretation made men in super ordinate so the uncoordinated women's movement is the causal factors why the implementation quota system unfulfilled in parliament. The important thing is many theories which has gender perspectives are relevant to analyze and to answer the question of the problem nevertheless Lijphart does not add more alternative variant of election system to gain women representation in parliament."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Burhan Agung Swastiko
"Penelitian ini hendak mengetahui strategi sayap perempuan partai politik yaitu Kesatuan Perempuan Partai Golongan Karya (KPPG) dalam mendorong keterwakilan perempuan di Partai Golongan Karya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dengan diakuinya KPPG dalam landasan formal AD/ART Partai Golkar pada 2009 sebagai organisasi sayap yang bertugas menjadi sumber rekrutmen perempuan Partai Golkar baik untuk kepengurusan maupun pencalegan pada Pemilu Legislatif 2014. Namun, meskipun jumlah pengurus perempuan Partai Golkar mengalami kenaikan akan tetapi angka keterwakilan perempuan Partai Golkar dalam parlemen tidak mengalami kenaikan. Pijakan teoritis penelitian ini yaitu politik kehadiran dari Anne Philips, strategi partai politik dalam meningkatkan representasi perempuan dalam politik dari Joni Lovenduski, teori proses rekrutmen dari Pippa Norris, dan teori lainnya yang terkait penelitian. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan wawancara dan studi dokumen.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang afirmasi, KPPG berusaha memanfaatkannya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di internal Partai Golkar. Strategi yang dilakukan KPPG untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan adalah membuat program Desa Dasa Karya dan berusaha memasukkan perempuan di dalam peran-peran strategis dalam kepengurusan Partai Golkar. Sedangkan strategi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pencalonan legislatif Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2014 adalah dengan membuat kebijakan 'One Gate Policy', mengawal nomor urut caleg perempuan, memberikan pendampingan dan pembekalan terhadap caleg-caleg perempuan, dan menjalin kerjasama dengan sayap-sayap perempuan lintas partai. Namun terdapat faktor-faktor yang menghambat strategi KPPG. Faktor-faktor tersebut adalah aturan Partai Golkar, struktur Partai Golkar yang didominasi laki-laki, rekrutmen yang oligarki, tipe kepemimpinan ketua umum Partai Golkar, kepemimpinan internal KPPG, motivasi dan kapabilitas kader perempuan, serta internal KPPG yang tidak fokus mengangkat isu perempuan. Sehingga implikasi teoritis yang muncul bahwa meskipun partai politik membuka kesempatan kepada perempuan untuk berkarir dalam dunia politik tetapi partai politik tetap tidak menyediakan jalan bagi perempuan untuk memasuki posisi yang berpengaruh dalam politik. Perempuan minim posisi strategis di dalam partai politik dan posisi strategis juga sulit diraih oleh perempuan.

This study discussed about the strategies of womens movements in political party that is Golongan Karya Womens Union in encouraging womens representation in the Golongan Karya (Golkar) Party in 2014 Legislative Elections. With the recognition of KPPG in the formal basis of Statutes and Bylaw Golkar's Party in 2009 as an organization who has duty to become a source of women recruitment for Golkar Party both for stewardship and scrutiny in the 2014 Legislative Election. However, although the number of women members of Golkar Party has increased, Golkar Partys female representation in parliament has not increased. The theoretical basis of this research is political presence from Anne Philips, the strategy of political parties in increasing womens representation in politics from Joni Lovenduski, the theory of the recruitment process from Pippa Norris, and other theory related to this study. This study uses a qualitative method with interview and document study approach.
Findings in this study indicated that with the existence of legislation concerning affirmations, KPPG has utilized the legislation to increase womens representation within Golkar Party. The strategy carried out by KPPG to increase women's representation in the management by establishing Desa Dasa Karya program and including women in the strategic roles in the Golkars management. While the strategy to increase the womens representation in Golkar Party legislative nomination in the 2014 Legislative Election is establishing One Gate Policy, guarding the serial numbers of female candidates, providing assistance and debriefing for female candidates, and establishing the cooperation with cross-party womens wings. However, there are factors that inhibit the strategies from KPPG. The factors such as: the rules in Golkar Party, the men-dominated structure, the oligarchy recruitment, the General Chairmans leadership type, KPPG internal leadership, the motivation and capability of women cadres, as well as internal KPPG does not focus on raising womens issues. So, the theoretical implications appeared that eventhough the political parties has given opportunities for women to pursue careers in politics, the political parties still not yet provide a path for women to take an influential positions in politics. The lack of womens strategic positions in political parties also strategic positions are difficult for women to achieve.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T52236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryati
"PKS memiliki dua (karakter) yang sangat menonjolkan aspek keagamaannya. Dua tersebut ialah (1) paradigma hubungan agama dan negara yang dianut adalah hubungan yang tidak terpisahkan. PKS menganggap bahwa antara agama dan negara tidak boleh ada pemisahan. Keduanya saling terintegrasi (integrated) dan (2) idealisme politik sangat terasa keberadaannya. Idealisme politik ini merupakan implementasi dari nilai-nilai agama Islam yang menjadi landasan filosofis mereka.
Teori konstruksi sosial Berger yang melihat agama sebagai realitas sosial ini dijadikan pijakan teoritik dalam penelitian. Melalui sosialisasi yang berjalan menurut tiga momentum maka agama sebagai realitas sosial dikonstruksikan. Tiga momentum atau langkah tersebut ialah: eksternalisasi, obyektifikasi, dan internalisasi. Eksternalisasi ialah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mental. Setelah mengalami proses eksternalisasi berikutnya terjadi obyektivikasi yaitu disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisik maupun mental), suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya semula, dalam bentuk suatu kefaktaan (faktisitas) yang eksternal terhadap, dan lain dari para produsen itu sendiri. Pada akhirnya seorang manusia akan mengalami proses berikutnya yaitu internalisasi di mana terjadi perasaan kembali atas realitas yang telah dialami oleh manusia tersebut. Realitas yang telah diserap selanjutnya ditransformasikan sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif. Dalam proses internalisasi inilah maka manusia menjadi produk masyarakat.
Proses internalisasi nilai-nilai agama ini merupakan konstruk Islam yang dibangun oleh PKS. Konstruksi Islam yang demikian membuat para simpatisan PKS mengalami obyektivikasi yang ditandai dengan adanya karakteristik pribadi Islam, yang dalam teori Berger disebut memiliki struktur sosial baru yang berbeda dengan karakteristik pribadi mereka sebelum mengikuti kegiatan Pos Keluarga KeadiIan. Setelah melewati proses internalisasi dan obyektifikasi, sosialisasi nilai-nilai agama akan memasuki tahap baru yaitu eksternalisasi. Sebagai manifestasi dari proses eksternalisasi adalah upaya membangun konstruksi sosial yang sesuai dengan nilai-nilai agama yang telah terinternalisasi dalam diri. Di dalam PKS perubahan karakteristik individu menjadi karakteristik pribadi Islam diharapkan akan membawa perubahan dan perbaikan pada masyarakat di mana individu tersebut tinggal.
Pertanyaan tentang apakah terjadi hubungan di antara pemahaman nilai-nilai agama -yang merupakan hasil dari sosialisasi nilai-nilai agama- dengan tingkat partisipasi politik perempuan seperti yang banyak terjadi di negara-negara Timur Tengah dapat juga terjadi di Kecamatan Kebayoran Lama yang dipilih sebagai lokasi penelitian. Bagaimana signifikansi sosialisasi nilai-nilai agama yang dimiliki oleh para politisi perempuan yang terlibat dalam partai politik (dalam hal ini PKS DPC Kecamatan Kebayoran Lama) berperan penting dalam menentukan tingkat partisipasi politik mereka. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inilah maka penelitian sosial berbasis pada metodologi ilmiah perlu dilakukan.
Studi ini berhasil memperlihatkan dua temuan utarna menyangkut perilaku politik perempuan. Pertama, studi ini memperlihatkan bahwa sosialisasi nilai-nilai agama yang dilakukan oleh partai politik temyata tidak terlalu efektif untuk mendongkrak perilaku partisipasi politik. Dalam studi ini model sosialisasi nilai-nilai agama yang sudah lama tidak dilakukan oleh institusi politik formal seperti partai politik membuat masyarakat enggan untuk melakukan partisipasi politik di luar kegiatan pemilihan umum. Kalangan perempuan yang terpinggirkan dari aktivitas politik sejak masa Orde Baru tidak dapat meningkatkan partisipasi politiknya walaupun diberikan stimuli politik."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22197
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meyrinda Rahmawati Hilipito
"ABSTRAK
Secara yuridis formal partisipasi perempuan di bidang politik telah dijamin konstitusi. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Disamping itu terdapat komitmen resmi pada konvensi-konvensi internasional menyangkut partisipasi politik perempuan yang sudah diratifikasi yakni Konvensi tentang Hak-hak politik perempuan (The Convention on Political Rights for Women) melalui Undang-Undang Nomor 68 tahun 1958 dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap Perempuan (the Convention on Elimination of all Forms of Discrimination) melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984. Dapat dikatakan Indonesia telah mengikatkan diri untuk melaksanakan kebijakan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, antara lain mencantumkan prinsip persamaan hak dan kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan bagi perempuan dan laki-Iaki dalam peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik. Namun, kenyataan politik di Indonesia masih jauh dari idealisme tersebut. Dilihat dari proporsinya, jumlah perempuan sebagai anggota parlemen masih belum signifikan. Rendahnya porsi perempuan tersebut jika dikaitkan dengan keterwakilan sebagai salah satu mekanisme dalam dunia politik, maka hasilnya sangat memprihatinkan. Akibatnya pun, banyak kebijakan dan program pembangunan yang ditujukan kepada perempuan sering tidak peka gender. Realitas demikian tampaknya ikut melatarbelakangi akomodasi kuota 30 persen perempuan di lembaga parlemen melalui kebijakan affirmative action yang diterapkan melalui UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu, khususnya dalam Pasat 65 ayat (1). Namun persoalan yang timbul kemudian adalah bagaimana ketentuan-ketentuan yang terkait dengan representasi politik perempuan yang ada dalam undang-undang politik tersebut dilaksanakan. Dalam mengkaji dan menganalisis permasalahan tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris yang dititiberatkan pada yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif atas permasalahan keterwakilan perempuan di parlemen akan ditinjau dari produk perundang-undangan yang dikhususkan pada undang-undang partai politik dan undang-undang pemilu. Sedangkan pendekatan yuridis empiris akan diarahkan pada implementasi kedua undang-undang politik tersebut. Adapun hasil penelitian yang diperoleh terkait dengan pokok permasalahan itu adalah: ketentuan-ketentuan yang terkait dengan representasi politik perempuan yang ada dalam undang-undang politik tersebut khususnya yang menyangkut kuota 30 persen sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilu dalam pelaksanaannya belum efektif. Karena ketentuan tersebut tidak mempunyai kekuatan implementatif yang dapat menjamin keterwakilan perempuan sebagai talon jadi. Frasa "dapat" yang ada dalam Pasal 65 ayat (1) UU No. 12 tahun 2003, dinilai merupakan klausul yang menyediakan celah bagi partai politik untuk menegaskan sifat sukarela atau rekomendatif dari undang¬undang tersebut. Ditinjau dari perspektif hukum, frasa "dapat" dikategorikan sebagai frasa yang abu-abu, tidak mencerninkan suatu ketegasan atau keharusan langkah yang harus diambil oleh partai politik dalam mengajukan calon legislatif perempuan. Sehingga ada celah kelemahan yang pada akhirnya memberikan implikasi politik terhadap pencalonan anggota perempuan di DPR. Kondisi diatas, lebih diperparah dengan sistem pemilu dalam UU No. 12 tahun 2003 yang senyatanya mengadopsi sistem prorposional dengan calon terbuka untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD sesungguhnya tidak mengadopsi daftar calon terbuka. Hal ini tercermin dari pasal-pasal tentang pencalonan, pemberian suara dan penentuan calon terpilih. Belum lagi, jika ditinjau dari sisi partai partai politik, yang pada kenyataanya dalam organisasi-organisasi mereka sendiri, partai-partai politik belum menunjukkan komitmen yang kuat dan rumusan-rumusan kebijakan mengenai kesempatan yang setara bagi anggota perempuan agar terpilih sebagai fungsionaris partai dan anggota parlemen. Tidak dapat dipungkiri hal itu memang sangat dimungkingkan terjadi karena lemahnya ketentuan dalam UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik yang dalam beberapa ketentuannya seperti rekrutmen maupun kepengurusan belum ditindak lanjuti ke dalam bentuk yang lebih melembaga oleh partai politik. Bahkan hal ini didukung dengan dimensi kultural yang masih dipengaruhi oleh budaya patriarki. Berangkat dari hasil penelitian itu pula maka kesimpulan yang dapat dicatat dari penelitian ini ialah walaupun saat ini hak-hak politik bagi perempuan sudah diakui, namun adanya hak-hak politik tersebut belum dapat menjamin adanya pemerintahan atau sistem politik yang demokratis dimana asas partisipasi dan keterwakilan diberi makna sesungguhnya. Ini artinya, adanya keterwakilan perempuan di dalamnya, dan berbagai kebijakan yang muncul memiliki sensivitas gender, tidak serta merta dapat terwujud kendatipun hak-hak politik perempuan tersebut sudah diakui.

ABSTRACT
In formal jurisdiction, women participation in politics is secured by Constitution. Article 27 paragraph (1) of the 1945 Constitution (UUD 1945) clearly specifies the equality before law and government. Furthermore, there is a formal commitment in International Conventions on women political participations, that is, by the Convention on Political Rights for Women ratified through "Undang-Undang Nomor 7 Tahun 198- (The 1984 Act No. 7). It is said that Indonesia has bound herself for the implementation of policy in order to eliminate any form of discrimination against women such as specifying the principles of equal rights and duties, position, roles and opportunities for women and men in the rules of law, especially those related o the efforts of increasing women involvement in politics. However, the political reality in Indonesia is still far from idealism. In proportion, number of women as members of the parliament is not significant. Lower proportion of women, if related to their representation as a mechanism in the political world, is still disheartening. As a consequence, many development policies and programs for women are not sensitive to gender. Also such reality seems forms the accommodation background of 30 % female quota in the Parliament through affirmative action applied through the 2002 Act No.21 (Undang-Undang No. 31 Tahun 2002) re Political Party and the 2003 Act No. 21 (Undang-Undang No. 12 Tahun 2003) re General Election, especially Article 65 paragraph (1). However, the likely major problem arising out later is how to implement clauses about: existing women political representation in the political laws. Reviewing and analyzing the problem, the method used is normative and empirical judicial research which emphasizes on normative judicial method. Normative judicial approach to the problem of women representation shall be viewed from the product of legislation especially centered on the laws of political party and general election. Well, research findings drawn from the topic reveal that clauses are not effective yet related to the women political representation according to the political law especially concerned with the 30% quota as specified in the Article 65 paragraph (1) of the 2003 Act No. 12 (Undang-Undang No. 12 Tabun 2003) re General Election and its implementation. As the clauses have no power of implementation which secures the women representation as the clearly-won contestant. A phrase "dupal". ('may, be able to') as set forth in the Article 65 (1) of the 2003 Act No. 12 is deemed to be a clause which gives a chance for any political party to confirm the recommendation of the law. In judicial perspective, the phrase "dapaP (may, be able to') is categorized into an ambivalent phrase, reflecting no determination or obligation for the political party to take steps in order to nominate women for legislative contestants. Therefore, there is a chance which will by itself imply politics to the nomination of women contestants to the Parliament. The conditions mentioned above get worse with the general election system in the 2003 Act No.12 which clearly adopts proportional system with open nominee for electing Central Parliament ("Legislative Assembly") and DPRD (Regional Parliament) with still do otherwise. Unfortunately, if it is viewed from the point of political party as in their own organizations, the political parties are not strongly committed and have no formulation of policies on the equality for women members to be elected as party's functionary and members of the parliament. It is likely to happen because the weak clauses in the 2002 Act No. 31 re Political Party concerning requirements of recruitment and administration are not yet taken in action plan in more institutional form by the Political Party. This is even backed up with cultural dimensions which are under the influence of patriarchal culture. According to these findings, a conclusion likely drawn up from the research is even if political rights for women are now accepted; the political rights could not secure the existence of democratic government and political system in which the principles of participation and representation are given real significance. It means that women representation in the democratic government and political systems and any policy with gender sensitivity can not come to reality given if the Political rights for women are accepted.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Setyani
"Dengan di sahkannya Undang-Undang No 31 Tahun 200.2 tentang Partai Politik dan Undang Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dapat memperluas partisipasi politik perempuan. Salah satu sarana untuk memperluas partisipasi politik adalah melalui partai politik. Atas dasar itu penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana PERAN PARTAI POLITIK DALAM PERLUASAN PARTISIPASI POLITIK PEREMPUAN UNTUK MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL dengan tujuan untuk menggambarkan kedudukan dan peran perempuan dalam parpol dan lembaga legislatif, memberi gambaran sejauh mana parpol membuka peluang perempuan menjadi anggota legislatif dan pengurus parpol, menguraikan kendala-kendala yang dihadapi dan strategi yang digunakan untuk memperluas partisipasi politik perempuan serta melihat pengaruh terhadap ketahanan nasional.
Penelitian ini dilakukan di DPP Partai terbesar dalam Pemilu 2004, yaitu Partai Golkar, PDI-Perjuangan, PKB, PPP, Partai Demokrat, PAN dan PKS. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawaneara dengan kader perempuan partai politik, dan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan data dari lembaga-lembaga yang terkait. Analisa basil penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif Hasil Penelitian. Pertama kepengurusan di partai politik masih didominasi laid-laid, sedikit sekali perempuan yang menduduki jabatan sebagai pengambil keputusan, sedangkan peran perempuan sangat besar didalam menentukan kemenangan parpol dalam pemilu 2004. Di lembaga legislatif, sebagaian besar anggota legislatif perempuan ditempatkan pada komisi-komisi yang terkait dengan bidang kesejahteraan rakyat dan mereka berperan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan dan masyarakat Kedua masih belum optimalnya partai politik memberikan peluang untuk perempuan menjadi anggota lembaga legislatif dan pengurus partai. Ketiga, kendala yang dihadapi dalam memperluas partisipasi politik perempuan adalah : a. faktor internal perempuan sendiri yaitu rendahnya kualitas dan kuantitas SDM kader perempuan, keterbatasan waktu, dan minimnya dana, b. faktor eksternal yaitu adanya keterkaitan dengan budaya patriarkhi, kurangnya kesadaran pemilih perempuan untuk memiliki wakil perempuan dan sistim peilu proporsional terbuka.
Strategi yang digunakan untuk mengatasi kendala tersebut adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM perempuan, memperkuat organisasi perempuan yang ada, mengadakan hubungan lintas jaringan dengan oraganisasi perempuan diluar partai, membangun akses ke media , melakukan lobying ke para elite partai politik serta sosialisasi dan pendidikan politik ke masyarakat. Perluasan partisipasi politik perempuan melalui keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif dan kepengurusan parpol, akan memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dari aspek ideologi, sosial, po;itik dan ekonomi yang berdampak pada peningkatan ketahanan nasional.

The enactment of Laws No. 3112002 on Political Parties and Law No. 121 2003 on General Election may enhance-women's participation in politics. One of the facilities to enlarge the political participation is through political parties. This study is aimed at understanding the ROLE OF POLITICAL PARTIES IN ENHANCING WOMEN'S PARTICIPATION IN POLITICS FOR ENHANCING THE NATIONAL RESILIENCE. It is also aimed at illustrating the position and role of women in political parties and legislative bodies, to what extent political parties open opportunities to women to become legislative members and to be engaged in the management of political parties, describing the constraints being faced and strategies used for enlarging the women's participation in politics and looking at their effects to the national resilience.
This research was conducted at the Executive Boards of biggest Parties in the 2004 General Election, namely Golkar Party, PDI-P (PDT of Struggle), PKB, PPP, Democrat Party, PAN and PKS. Interviews with female cadres of political parties are used as method for data collection and collection of secondary data from bibliographic study and data from relevant institutions. Analysis of study results uses qualitative descriptive method.Results of Research. First, the management members in political parties are still dominated by men, only a small number of women serve as decision makers, despite the fact that the women's role is highly significant to win the 2004 general election. In legislative bodies, most female legislative members are placed in commissions associated with people's welfare and they have been playing a role in struggling in the women and people's interests. Second, the political parties have not been optimal in giving the opportunities to women to become legislative members and parties' executive members. Third, the constraints faced in enhancing the women's participation in politics are: a. The internal factors of women, i.e. low quality and quantity of female cadres and human resources, time limit, and inadequate funds, b. External factors, i.e. association with patriarchic culture, inadequate awareness of female voters to have female representatives and the open proportional general election system.
The strategies used to solve such constraints are to enhance the quality and quantity of female human resources, to strengthen existing women's organizations, to organize cross-network relation with women's organizations outside parties, to build access to media, to lobby political parties' elites and to promote political socialization and education to the community. Enhancement of women's participation in politics through women's representation in legislative bodies and the executive management of political parties will pave the way for the struggle of enhancing the community's welfare in regard to ideology, social, political and economic aspects which will bring about impact upon the national resilience enhancement.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>